Leadership biasa disebut sebagai kepemimpinan. Setiap manusia yang diutus ke bumi sebagai khalifah atau pemimpin. Menjadi seorang pemimpin tidak selalu identik dengan memimpin orang lain tapi bagaimana memimpin dirinya juga bisa dikatakan sebagai leadership.Â
Untuk menumbuhkan leadership memerlukan sarana dan metode dalam prosesnya. Anda tak perlu khawatir dalam menumbuhkan itu. Asal Anda berkenan belajar semua hal yang tak mungkin akan terasa lebih mudah.
Nah, sebelum kita tahu bagaimana cara menumbuhkan leardership. Lalu timbul pertanyaan di benak kita. Seberapa pentingkah peranan leadership itu bagi guru? Apa selama ini terjadi miskonsepsi bahwa yang belajar kepemimpinan hanya terkhusus kepala sekolah dan pengawas yang salah satunya tugas utamanya melakukan pembinaan kepada guru dan manajemen sekolah. Anggapan itu tak selamanya salah tapi perlu diluruskan bahwa kepemimpinan itu perlu bagi guru miliki sebagai pemimpin dan mengelola kelas yang diajarnya. Selain itu, bagaimana mengelola emosinya dalam pembelajaran agar pembinaan dan pengajarannya dapat menghadirkan rasa nyaman bagi murid.Guru dapat belajar leadership melalui komunitas belajar. Komunitas belajar  salah satunya melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau dikenal dengan sebutan MGMP mata pelajaran. Nah, jangan sampai terjadi miskonsepsi mengenai keikutsertaan dalam komunitas ini. Kita harus membuang jauh-jauh anggapan berikut
1. Â Buang-buang waktu
Nah, ini anggapan yang keliru. Segala sesuatu yang kita lakukan memerlukan pengorbanan baik waktu maupun tenaga. Tidak serta merta langsung jadi. Kita jangan mudah tergoda dengan melihat seorang yang berhasil tanpa ingin mengetahui bagaimana prosesnya. Anggapan ini yang menjadi miskonsepsi. Hal ini hendaknya dibuang dari benak kita.
2. Sebagai tempat  bercerita tak ada manfaat
Miskonsepsi yang kedua adalah sebagai tempat bercerita. Anggapan ini tentu keliru. Kekeliruan harus ditepiskan. Jika kita datang hanya mengobrol sesuatu yang kurang berguna seakan waktu yang digunakan kurang berfaedah. Kita boleh mengobrol untuk menjalin silaturahmi. Ingat, ada batasan yang mesti kita punya dan fokus pada tujuan pertemuan agar hasilnya sesuai harapan.
3. Â Tempatnya jauh dan bisa dikerjakan sendiri
Kadang ada istilah yang tren di kalangan kita dengan sebutan mager (malas gerak). Karakter ini akan menumbukan kebiasaan untuk berkembang. Tempat yang jauh kalau menjadi beban tentu akan menjadi hambatan untuk mengaktualisasi diri. Tapi, selama menjadi tantangan, seberat apapun itu atau sejauh apa pun medan jaraknya tak menghalangi langkah untuk belajar. Selain itu, tak selamanya kita mampu menyelesaikan sendiri persoalan yang berkaitan dengan ilmu dan pengalaman. Kita membutuhkan orang lain dalam berbagi praktik baik guna memperbarui pengalaman yang kita miliki.
Nah, bagaimana kita menghilangkan miskonsepsi mengenai belajar di komunitas salah satunya MGMP. Inilah tips sederhana yang patut diikuti sebagai langkah menumbuhkan leadership kita sebagai guru. Hal ini sangat berguna memperbaiki kualitas diri sebagai guru dan menjalin hubungan dengan orang lain.
1. Â Keinginan kuat untuk belajar
Ada ungkapan mengatakan bahwa menuntut imu sampai hembusan napas. Hal itu berarti ada kewajiban belajar terus-menerus yang tak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Tak masalah usia bertambah, yang terpenting semangat tak boleh kendor. Semangat itu itulah yang menjadi peluru yang siap meluncur dan membakar rasa  malas di pikiran.
