Tertanggal 1 februari
aku masih memeperhatikanmu dari jauh, mengingat dengan pasti bahwa seharusnya kau mengenakan kemeja coklat muda yang sama seperti malam malam sebelumnya ketika sabtu
at lebih tampan dari biasanya.
waktu menunjukkan pukul delapan malam lewat dua menit, sudah berjam jam yang lalu aku menunggumu, dan sudah empat puluh lima menit sejak kau menjejakkan kakimu ke kedai kopi ini, kau sudah menghabiskan segelas kopi dengan dua piring kecil kue sambil sesekali melihat jam di tangan kananmu yang sepertinya baru saja kau beli, kau memandang ke jendela yang basah sehabis hujan lalu setelahnya kau melanjutkan untuk membaca buku, dalam empat puluh lima menit ini kupastikan sudah lima kali kau melakukan hal sama,
sepertinya kali ini kau menunggu datangnya seseorang.
tersebutlah aku Danirmala Kiran wanita berseragam dengan warna yang sama setiap harinya yang sudah 7 bulan lewat 8 hari memperhatikan detail tentangmu, “selamat malam, selamat datang di kedai kami” kau hanya tersenyum sebentar lalu masuk tanpa mempedulikan, namun bagiku itu sungguh sudah sangat lebih dari cukup. dalam tujuh bulan belakangan sejak aku bekerja sebagai pegawai baru disini sepertinya baru kali ini aku melihat kau begitu gugup, jika biasanya dalam 20 menit kau bisa menghabiskan setengah halaman buku bersampul hitam yang biasa kau baca, yang hingga sekarang aku masih saja penasaran dengan judulnya, maka pada malam ini kau hanya berkutat pada halaman yang sama
aku tidak tau berapa umur yang terpaut diantara kita, dan entah bagaimana aku bisa begitu lancang mamanggilmu dengan nama Ardan, ya Ardan Khalaf Faith nama yang cukup mudah untuk kuingat, nama yang tertera di kartu tanda penduduk yang sengaja kau berikan ketika kau lupa membawa dompet untuk membayar kopi dan kue yang sudah kau habiskan di sabtu kemarin
Dan, sepertinya aku benar benar menyukai segala hal tentangmu, bahkan kegugupanmu kala itu
aku tidak terlalu tau tapi menurutku, akan baik baik saja memanggilmu hanya dengan nama, toh hingga saat ini sepertinya kau masih tidak sadar akan kehadiran dan mataku yang diam diam merekam semua gerakmu.
pukul delapan malam lewat tiga puluh tujuh menit, setelah melihat ke jendela yang sudah mulai kering, tiba tiba kau berdiri, membenarkan letak leher kemejamu, merapikan garis garis di kemeja putihmu yang sudah mulai kusut karena terlalu lama duduk hingga saking gugupnya kau hampir saja menumpahkan ampas kopi yang sudah sedari tadi habis ke atas buku bersampul hitammu
kira kira sekitar satu menit berikutnya seseorang dengan kemeja biru tua dan blazer hitam masuk ke pintu, ia terilihat begitu anggun dengan rambut agak basah lurus sebahu yang terkuncir rapi, dan kacamata tipis berbingkai hitamnya, ia terlihat begitu biasa namun mempesona.