Media terkadang tidak jujur, fair, obyektif dan mengada-ada, bombastis dalam menuliskan sebuah berita. Cara memberikan judul terkadang juga lebay, barangkali agar orang tertarik membaca.
Terlebih berita yang menyangkut orang-orang penting di negeri ini, judul berita dikemas sedemikian rupa tanpa memperhatikan sisi obyektif-nya.
Tak terkecuali, saat Kamis (28/1/2016) kemarin, ada pemberitaan tentang rumah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ditulis rumahnya disegel gegara menunggak pembayaran rekening PDAM. Rumah di segel? Rekening  PDAM yang telat bayar, kok rumah yang di segel? Waduh, tolong deh, jangan terlalu lebay. Ya, mana  ada aturannya, pajak PDAM terlambat, rumahnya juga di segel. Yang benar ya yang di segel itu meteran PDAM-nya sayang. Jadi bukan rumahnya. Pahamkan?
Rumah beralamat di Jalan Ahmad Yani No.331, Solo tersebut tercatat belum membayar tagihan air bersih selama tiga tahun yaitu sejak bulan Januari  2013 lalu. Saat operasi penertiban pelanggan yang dilakukan secara rutin oleh  pihak PDAM, rumah tersebut ketahuan ada tunggakan sekitar Rp 7,5 juta. PDAM akhirnya memutus aliran air ke rumah tersebut.
Dari informasi pihak yang dekat dengan keluarga Presiden, rumah tersebut memang tempat tinggal Jokowi sewaktu kecil, rumah orangtuanya, yaitu  bapak Notomiharjo dan Ibu Sujiatmi. Namun setelah Jokowi menikah, ia meninggalkan rumah tersebut dan menyewa rumah sendiri. Sehingga rumah tersebut ditempati kedua orangtua Jokowi dan adik-adiknya.
Saat Jokowi sudah mandiri dan mulai sukses, ia membeli tanah dan membangun rumahnya sendiri yang berada di kelurahan Sumber, Kecamatan  Banjarsari, yang ditempati selama ini. Sekalian juga membangunkan rumah untuk ibunya. Kemudian ibu Sujiatmi boyongan, pindah ke rumah yang baru. Jadi sudah sekitar 10 tahun yang lalu, rumah di Jalan Ahmad Yani No 331 tersebut kosong alias  tidak ditempati oleh ibunda Jokowi.
Kebetulan saat Jokowi terpilih menjadi Walikota Solo, ia dilayani oleh sopir dinas yang sudah bertugas sejak 4 walikota terdahulu sebelum Jokowi. Pak Suliadi, nama sopirnya, betugas di kota Solo tetapi keluarganga tinggal di kota lain. Karena hanya sendiri, Pak Suli memilih tinggal di rumah kontrakan. Pak Jokowi tidak sampai hati, maka sejak menjadi sopirnya, Pak Suli diminta menempati rumah di Jalan Ahmad Yani no 331, yang kosong sejak lama.
Dan begitulah, rumah tersebut akhirnya di huni Pak Suli. Pun sejak Pak Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya menjadi presiden, Pak Suli masih menempati rumah yang sama.
Maka, bisa ditebak, sejak menempati rumah tersebut dengan  cuma-cuma, segala kewajiban yang menyangkut pemakaian fasilitas rumah seperti pembayaran PDAM menjadi kewajiban penghuninya. Jadi, ya memang keluarga  Pak Jokowi tidak sampai memikirkan sejauh itu, bahwa rekening PDAM mengalami keterlambatan pembayaran.
Pun ketika ada penyegelan meteran PDAM di rumah keluarga tersebut, ya tentu saja keluarga Pak Jokowi tidak tahu, tahunya ya dari media massa.
Untunglah  Pak Suli  dengan lantang mengaku bertanggungjawab urusan operasional rumah yang ditempati tersebut dan saat ini sudah membayar tagihan sehingga penyegelan sudah di lepas.
Begitulah kira-kira ceritanya.
Terlepas dari kekhilafan dari Pak Suli, saya salut dengan pihak PDAM yang tidak pandang bulu saat melakukan penertiban tunggakan rekening air. Artinya keluarga presiden ya diperlakukan seperti warga Negara lainnya. Saat ada aturan  yang dilanggar, ya  peringatan, hukuman diterapkan.
Â
_Solo, 31 Januari 2016_
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H