Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Akan Panggil Arcandra Tahar Kembali?

18 Agustus 2016   14:18 Diperbarui: 19 Agustus 2016   07:57 20464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arcandra Tahar. Merdeka.com

Setelah polemik tentang kewarganegaraan ganda yang dimiliki Arcandra Tahar (AT), Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberhentikan AT, Senin (15/8/2016). Jokowi secara cepat memberikan respon kegaduhan publik dengan mengakhiri masa jabatan AT yang baru 20 hari kerja.

Mencermati pemberhentian AT, bagi saya ada yang menarik. Kabarnya sebelum Jokowi secara resmi memberhentikan AT, sebelumnya AT sudah menghadap Jokowi. Pada pertemuan tersebut AT menyampaikan keinginan  untuk mengundurkan diri daripada membebani pemerintahan Jokowi. 

Agaknya AT paham bahwa kehebohan  perihal dwi kewarganegaraan yang menderanya tidak akan mudah surut justru akan semakin mengila manakala ia tetap pada posisinya sebagai Menteri ESDM.

Tetapi kabarnya lagi, Jokowi tidak serta merta merespon keinginan dari  laki-laki asal Padang yang telah dipercayanya memegang Kementerian ESDM tersebut. Dalam perjalanannya, Senin (15/8/2016) akhirnya Jokowi mengambil keputusan untuk memberhentikan AT dengan hormat.

Seperti yang disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno,"Menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Saudara Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM," ujar nya dalam jumpa pers di kantor presiden (kompas.com)

Kenapa Jokowi menolak pengunduran diri AT dan memilih memberhentikan dengan hormat?

Mungkin ada yang melihat tidak ada bedanya, yang jelas AT sudah tidak menjabat lagi sebagai menteri ESDM. Mau mengundurkan diri atau diberhentikan, yang jelas sama saja, AT sudah tamat sebagai menteri.

Tetapi bagi saya ini menarik. Jokowi memilih "memberhentikan dengan hormat", dan tidak menerima pengunduran diri AT secara sukarela. Karena Jokowi tahu betul potensi AT. Saat AT menjadi teman diskusi, jauh sebelum ditunjuk menjadi menteri ESDM, Jokowi tahu siapa yang diajak berpartner untuk membenahi  masalah ESDM .

Pun Jokowi juga tahu tentang latar belakang, karir AT di AS dan tentunya juga terkait dengan kewarganegaraan AT.  Bagi saya, tidak mungkin Jokowi tidak tahu soal itu dan gegabah menunjuk AT. 

Soal kewarganegaraan AT yang masih berpaspor AS, seperti yang disampaikan AT, ia sudah mengurus segala macam administrasi sebelum pulang ke Indonesia dan bersedia menjabat Menteri ESDM. Pada akhirnya jika sampai saat menjabat menteri ESDM masalah status kewarganegaraannya dianggap belum clear, itu lain persoalan.

Selama masa kerja singkatnya, hanya 20 hari, AT telah melakukan sejumlah hal. Bagi seorang pejabat baru, barangkali waktu 20 hari masih diisi dengan perkenalan, mendalami pekerjaannya, ya semacam orientasi kerja. 

Tetapi bagi AT tidak demikian. AT telah melakukan kerja nyata. Misalnya terkait blok Masela, ia telah mengkaji ulang biaya yang dibutuhkan untuk eksplorasi onshore  hanya US$ 15,5 milyar. Padahal awalnya dihitung oleh pendahulunya mencapai US$ 19,3 – 22 milyar. Penghematannya mencapai US$ 4,5 – 6,5 milyar (sekitar Rp 58 -84,5 trilyun). Wow bukan?

Kemudian AT juga melakukan realisasi anggaran untuk proyek Bioremediasi Chevron yang selama ini terhenti dengan nilai investasi diperkirakan mencapai US$ 12 milyar. AT telah membahasnya dan hanya hanya butuh US$ 9 milyar saja untuk melanjutkannya. Demikian juga dengan proyek lainnya seperti East Natuna yang akan segera dimulai pekerjannya.

Kembali ke soal Jokowi memilih memberhentikan dengan hormat dibanding menerima pengunduran diri AT.

Bagi saya, jika AT menyatakan mengundurkan diri, maka bisa dimaknai AT tidak sanggup lagi mengemban tugas untuk membenahi ESDM. Padahal ia sebenarnya mampu dan mumpuni untuk bidang tersebut. Kata mengundurkan diri lebih kuat dimaknai sebagai ‘sudah menyerah’ dan ‘tidak sanggup.

Sementara jika AT tidak menjabat lagi sebagai menteri ESDM karena diberhentikan dengan hormat, artinya sebenarnya AT masih mampu dan sanggup serta tidak menyerah. 

Tetapi ia tidak bisa menolak saat orang yang mengangkatnya memilih untuk memberhentikan dirinya, tidak menghendaki dirinya membantu lagi di sektor ESDM. Kalau yang mengangkatnya, memintanya untuk berhenti, ya tentu saja tidak bisa di tolak. Tetapi sekali lagi, bukan karena AT tidak mampu bekerja tetapi karena yang memintanya bekerja saat ini memintanya berhenti.

Jokowi sangat tahu masih membutuhkan tenaga dan pikiran AT, tetapi karena polemik dwikewarganegaraan yang terus membuat publik gaduh, Jokowi memilih mengambil langkah cepat. Ya karena Jokowi taat pada peraturan. 

Ia bisa saja arogan dan terus mempertahankan AT atau meminta stafnya untu menyelesaikan urusan admintrasi kewarganegaraan AT dengan diam-diam untuk membungkam publik. Tetapi sekali lagi, karena taat pada aturan, Jokowi tidak melakukan hal tersebut.

Dengan memberhentikan dengan hormat, Jokowi masih berkesempatan lagi (tanpa beban) untuk mengangkat AT setelah urusan kewarganegaraan selesai. Saat ini, Ia tetap mengikuti aturan hukum dengan membiarkan proses admistrasi AT berjalan dan selasai.  

Dan setelah proses tersebut kelar, Jokowi akan memanggil AT kembali untuk membantunya. Coba kalau AT mengundurkan diri, tentu Jokowi akan dikecam manakala menteri yang mengundurkan diri kok dipanggil lagi.

AT nantinya akan lebih mudah untuk kembali bekerja membantu Jokowi karena ia diminta lagi. Nah, jika AT yang mengundurkan diri, maka tak elok, tidak tepat jika saat Jokowi memintanya kembali, ia menerima. Karena ia kan sudah mengundurkan  diri. Jadi pilihan ‘memberhentikan’ itu adalah strategi jitu dan cerdik Jokowi untuk meminta  AT kembali di lain waktu. Juga untuk meredakan kegaduhan.  

Saya kira Jokowi tetap berpegang teguh pada filsafat adiluhung leluhur Jawa, yaitu Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan pihak lain). Ya, Jokowi menyelesaikan persoalan dengan  diam-diam tanpa menimbulkan kegaduhan.

Jadi menurut saya, pemberhentian AT bukan karena Jokowi takut dengan mafia migas, atau berada di bawa tekanan  sebagaimana hal itu santer beredar .

Terakhir, kiranya memang sangatlah pantas jika AT, anak bangsa yang cerdas tersebut bisa kembali mengabdikan diri kepada ibu pertiwi. Begitulah kira-kira. **

_Solo, 18 Agustus 2016_

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun