Mohon tunggu...
Suci Febriati
Suci Febriati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bimbingan dan Konseling, NIM 19010014051, Kelas 2019 A

Gresik-Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Apakah Setiap Kemurungan Bisa Dikatakan sebagai Depresi?

20 Desember 2021   12:44 Diperbarui: 20 Desember 2021   12:47 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Segala sesuatu dalam hidup sifatnya sementara kok, baik senangmu, susahmu, bahagiamu, sedihmu, kecewamu, semuanya bersifat sementara. Dan apapun permasalahan dalam hidup merupakan vitamin untuk tumbuh dan berkembang, jadi kita memang perlu vitamin itu untuk menjadikan diri tumbuh sebagai pribadi yang bijak dan elegan menghadapi fluktuasi kehidupan". 

Kalimat tersebut nampaknya bisa dijadikan sebagai afirmasi diri agar kestabilan mental tetap terjaga. Iya memang, walaupun sekedar kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat itu bisa memberikan efek yang menyakitkan atau menyenangkan bagi pendengarnya. 

Tidak jarang ditemui bahwa kata-kata yang dilontarkan oleh seseorang kepada kita menjadikan kita sakit hati atau mungkin saja malah bersemangat dalam menjalani kehidupan ini. 

Itulah kekuatan kata-kata yang bisa menyakiti atau bisa menyembuhkan kita. Alangkah baiknya jika kita mengadopsi kata-kata yang positif agar menjadi obat penyembuh bagi diri yang terluka.

Sudah semestinya kita meyakini bahwa setiap orang berada pada garis edar ujiannya masing-masing. Setiap orang memiliki problematika yang berbeda karena kemampuan dan kapasitas yang diberikan Tugan kepada setiap hamba berbeda. 

Artinya, meskipun kita merasa bahwa masalah yang kita hadapi sangat berat kita harus percaya bahwa Tuhan memberikan masalah tersebut karena kita memiliki kemampuan dan kapasitas yang lebih besar dari masalah kita. 

Tidak ada cara lain selain menghadapi, menyelesaikan dan menerima. Perlu ditekankan bahwa penerimaan bukan berarti kita menyetujui, tapi penerimaan yang dimaksud adalah tidak menyangkal atau tidak menolak permasalahan itu hadir dalam hidup kita. 

Karena penyangkalan dan penolakan akan merugikan diri kita sendiri. Penyangkalan dan penolakan akan memunculkan emosi-emosi yang berdampak negatif pada diri sendiri.

Mengenai emosi, secara umum orang akan mengira bahwa emosi hanya melulu tentang amarah. Namun tidak demikian, emosi bukan hanya kemarahan yang dimunculkan seseorang ketika berada dalam situasi yang tidak diinginkan. 

Emosi adalah segala sesuatu tanggapan kita terhadap kondisi, peristiwa, situasi, kondisi sosial, atau hal-hal lain yang ada di lingkungan sekitar pada saat itu. Emosi dapat berupa perasaan sedih, senang, gembira, takut, merasa bersalah, merasakan cinta, cemburu, merasa malu. Lalu apa tiu depresi ?

Sebenarnya depresi sulit didefinisikan dengan tepat. Orang awam mengartikan depresi dengan sangat bebas dan umum sehingga mengaburkan makna depresi itu sendiri. Depresi tidak identik dengan "sedih" dan "putus asa", meskipun keduanya merupakan gejala penting dari depresi. 

Ada juga yang beranggapan bahwa depresi adalah suatu kesedihan atau ketidakbahagiaan. Depresi adalah suatu sindrom klinis yang sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu, mulanya nama depresi adalah "melancholia" yang berarti gangguan emosi. Gangguan emosi yang tampak dari orang yang mengalami depresi adalah kemurungan.

Secara ilmiah, kemurungan disebabkan oleh kelebihan lendir hitam pada limpa yang dialirkan ke otak. Pendekatan neuropsikologi menjelaskan bahwa kondisi otak mempengaruhi keadaan psikologis seseorang. 

Kondisi otak banyak dipengaruhi oleh metabolisme di dalam tubuh termasuk sekresi hormon dan cairan tubuh. Cairan tubuh yang dimaksud seperti darah (di jantung), plegma (di otak), lendir kuning (di hati), lendir hitam (di limpa). Penyakit fisik maupun mental muncul akibat ketidakseimbangan cairan tubuh tersebut.

Depresi merupakan gangguan mental yang banyak dialami orang namun sering dianggap sepele dan dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Mulanya dari stress dan kecemasan yang tak teratasi. 

Stres adalah ketika individu dihadapkan suatu kondisi yang dia rasa terbebani, melampaui batas kemampuannya, adanya tuntutan dan ancaman kesejahteraannya. 

Terdapat 2 jenis stress yaitu distress (stress yang mengganggu, berakibat fatal) dan eustress (stress yang tidak mengganggu, menambah semangat, stress baik). jika individu merasa ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan dirinya, maka distress akan muncul. Ciri-ciri individu yang mengalami distress seperti cepat bingung, mudah marah, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, sukar mengambil keputusan, mudah lupa, tidak bersemangat, takut, pemurung dan merasa cemas. Adapun yang dimaksud cemas adalah perasaan yang dialami ketika memikirkan ancaman atau hal yang tidak menyenangkan  yang belum terjadi atau bahkan tidak akan pernah terjadi. Bayangan yang tidak menyenangkan atau menakutkan itulah yang membuat anda cemas. Tanda-tandanya seperti jantung berdebar kencang, gemetar, ketegangan, gelisah atau sulit tidur, berkeringat, dan lainnya.

Bagaimana depresi dapat terjadi ? tanggapan individu terhadap peristiwa traumatis atau kondisi krisis yang dialami menyebabkan memunculkan reaksi berupa emosi seperti cemas, takut, sedih, kehilangan arah, down, marah, stress, murung dan lain sebagainya. Sebenarnya hal ini wajar jika dimunculkan indivdu sebagai tanggapan dari peristiwa traumatis. Namun jika individu mengalaminya dalam kurun waktu yang cukup lama bisa masuk dalam fase depresi. Pada hitungan jam ini disebut gangguan emosi, pada hitungan hari ini disebut sebagai gangguan mood.  Gangguan emosi disebut sebagai depresi jika dialami individu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Kemurungan yang dialami individu jika dalam kurun waktu yang singkat belum bisa dikatakan sebagai depresi, tapi hal itu merupakan gejala penting dari depresi. Gejala-gejala lain dari depresi meliputi gejala fisik, psikis dan emosi. Gejala fisik seperti gangguan pola tidur misalnya sulit tidur atau jam tidu yang terlalu sedikit / berlebihan, menurunnya tingkat aktivitas, menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja, mudah merasa letih dan sakit. Gejala psikis seperti kehilangan rasa percaya diri, sensitif, merasa tidak berguna, merasa bersalah, merasa terbebani. Gejala sosial seperti minder, malu, cemas berada di dalam kelompok, tidak nyaman berkomunikasi secara normal, sulit terbuka dan aktif menjalin hubungan dengan lingkungan walaupun ada kesempatan.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa tanggapan (emosi) yang kita berikan terhadap situasi hendaknya tidak terlalu lama agar tidak masuk dalam fase depresi. Terima dan maafkan keadaan untuk kebaikan diri sendiri. Jika anda merasakan gejala-gejala depresi silahkan menghubungi layanan psikologi / konselor yang anda percaya untuk membantu anda menjaga kesehatan mental. Tetap semangat ! salam positif :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun