Mohon tunggu...
suci aulia rahma
suci aulia rahma Mohon Tunggu... Lainnya - Gallery of my articles

Hello, i'm a Journalism student at Padjadjaran University:)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sex Education, Dianggap Tabu tapi Darurat

10 Oktober 2020   20:37 Diperbarui: 11 Oktober 2020   11:15 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembicaraan seks masih dianggap tabu (Ilustrasi: shutterstock via kompas.com)

Hari Anak Perempuan Internasional setiap 11 Oktober membuat saya ingin membahas tentang sex education di Indonesia. Sebagai catatan, dilansir dari Kompas.com, kekerasan berbasis gender online (KBGO) terhadap perempuan meningkat tiga kali lipat saat pandemi Covid-19. 

Banyaknya kasus kekerasan seksual di Indonesia membuat saya sangat khawatir. Kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapapun dengan gender apapun, namun perempuan menjadi gender yang paling banyak menjadi korban.

Hidup sebagai perempuan di Indonesia, selalu menjadikan saya was-was apalagi saat saya keluar pada malam hari. Padahal setiap orang berhak memiliki kehidupan yang aman dan nyaman.

Menurut Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), sex education harus disampaikan secara komprehensif. UNESCO telah membagikan poin kunci yang dibagi berdasarkan umur dan juga perbedaan norma dan kultur sosial di berbagai negara.

Poin kuncinya beragam, mulai dari memahami hubungan, gender, nilai-nilai dan stay safe dalam seks, hak-hak dan budaya seksualitas, sampai kesehatan tubuh dan organ seksual.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa sex education tidak hanya membahas seputar hubungan seks. Banyak pembahasan lainnya yang sangat penting untuk diketahui.

Misalnya, hal yang yang harus diketahui sebelum melakukan seks, hal yang terjadi jika tidak menggunakan alat kontrasepsi, hal yang harus dilakukan sesudah seks, hal yang harus diperhatikan untuk menjaga organ reproduksi, hal yang harus dilakukan jika mendapatkan kekerasan seksual, dan masih banyak lagi.

Namun masyarakat Indonesia masih menganggap bahasan tentang seks adalah hal yang tabu. Padahal sangat memprihatinkan jika melihat masih banyak perempuan yang malu untuk bertanya seputar pendidikan seks kepada orangtua.

Bahkan masih banyak teman-teman perempuan saya yang malu untuk meminta pembalut kepada teman, membawa pembalut atau membeli pembalut. Mereka menyembunyikannya di kantong baju atau bahkan kantong plastik.

Perempuan tidak perlu malu untuk membeli pembalut. Laki-laki atau perempuan tidak perlu malu untuk membeli alat kontrasepsi. Percakapan tentang pendidikan seks dalam keseharian juga tidak perlu dianggap sebagai hal yang aneh. Mulai dari hal-hal dasar seperti ini yang harus berubah.

15 juta anak perempuan di dunia (termasuk Indonesia) menikah sebelum berusia 18 tahun. Sekira 16 juta anak rentang usia 15-19 tahun dan satu juta anak perempuan berusia di bawah 15 tahun melahirkan tiap tahunnya di dunia. (Global Education Monitoring Report UNESCO, 2019)

Umumnya, jika ada kasus pemerkosaan anak di Indonesia, jalan keluar yang diambil adalah menikahkan si pemerkosa dengan korban. Sangat jarang kasus tersebut ditempuh secara hukum.

Bayangkan korban yang mengalami trauma akibat diperkosa, kemudian ia dipaksa untuk menikah dengan pelaku. Kebanyakan korban akan mengalami traumanya berulang kali dengan mengingat kejadiannya jika melihat wajah pelaku. Namun korban malah dipaksa untuk menikahi pelaku yang mana akan ia lihat setiap hari nantinya.

Budaya hukum seperti ini harus segera dihilangkan dari Indonesia. Masyarakat Indonesia harus belajar banyak tentang efek kekerasan seksual, dari sini kita dapat melihat penting sekali untuk mengedukasi masyarakat tentang pendidikan seks.

Selain hal di atas, GEM Report juga menemukan bahwa hanya sekira sepertiga dari orang berusia 15-24 tahun memiliki pengetahuan komprehensif tentang pencegahan dan penularan HIV.

Dilansir dari Tagar.id Pada laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, 29 Mei 2020, tentang Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2020 jumlah kasus HIV secara nasional sebanyak 388.724.

Salah satu penyebab menularnya HIV/AIDS adalah seks dengan pasangan yang berbeda-beda dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi seperti kondom.

Di Indonesia, yang memiliki latar belakang beragam budaya dan agama, seks merupakan topik yang panas dan sensitif. Masyarakat Indonesia juga dikenal religius, sehingga seks dianggap hal yang tidak baik dalam agama jika dilakukan secara bebas.

Di Indonesia, kasus hamil di luar nikah tetap banyak terjadi, walaupun seks bebas dianggap hal yang buruk. Namun dalam kasus hamil di luar nikah yang menjadi sorotan adalah perempuannya, karena ia yang mengalami kehamilan.

Ibu saya bilang, "Perempuan jangan mau diajak seks sama sembarang laki-laki. Kalau hamil, kamu ada jejaknya, sedangkan laki-laki tidak memiliki bekas apapun." Hal tersebut membuat banyak yang menganggap remeh perempuan yang hamil di luar nikah.

Dalam kasus seks bebas, pekerja seks komersial (PSK) juga selalu dianggap rendah di mata masyarakat Indonesia.

Saya tidak masalah dengan anggapan bahwa seks bebas itu buruk jika dalam agama seperti itu. Namun yang perlu diketahui di sini adalah, jika ingin menghindari seks bebas, maka harus juga memiliki pengetahuan tentang seks.

Penting untuk memberikan pengetahuan mengapa tidak boleh melakukan seks bebas atau seks sebelum menikah harus diajarkan kepada anak, disamping penjelasan secara agama.

Saya menganggap pendidikan seks harus diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas. Di Indonesia, orang dewasa saja masih banyak yang mengalami kekerasan seksual. Apalagi anak-anak dan remaja, mereka sangat rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Untuk mengurangi dan menekan angka kekerasan seksual pada anak dan remaja, perlu diberikan pendidikan seks sesuai umur dan tingkatan kelasnya. Misalnya, untuk anak di tingkat SD mulai diperkenalkan dengan anggota tubuhnya, seperti vagina dan penis.

Saat memperkenalkan anggota tubuh, lebih baik menggunakan istilah yang sebenarnya daripada menggunakan sebutan sendiri seperti "burung", walaupun sudah menjadi sebutan umum lain untuk penis. Hal ini dilakukan agar anak lebih mengenal anggota tubuhnya sendiri.

Menggunakan istilah anggota tubuh dengan sebutan yang sebenarnya tidak masalah, tapi jika Anda tidak mau menggunakan istilah tersebut, Anda bisa menggunakan istilah "kemaluan" yang lebih umum.

Semakin tinggi tingkatannya, mulailah memperkenalkan anak dengan istilah menstruasi dan mimpi basah, kemudian terus meningkat sesuai tingkatannya.

Di sini, peran orangtua juga penting untuk memberikan pendidikan seks kepada anaknya. Melihat betapa daruratnya pendidikan seks di Indonesia sudah saatnya kita menghilangkan istilah tabu untuk mempelajari atau membahasnya.

Sejak panasnya media sosial beberapa waktu lalu karena adanya aksi tolak Omnibus Law di berbagai daerah di Indonesia, saya jadi memantau Twitter seharian, karena saya tidak ikut turun ke lapangan tempat demonstrasi berlangsung.

Saya mendapati banyak sekali akun-akun yang menyebarkan informasi yang mungkin akan dibutuhkan oleh demonstran. Seperti informasi bantuan hukum tim advokasi demokrasi, hotline anti kekerasan jurnalis, sampai posko aduan kekerasan seksual saat aksi Omnibus Law yang menarik perhatian saya.

Dengan adanya banyak informasi yang mengajak korban kekerasan seksual saat aksi untuk speak up, ini menandakan bahwa sudah banyak masyarakat yang concern dengan permasalahan ini. Hal ini membuat saya senang.

Semoga kelak Indonesia memiliki pendidikan seks dengan kualitas yang baik. Ayo ajarkan kepada anak-anak pendidikan seks sedari dini! Sex Education bukanlah hal yang tabu untuk dibahas, jadi jangan malu untuk membahasnya dengan anak atau teman anda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun