Pak RT hanya mengangguk dengan sungkan.
“Tapi..tapi…pak, bukankah dulu bapak juga tahu kalau gudang ini kosong dan dimanfaatkan anak-anak untuk belajar?” tanyaku lagi dengan gusar. Setelah bertahun tahun gudang ini kosong dan kotor, warga membersihkan dan mengatur ruangan sederhana ini untuk tempat belajar. Anak-anak memanfaatkan selama setahun lebih dan merasa sudah merasa nyaman dan sangat membutuhkan markas mereka. Sekarang kenapa seenaknya di minta kembali?
“Ya, begitulah, mbak. “ jawab pak RT pendek.
“Apakah bapak tidak menjelaskan fungsi gudang ini sekarang? Apakah bapak tidak minta ijin mereka?” tanyaku bertubi-tubi.
“Saya sudah berusaha mbak. Tapi ya, gimana lagi. Gudang ini milik mereka, dan anak-anak hanya memakai atau meminjam saja.Lha kalau diminta yang punya, mau tidak mau ya harus dikembalikan tho?” jawab Pak RT tegas. Kali ini tidak ada nada gugup dalam kalimatnya. Rupanya pak RT menemukan alasan yang tepat untuk menyakinkan diriku bahwa tempat ini memang hak mereka.
“Tapi, pak…?”
“Tidak ada tapi-tapian, mbak. Mereka tidak mau kompromi,”potong pak RT cepat.
Aku memandang anak-anak dengan sedih. Kesenangan mereka tidak akan bertahan lama lagi. Aku mengeluh dalam hati. Kasian sekali nasib anak-anak ini.
“Warga sudah tahu hal ini, pak?”
Pak RT menggelengkan kepala,”Tak perlu tahu. Ini urusan PT KAI . “
“Kapan mereka memberikan waktu?”