Di komunitas belajar kita dapat belajar banyak hal mulai cara pengajaran yang menyenangkan, cara membuat perencanaan yang apik, cara memanajemen komunitas hingga membuat manajemen organisasi aktif, dan banyak hal lain yang tidak kita dapatkan dibangku kuliah atau pengalaman mengajar guru. Pengalaman baru ini awalnya akan membelenggu jika kita lakukan dengan terpaksa. Jika itu melibatkan dengan hati tentu kita akan memperoleh sejuta manfaat dari apa yang kita kerjakan.
Dari pengalaman ini tentu kita akan belajar sederhana. Sederhana yang kita praktikkan adalah memimpin diri kita yang berupa manajemen waktu. Hal ini juga termasuk manfaat dari leadership. Manfaat ini tentu membuat perubahan dalam hidup kita sebagai guru. Perubahan itu tentu memerlukan perencanaan yang matang sebelum dikerjakan. Hasil pikiran dan pengalaman dari komunitas adalah stimulus untuk dijadikan bahan perencanaan.
2. Â Mencoba hal baru
Tak hanya belajar mengenai ilmu pengajaran dan pedagogik semata, di komunitas belajar kita dapat belajar banyak hal. Bagaimana kita bisa menggerakkan komunitas dalam kepemimpinan sebagai pengurus. Awalnya memang susah jika kita tak pernah terjun dalam organisasi. Inilah seni tantangan dalam hidup yang mesti kita pecahkan. Tantangan ini tentu mengalami kegagalan dan pasat surut. Itulah hal baru yang masih mengandung teka-teki yang memerlukan jawabannya.
Dari pengalaman ini tentu berdampak pada pengelolaan kelas. Jika kita menemui kelas yang kurang aktif atau kurang semangat menyambut mata pelajaran disebabkan banyak faktor. Kita sebagai guru tak habis pikir. Banyak cara yang telah kita tempuh di komunitas yang bisa kita terapkan di kelas. Nah, bermanfaat bukan?
Selain itu, kita bisa belajar hal baru misalnya mengembangkan kepenulisan untuk menciptakan karya inovatif yang berguna sebagai syarat kenaikan pangkat. Pada awalnya kita tak menyangkat bahwa diri kita memiliki bakat menulis. Bakat itu perlu Latihan supaya terbiasa dengan kegiatan baru. Dari Latihan itu memerlukan vitamin agar bisa mengembangankan diri. Vitamin itu berupa membaca dan pengalaman. Kedua hal tersebut setidaknya menjadi stimulus kita melangkah mencoba terjun ke dunia literasi.
Tak hanya itu, di komunitas kita bisa mencoba menjadi conten creator, youtober, pembicara, dan sebagainya. Pilihan passion itu ada pada diri kita. Asal kita bisa keluar dari zona aman untuk berkreasi maka jalan karier sebagai guru tak hanya sebatas tenaga pengajar tapi bisa lebih dari itu semua. Semua bisa dijalankan seirama asal tugas utama sebagai guru tidak terganggu. Sementara yang lain hanya sebatas pemanis belaka yang membuat hidup tidak monoton dan berwarna.
3. Â Mengevaluasi dan merefleski diri
Setiap kegiatan kita ikuti tentu perlu refleksi dan evaluasi. Apakah kegiatan yang kita jalani membawa manfaat atau justru banyak kerugian yang kita peroleh. Dari kegiatan refleksi dan evaluasi menjadi gambaran buat renungan. Hasil renungan itu akan di follow up guna memperbaiki kualitas diri agar hasil ke depannya sesuai harapan.
Sebelum kita terjun ke dalam komunitas maka luruskan niat dan tujuan yang hendak dicapai. Jika kita mencari ketenaran semata maka jika tidak berhasil maka akan putus asa dan kecewa. Niatkan untuk belajar dan mengembangkan diri agar bila kegagalan menghampiri maka akan menyemangatkan diri kita pada tujuan utama. Menjadi leadership memerlukan proses yang panjang. Aktifkan diri kita dalam komunitas. Jangan menjadi anggota pasif yang hanya menerima saja. Tapi, aktif dalam menggerakkan diri agar hasil yang kita dapatkan memiliki manfaat bagi diri, orang lain, dan tentu bagi dunia pendidikan. Sebab, perubahan pada diri kita, kitalah yang bisa menggerakkan bukan orang lain. Yakinkan diri semua itu ada manfaatnya kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H