Mohon tunggu...
Suciati Lia
Suciati Lia Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar mengungkapkan sebuah kata agar bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Menggapai Damai di Hati: Memaafkan di Hari Lebaran Idul Fitri Meskipun Kenangan Luka Sulit Dikubur

11 April 2024   07:00 Diperbarui: 11 April 2024   14:11 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Silaturahmi ke Kerabat, (Dokumentasi Pribadi)

Menggapai Damai di Hati: Memaafkan di Hari Lebaran Idul Fitri Meskipun Kenangan Luka Sulit Dikubur

Kemarin, tepatnya Rabu 10 April 2024 seluruh masyarakat Indonesia merayakan sukacita lebaran dengan penuh kebahagiaan sebagai pertanda berakhirnya bulan Ramadan. 

Di hari Raya Idul Fitri sudah menjadi tradisi untuk menguatkan silaturahmi antarsesama dan memperdalam nilai-nilai kemanusiaan misalnya toleransi,keikhlasan, dan juga perdamaian. Selain itu, merupakan momen untuk membersihkan hati dan jiwa dari kebencian dan juga dendam. 

Kebencian dan juga dendam memang sulit dilupakan apalagi peristiwanya sampai membekas di kalbu. Berusaha menepis memanglah tidak mudah. Tapi berusaha berdamai dengan hati akan membuat kita berusaha melupakan agar hati tetap terjaga.

Kita semua pernah berbuat salah sebab kita sebagai manusia yang tidak sempurna. Sebagai manusia yang tidak sempurna terkadang ada tutur kata yang tidak terkontrol maupun sikap yang berlebihan saat sedang marah sehingga mengakibatkan konflik berkepanjangan. 

Konfik itu disebabkan karena warisan keluarga, dihianati, pura-pura baik padahal sebaliknya, dan lain-lain. Pengalaman itu selalu menghantui pikiran apalagi rasa trauma yang ditimbulkan mengakibatkan sulit untuk memaafkan.

Barangkali dari kita masih menyimpan kenangan luka masa lalu meskipun tahu bahwa momen lebaran Idul Fitri dianggap sebagai momen untuk saling memaafkan dan berusaha berdamai dengan masa lalu. Namun kenyataan sebagian orang dalam memaafkan masih terasa sulit apalagi luka itu telah mengakar dalam dan mempengaruhi interaksi diri dengan sekitarnya.

Padahal memaafkan merupakan salah satu nilai yang telah dianjurkan oleh Agama Islam dan bahkan Baginda Rasulullah mengajarkan kepada kita semua betapa pentingnya memaafkan dalam banyak hadisnya bahkan dalam situasi sulit sekalipun. 

Namun dalam praktiknya memafkan sering kali mengalami kesulitan dan memilih untuk bersikeras menyimpan rapat-rapat di benak. Namun perlu diingat bahwa proses berdamai dengan luka perlu agar pikiran tenang. Kita juga tak perlu menepis bahwa kenangan luka pernah ada tapi berusaha menerima kenyataan dan berusaha memilih untuk tidak mengeraskan hati terjebak dalam lingkaran negatif.

Saatnya kita berusaha membebaskan hati dan pikiran di momen istimewa ini untuk melepaskan segala benci dan dendam dan berusaha sekuat tenaga mengubur luka yang masih terpatri di hati. 

Dari luka itu kita belajar menjadi kuat dan tidak lemah. Dari luka itu kita telah membuktikan pada dunia bahwa kita bisa bangkit dari keterpurukan dan berusaha menyembuhkan luka itu secara perlahan-lahan hingga hilang tak membekas. 

Dari luka itu, kita tahu rasanya sakit hati. Dari luka itu, menjadikan diri untuk selalu belajar mengoreksi diri untuk mengotrol setiap tutur kata dan juga perbuatan agar tidak menimbulkan luka bagi orang lain.

Apa yang harus kita lakukan agar kenangan itu setidaknya tidak menghantui pikiran kita? Langkah pertama untuk mendamaikan hati dalam memaafkan dengan menerima proses tersebut membutuhkan waktu dan kesabaran. Janganlah kita memaksakan untuk memaafkan secara langsung apalagi luka itu begitu dalam. Namun, perlu kita tanamkan tekad kuat dalam benak disertai niat yang ikhlas agar upaya tersebut terwujud.

Tak hanya itu, kita perlu memahami bahwa memaafkan bukan berarti kita melepaskan tanggung jawab atas sikap dan perbuatannya. Memaafkan adalah mengenai melepaskan beban psikis emosional yang dirasakan dan mengizinkan hati dan pikiran melanjutkan hidup tanpa dihantui bayang-bayang kemarahan dan kesedihan tanpa ada ujungnya.

Yang terakhir penting untuk kita ingat bahwa memaafkan merupakan perilaku yang penuh keberanian dalam mengerahkan kekuatan diri. Saat kita memilih memaafkan orang lain kita berarti memberikan kesembuhan hati tapi juga memberikan  kesempatan bagi orang lain untuk refleksi diri untuk sama-sama belajat atas kesalahan yang diperbuatnya.

Melalui lebaran ini kita jadikan momentum yang tepat untuk saling memaafkan. Buatlah suasana keramahtamahan dan kedekatan dengan keluarga, teman, dan tetangga agar dapat memberikan dukungan yang kita perlukan untuk melepaskan kenangan masa lalu agar kita dapat meraih damai di hati. Dengan begitu, kita merasakan kelegaan yang mendalam dan juga membuka pintu baru menuju hidup lebih bahagia penuh makna.

Di momen bahagia ini, saya pribadi mengucapkan mohon maaf kepada sahabat kompasiana dan kepada semuanya. Semoga kedamaian yang membuat kita semangat melangkah ke depan dengan selalu berpikiran positif. Sebab, dari pikiran kitalah yang membuat bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun