Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dipercaya Mengisi Acara TVRI sebagai Guru Inspiratif: Bangga atau Beban Moral?

20 Mei 2024   15:32 Diperbarui: 20 Mei 2024   15:34 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dipercaya Mengisi Acara TVRI sebagai  Guru Inspiratif: Bangga atau Beban Moral?

Bulan Mei adalah bulan pendidikan dan sekaligus momen yang berharga dalam hidup saya. Di daulat sebagai pengisi acara TVRI Nasional sebagai salah satu guru inspiratif merupakan kebanggaan sendiri. Namun, rasa bangga itu tak pantas membuat saya senang. Ada rasa beban yang menghimpit di dada yakni mempertahankan kualitas diri agar terus menampakan diri berdampak pada sekitarnya terutama dunia pendidikan.

Inilah ulasan perjalanan saya semoga kita sama-sama belajar menjadi pribadi lebih baik dan terus adaptif dengan keadaan serta sampai saya terpilih menjadi salah satu guru pengisi TVRI. Teman-teman pembaca bisa saksikan di link berikut https://m.vidio.com/watch/8194314-tvri-19-mei-2024

Awalnya bagi saya, kuliah merupakan barang mahal yang bisa dilakukan. Berbekal membujuk orang tua dengan menggadaikan sertifikat tanah. Namun, tetangga memanfaatkan kesempatan padahal orang tua kala itu hanya meminjam Rp 300.000 pada tahun 2002 tapi tetangga meminjamkan Rp 2500.000 lalu sisanya untuk kepentingan pribadi. Hingga sertifikat itu tak ada sampai sekarang. Itulah perjuangan orang tua saya untuk pertama kali agar saya dapat melakukan pendaftaran di perguruan tinggi.

Sebuah momen yang membuat saya tak bisa melupakan hingga sekarang. Saya memang tak pernah diantar sendiri oleh keluarga. Apalagi keluarga juga belum pernah tahu tentang dunia pendidikan. Berbekal nekad saya mencoba pergi sendiri dan untung ada teman satu sekolah bertemu hingga ada teman yang diajak bertukar pikiran.

Perjalanan kuliah tidak pernah mulus layaknya jalan jol. Banyak kerikil tajam yang selalu menghadang. Sempat telat kiriman dana dari wesel orang tua yang membuat saya merasakan makan menggunakan lauk garam selama seminggu. Kondisi ini membuat saya tergerak agar tidak menjadi beban orang tua untuk bekerja dan memulai membuka diri di luar aktivitas kampus. Ya awalnya hanya belajar dan belajar agar IPK tetap stabil.

Namun, anggapan saya salah. Ternyata dengan berorganisasi banyak kemudahan yang saya peroleh mulai informasi kerja. Alhamdulillah di setiap kesulitan kalau kita mau bekerja keras, insyaAllah ada kemudahan. Saya mulai bekerja menjadi guru honor, pengisi bimbel, dan privat. Hal ini saya lakukan agar bisa membiayai kuliah sendiri dan membantu meringankan beban orang tua.

Perjuangan membagi waktu tidaklah mudah. Kadang pulang hingga larut malam yang menuntut saya tetap mempertahankan kualitas diri. Apalagi ditambah dengan kegiatan organisasi yang luar biasa mmbuat saya mesti bijak memilah dan menentukan sebuah keputusan. Alhamdulillah semua hal saya bisa lakukan dengan membangun komunikasi efektif sehingga dapat menamatkan pendidikan dengan IPK di atas 3,5.

Sementara itu, tanggung jawab organisasi saya lakukan dengan baik. Begitu juga pekerjaan semua sesuai jadwal masing-masing. Saya mendapat honor bisa dikatakan sangat tidak sesuai pengorbanan. Tapi saya menikmati profesi tersebut  sampai 5 tahun lamanya. Meski, banjir dan hujan sekalipun saya tetap tunaikan untuk mmberikan kinerja terbaik. Saya percaya keberkahan hidup dari apa yang kita dapatkan dengan bekerja sungguh-sungguh. Apa pun hasilnya, Allah punya rencana indah di kemudian hari.

Setiap liburan semester saya selalu sempatkan pulang mesti hanya beberapa hari. Karena pekerjaan yang tak bisa diabaikan. Saya tahu rasanya menjadi petani sawah yang seharian terbakar oleh panas mentari. Di saat itulah air mata menetes. Meskipun sejak kecil sudah terbiasa. Tapi empati itu mulai tumbuh seiring dengan pengalaman yang saya miliki. Ada tekad saya untuk mengubah hidup agar kelak orang tua dapat merasakan perjuangan yang telah diberikan kepada saya.

Perjuangan kuliah, organisasi kampus yang sering melaksanakan aksi kampus, dan pengabdian menjadi guru menjadi pengalaman indah sebelum diangkat menjadi abdi negara. Tepat 1 april 2009 saya menikmati menjadi guru ASN. Sejak itulah kehidupan mulai bersahabat. Meskipun di tempatkan di tempat yang jauh akses di kabupaten. Dengan jalan yang masih berbatu, fasilitas air seminggu sekali mengalir itu pun kalau lancar, sedangkan listrik baru menyala di malam hari. Belum lagi kekurangan lainnya. Namun peristiwa tersebut tak menyurutkan  langkah dan niat memberikan yang terbaik.

Saat saya ditempatkan, saat itu UN menjadi syarat kelulusan. Di saat itulah idealis dan sifat perfeksionis menjadi karakter. Hingga pencapaian nilai tertinggi bahasa Indonesia di kabupaten saya raih dan mendapat nilai sempurna di salah satu siswa. Hampir tiap malam waktu saya bergelut dengan laptop untuk menyusun strategi agar pencapaian nilai UN mapel saya tetap stabil.

Hingga akhirnya mengembangkan diri untuk membina berbagai lomba. Tak hanya dalam bidang kepenulisan, tapi bidang lain misalnya seni dan kepemimpinan. Hal ini saya  lakukan agar murid punya pengalaman belajar untuk mengembangkan bakat dan minat. Meskipun ada yang gagal namun motivasi terus diberikan hingga murid tersebut mampu menampilkan diri menjadi sangat juara.

Perjuangan yang lelah tanpa mengenal waktu saya lakukan. Terkadang saya mengikuti keinginan murid menerima bimbingan meskipun di jam istirahat bahkan di malam hari.  Hal itu tetap saya lakukan agar kemampuan dirinya tetap saya layani. Namun, Allah memberikan hadiah prestasi yang diberikan kepada saya melalui juara lomba.

Tak hanya itu, sejak pandemik ,saat itulah mata saya terbuka. Yang selama ini banyak berkutat dengan urusan siswa dan pembelajaran. Saat itulah saya sadar setelah mengikuti webinar dan pelatihan daring. Di antaranya adalah Wardah Inspiring Teacher, webinar kampus cikal atau webinar lainnya, dan pelatihan mandiri di simpkb. Waktu yang saya gunakan untuk pengembangan diri di malam hari saat buah hati tidur. Sengaja saya memilih malam hari agar jam efektif bisa fokus memberikan pelayanan kepada murid. Saat itulah saya banyak belajar dan banyak diberikan pencerahan serta mengubah menset saya tentang hakikat menjadi guru lebih baik. Dari situlah gaya mengajar, asesmen, penampilan diri, dan lain-lain saya mulai dibenahi pelan-pelan.

Dimulai dengan menerima segala masukan dari murid yang membuat saya meneteskan air mata. Selama ini saya anggap menjadi guru yang jarang sekali absen dan mencoba menjadi guru terbaik. Ternyata kritikan itu membuat saya sadar bahwa saya masih harus banyak belajar dan memperbaiki kualitas diri dengan terus merefleksikan diri.

Dengan segala kelemahan, saya berbenah agar menjadi guru yang disukai. Memang semua perlu pengorbanan dan dedikasi yang tinggi untuk mewujudkan itu semua. Tak hanya itu, perlu prinsip hidup yang kuat agar kita tidak larut dalam lingkungan yang membuat kita terlena. Saya percaya setiap gaji yang kita nikmati akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itulah, sesibuk apa pun saya usahakan untuk tetap mengisi kelas karena itu sumber rezeki untuk keluarga.

Sementara untuk menjadi pembimbing tidaklah mudah. Perlu pengorbanan waktu dan dedikasi untuk menepis ego diri agar hasil sesuai harapan. Tak seorang pun pembimbing yang untung selain rasa bangga. Jika seorang guru ingin terjun di dalamnya harus rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan materi serta mampu mengelola psikologis murid agar terus semangat menyelesaikan pengembangan diri.

Tak hanya sebagai guru, juga pembimbing lomba, koordinator presisi dan P5, serta waka kesiswaan. Semua jadwal saya susun begitu apik untuk menyeimbangkan kepentingan pribadi, keluaga, dan pekerjaan. Sampai-sampai saya harus membuat proposal hidup agar orientasi hidup tetap teratur. Hingga akhirnya saya dinobatkan menjadi guru inspiratif untuk mengisi acara TVRI nasional.

Biasanya senang mendapat tawaran itu, tapi terasa sesak di dada. Ada beban berat seolah menjadi pikiran. Semoga kepercayaan itu tidak luntur oleh keadaan tapi justru menguatkan langkah berbuat baik bagi  dunia pendidikan dan menebarkan kebaikan meskipun hanya bisa seadanya. Semoga kisah ini membuat kita tergerak dan belajar bersama bahwa pekerjaan adalah amanah yang mesti kita jalani dengan sepenuh hati agar membawa keberkahan di setiap langkah kehidupan. InsyaAllah ada kejutan indah di kemudian hari yang Allah siapkan untuk hambanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun