Hari ini, tanggal 21 Februari 2016, pemerintah menerapkan ujicoba program kantong plastik berbayar.  Segaja peluncuran tersebut pada saat deklarasi Indonesia Bergerak untuk Bebas Sampah 2020 pada puncak Hari Peduli Sampah Nasional 2016 di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Sebelumnya, bulan lalu, Januari 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(Kementerian LHK)Â mengeluarkan Surat Edaran (SE)Â mengenai pengurangan penggunaan kantong plastik. Upaya itu dilakukan dengan memberlakukan kebijakan kantong plastik berbayar di pasar-pasar modern.
SE Nomor SE-06/PSLB3-PS/2015 tentang Langkah Antisipasi Penerapan Kebijakan Kantong Plastik Berbayar Pada Usaha Ritel Modern, yang ditandatangi tanggal 17 Desember 2015 oleh  Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, & Bahan Berbahaya & Beracun, Tuti Hendarwati Mistarsih. Inti dari SE tersebut adalah  kebijakan Pemerintah  dalam rangka pengurangan sampah khususnya sampah plastik adalah penerapan kebijakan kantong plastik berbayar di pasar-pasar modern di Indonesia.  Sehingga masyarakat yang berbelanja di pasar modern akan dikenai sejumlah biaya bila meminta kantong plastik sebagai wadah barang belanjaan.
Penetapan biaya kantong plastik berbayar di ritel modern minimal Rp 200 perlembarnya dan masing-masing kota/kabupaten bisa menyesuaikan harganya.
Cukup efektifkah program tersebut?
Program kantong plastik berbayar, saya nyakin bisa menekan pengunaan kantong plastik. Sebagaimana kita ketahui, kebiasaan masyarakat kita memandang remeh kantong plastik. Hal itu bisa dilihat salah satunya saat mengunakan kantong plastik yang mestinya bisa dipakai beberapakali tetapi hanya dipakai sekali dan dibuang  sembarangan.  Tak heran jika volume sampah plastik semakin hari semakin mengunung. Berdasarkan data dari Kementerian LHK selama 10 tahun  terakhir ini, setidaknya terus ada peningkatan masyarakat dalam mengunakan kantong plastik. Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya, tercatat dalam satu dekade ini. Hampir 95 persen kantong plastik menjadi sampah. Sedangkan tanah butuh waktu sangat lama mengurai sampah plastik.
Tetapi apakah program tersebut bisa bertahan lama? Bagi masyarakat yang berbelanja di ritel modern , apalagi yang berduit, membayar kantong plastik seharga Rp 200 tidaklah terlalu berat, bahkan saya nyakin uang segitu tidak dianggap. Masyarakat bisa dengan entengnya dan meremehkan untuk membayar selembar kantong plastik seharga permen satu buah, daripada membawanya dari rumah.
Lain kalau misalnya harga kantong plastik langsung dipatok dengan harga mahal, misalnya Rp 5000/lembar. Sekali dua kali masyarakat yang berkantong tebal tidak keberatan, tetapi lama-lama akan mikir juga .
Usulannya adalah:
Penerapan harga terendah untuk sebuah kantong plastik dari Kementerian LHK mestinya yang tinggi sekalian. Atau justru ritel modern dihimbau tidak lagi menyediakan kantong platik tetapi kantong belanja dari kain atau bahan lokal lainnya yang lebih kuat, tahan lama, menarik dan ramah lingkungan. Meskipun harganya mahal tetapi orang tidak akan membuangnya saat selesai dipakai.
Kemudian, harus ada sosialisasi yang massif dan terus menerus sehingga masyarakat  lebih mengerti penerapan kantong plastik berbayar sehingga manakala belanja bisa membawa dari rumah. Tak cukup dengan hanya menempelkan aturan baru tersebut dalam ritel-ritel modern tetapi juga menempelkan di tempat yang mudah dilihat warga misalnya di balai  desa, balai pertemuan kampung, pos kamling, papan pengumuman, bahkan perlu juga ada spanduk yang dipasang dijalan-jalan besar seperti spanduk saat menjelang pileg dan pilpres.