Mendengarkan pengalaman dari orang-orang yang sempat ditawari masuk ke dalam grup pengajian ‘garis keras’ yang menjadi cikal bakal kelompok-kelompok radikal, tak ayal membuat merinding.
Betapa tidak, mereka (anggota grup) biasanya sangatlah ulet, liat, tak pantang menyerah bahkan cenderung tidak tahu malu untuk terus merangsek, membujuk, mengintili(mengikuti kemana-mana). Hanya demi mengajak teman baru untuk bergabung berbagai cara di lakukan baik dengan cara halus ataupun dengan tekanan dan intimidasi.
Awalnya tentu mereka tidak akan mengajak dan ber terus terang membuka grup mereka adalah aliran keras (sesat), karena mereka berusaha mengajak sebanyak-banyaknya orang baru. Tentu dengan kalimat manis mengajak orang masuk grup ‘pengajian’ mereka. Memang benar, diawal-awal orang baru merasa benar-benar ikut pengajian, ikut kajian keagamaan. Sekali dua kali ajaran yang disampaikan masih benar, tetapi setelah orang baru terbujuk dan terlena, disitulah mulai dimainkan cara-cara sesungguhnya yang kelompok itu ajarkan. Dengan atas nama agama, mereka mulai merongrong dan meracuni otak, apalagi bagi seseorang yang pemahaman agamanya masih setengah-setengah.
Remaja adalah target yang empuk bagi kelompok tersebut. Mereka lebih memilih sasaran remaja karena biasanya jiwanya belum matang, emosian, masih dalam tahap pencarian jati diri, masih mencari-cari dan suka penasaran dengan hal-hal yang baru dan cenderung heroik. Tak heran jika ‘para pengantin’ yang rela menjadi pengantin membawa bom dan meledakkan diri karena dijanjikan bertemu bidadari di surga, adalah remaja yang masih belasan tahun.
Sebagai orangtua, kekhawatiran jelas ada dan semakin besar manakala anak-anak sudah tumbuh menjadi remaja. Meskipun di rumah pembekalan agama, aqidah akhlaq, budi pekerti, sudah diberikan tetapi boleh jadi sikap dan perilaku anak di luar rumah berbeda dengan di rumah. Apalagi saat anak mempunyai banyak aktivitas di luar rumah.
Saat berbincang dengan anak kami yang remaja, kekhawatiran paling tidak berkurang manakala anak remaja saya mengatakan untuk menghindari pengaruh negative ajaran sesat tersebut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu,
Jangan sampai menjadi remaja Galau. Kenapa? Karena saat galau, akan lebih mudah terbujuk dan tanpa pertimbangan yang matang bisa ikut terseret ke dalam lingkungan kelompok yang tidak benar. Lebih baik segera move on saat ada masalah, sehingga tidak berlarut-larut menjadi galau.
Perbanyak kegiatan positif di sekolah. Anak saya lebih suka ikut kegiatan Osis yang menyita banyak waktunya. Sehingga nyaris tidak ada waktu untuk mengikuti atau ikut-ikutan kegiatan yang tidak jelas .
Mencari tahu apa yang belum dipahami, jangan menyimpulkan sendiri. Janganlah malu untuk bertanya pada orang yang lebih paham tentang sebuah hal baru. Meskipun penasaran dan tertarik tetapi kalau tidak tahu dalam-dalamnya, lebih baik menahan diri dan mencari tahu terlebih dahulu.
Menjaga komunikasi dengan keluarga, sehingga orangtua tahu kegiatan, pikiran dan rencana-rencana anak . Hal ini untuk menjaga jangan sampai anak salah langkah.
Yah, kira-kira begitulah pendapat anak saya. Saya sih setuju. Semoga bermanfaat.
Salam.
Â
_Solo, 20 Januari 2016_
ilustrasi : info-bogor-com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H