[caption caption="sumber foto : kompas.com"][/caption]“Kenapa juga KPU ikut bermain politik?” tanya salah satu rekan saya, saat memperbincangkan masalah usulan pendukung calon independen dengan mengunakan materai Rp 6000.
“Kalau lembaga Negara penyelenggara pemilihan umum sudah tidak netral, hasil pemilihan umum tidak bisa lagi dipercaya,” tambah seorang teman saya lainnya.
Ya, Komisi Pemilihan Umum(KPU) agaknya ingin bermain api. Seperti yang termaktub dalam draf Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan kepala daerah, KPU mengusulkan surat pernyataan dukungan terhadap calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah ditambahkan meterai. Hal itu disampaikan saat pembahasan draf Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, Senin kemarin (19/4/2016)
Ada tambahan satu ayat dalam draf tersebut . Pasal 14 ayat 8 disebutkan bahwa meterai dibubuhkan pada perseorangan, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun secara perseorangan atau materai dibubuhkan pada dokumen kolektif per desa, dalam surat pernyataan dukungan dihimpun kolektif per desa.
Terasa janggal dan susah di nalar jika benar usulan tersebut muncul dari para pejabat KPU. Meskipun banyak alasan di sampaikan KPU, tetapi publikpun tahu kalau ‘ada maksud tertentu’ dalam usulan tersebut. Diakui atau tidak, usulan pemberian materai untuk setiap pendukung dimaksudkan untuk memberatkan langkah calon perseorangan /independen dalam Pilkada.
Bagi calon independen tentu saja akan lebih memberatkan karena ongkos politik untuk mencalonkan diri saja sudah membutuhkan banyak biaya. Semisal untuk perlengkapan kampanye, dll. Jika ditambah dengan biaya untuk materai, maka biaya yang dibutuhkan lebih besar lagi.
Saya curiga jika usulan tersebut hanya akal-akalan sejumlah parpol yang tidak mau calon independen melaju mulus dan bisa menyaingi calon yang diusung dari parpol.
Dus, agar tidak terlalu mencolok, KPU lah yang mengusulkan tambahan persyaratan tersebut. Hingga tidak akan salah jika publik akan menuding KPU telah bermain api dan main mata dengan parpol demi menghalangi calon independen.
Selain itu, sependek yang saya tahu, usulan mengunakan materai juga tiba-tiba alias di gaungkan manakala menjelang Pilkada serentak tahun depan. Aneh dan bikin geleng-geleng kepala.
Entah disegaja atau tidak, sekali lagi, usulan yang tiba-tiba ini juga bertepatan dengan gencarnya Ahok yang akan melaju lewat jalur independen. Jadi, bisa ditebak jika usulan tersebut bisa jadi ingin membendung upaya Ahok dan calon independen di daerah lain yang tidak akan mengunakan kendaraan parpol untuk bertarung dalam Pilkada.
Meskipun pada akhirnya, Selasa (19/4/2016) KPU memutuskan pengunaan materai cukup perdesa saja, tetapi aroma tidak independen dan kolaborasi KPU- Parpol sudah telanjur tercium publik.
Mudah-mudahan, saya salah, dan KPU tetap netral, tidak memihak parpol dan tetap menyelenggarakan pilkada tahun depan secara luber, jurdil, dan mandiri.**
_Solo, 20 April 2016_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H