Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

PNS: Antara Rasionalisasi atau Pemecatan PNS

8 Juni 2016   07:38 Diperbarui: 8 Juni 2016   10:52 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana pemerintah melakukan rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil (PNS)  diakui atau tidak telah menimbulkan rasa tidak nyaman dan was-was. Beberapa PNS di daerah sudah mulai kasak kusuk, begitu pula yang terjadi di daerah saya, Solo.

Rata-rata mereka (PNS) mengeluh dan dihinggapi kekahawatiran berlebihan karena mendengar kata PECAT yang terus di tuliskan media massa.  Ya, media massa telah memblow up rasionalisasi PNS dengan judul mombastis yaitu PECAT , yang mau tidak mau menimbulkan kekecauan batin PNS, bahkan saya nyakin jutaan PNS menjadi tidak bisa tidur nyenyak.

Bahkan rasa kekhawatiran membuat mereka (yang waktu Pilpres memilih Jokowi)  tidak rasional karena menyatakan penyesalan telah memilih Jokowi menjadi presiden. Sementara bagi PNS yang memilih Prabowo, mencibir sinis dan menyalahkan temannya yang ‘salah pilih’.

Rasa khawatir PNS bisa di pahami karena mereka selama ini sudah terlanjur hidup enak, mapan dan sudah pasti penghasilan bulanan yang setiap tahun cenderung naik. Jadi, jika rencana rasionalisasi PNS mencuat, pastilah ketakutan merayapi hatinya. Hal itu diperparah dengan mudahanya mereka mempercayai informasi yang sepotong-potong.  Pokoknya akan ada pemecatan/PHK bagi PNS.

Padahal , nanti dulu, mestinya  mereka memahami rencana pemerintah tersebut dan tidak asal menyerap informasi yang dari mulut ke mulut akan semakin simpang siur.

Kenapa?

Pertama,  wacana rasionalisasi PNS bukan hal baru. Sejak awal pemerintah Jokowi-JK sudah menyampaikan rencana tersebut. Bahkan awal tahun 2015 lalu, Pemerintah Jokowi-JK sudah menyampaikan rencana akan melakukan moratorium PNS. Dan ditegaskan oleh Wakil Presiden (Wapres) RI Jusuf Kalla (JK) bahwa  tidak ada PHK pegawai tetapi jumlah pegawai negeri tidak akan ditambah.

Hal itu juga kembali ditegaskan Wapres beberapa hari lalu, bahwa terkait PNS  tidak ada rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari Pemerintah kepada jutaan pegawai negeri sipil (PNS). Tetapi kebijakan yang diambil pemerintah adalah  kebijakan pertumbuhan negatif (negative growth) sumber dayanya. Artinya  Jika ada PNS yang pension 1000 orang pertahun, maka pemerintah akan mengangkat PNS sejumlah separonya yaitu 500 orang.

Kedua, Rasionalisasi PNS bagian dari percepatan penataan PNS. Sebagaimana yang ditegaskan kementerian PANRB, bahwa  rasionalisasi PNS  bagian dari program percepatan penataan PNS. Selain itu rasionalisasi juga sebagai  wujud konkrit dari Roadmap Reformasi Birokrasi 2015-2019, pada area perubahan SDM aparatur. Hal tersebut sesuai dengan  Peraturan Menteri PANRB Nomor 11 Tahun 2015  yaitu guna   mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien, serta birokrasi yang memiliki pelayanan publik yang berkualitas.

Ketiga,  banyaknya PNS membebani APBD

Sudah menjadi  rahasia  umum bahwa anggaran belanja daerah lebih banyak dialokasikan untuk gaji pegawai. Belanja pegawai yang didalamnya ada gaji menyerap anggaran paling banyak. Bahkan tidak jarang pemerintah daerah hanya mampu menyisihkan anggaran untuk belanja publik  yang diperuntukkan untuk rakyat tak lebih dari 40% setiap tahunnya. Menurut data Kementreian PANRB, tahun 2016 terdapat 240 pemerintah daerah yang anggaran belanja pegawainya bahkan di atas 50%. Hal itu mau tidak mau membuat jalannya pemerintah daerah tersendat dan  rakyatlah yang akhirnya harus menerima getahnya.

Masih menurut  data kementerian PANRB, bahwa belanja pegawai dan pensiun (BPP) pada APBN dan APBD tahun 2015 mencapai Rp707 triliun dari total belanja sebesar Rp2.093 triliun atau 33,8 %. Lebih besar dari belanja modal dan belanja barang jasa.

Terlebih banyak PNS di daerah yang kurang efektif. Seringkali ketika saya ke kantor pemerintahan melihat PNS yang hanya duduk santai, berbincang, atau  main HP .  Sementara ada PNS lainya yang sibuk bekerja  Ketimpangan beban kerja PNS ini, menurut saya tidak efisien karena terlihat masih ada PNS yang menganggur sementara setiap bulan menerima gaji dari pemerintah.

Maka,

Saya kira jika pemerintah berencana melakukan rasionalisasi bukan PEMECATAN adalah hal yang wajar bahkan memang harus dilakukan. Tidak mungkin postur APBD yang selama bertahun-tahun selalu timpang dengan memberikan sisa anggaran untuk porsi kepentingan publik  akan diteruskan.  Apalagi semua alasan rasionalisasi tersebut adalah sangat beralasan dan mendasar.

Untuk itu, PNS tidak sepatutnya baper dan marah berlebihan. Apalagi jika rasionalisasi dilakukan secara alami  bukan dengan pemecatan seperti berita yang berkembang  dan ‘di goreng’ seperti akhir-akhir ini.**

_Solo, 8 Juni 2016_


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun