Mohon tunggu...
Suciana Dwi Irawati
Suciana Dwi Irawati Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang IRT

pendidikan matematika , Online Shop , blogger, IRT @Sucianadwi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menatap Masa Kini dan Masa Depan Energi Nasional

13 Mei 2015   10:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:42 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara yang di anugerahi sumber daya alam yang melimpah. Indonesia memiliki Sumber daya alam berupa migas maupun non migas. Sumber daya migas ini merupakan energi yang tak dapat diperbarui, lama kelamaan akan habis. Maka dari itu sebelum habis, Indonesia harus mampu mengolahnya dengan baik.

Sumber daya alam melimpah tidak selalu identik dengan tingkat kemakmuran suatu negara. Kondisi ini dapat dilihat dari perjalanan Indonesia dalam dua dekade terakhir. Walaupun memiliki SDA, dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak cukup berhasil bila dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lainnya di kawasan Asia yang justru miskin SDA.

Teori “the resource curse” (kutukan SDA) menjelaskan bahwa pemerintah suatu negara yang kaya SDA biasanya akan mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya karena lebih mengandalkan kekayaan SDA untuk mendapatkan devisa.

Kebutuhan migas sangat besar seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), penduduk dunia diperkirakan mencapai 7,8 miliar jiwa pada 2020 dan 8,7 miliar jiwa pada 2035. Dengan populasi yang terus bertambah, sementara SDA semakin terbatas, persaingan penduduk dunia akan semakin keras demi melanjutkan kelangsungan kehidupannya. Bahkan, menurut beberapa penelitian, kebutuhan akan SDA, termasuk sumber daya energi tak terbarukan, seperti minyak bumi, akan lebih cepat meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk

Saat ini, Lifting Minyak dalam negeri hanya mencapai 800 ribu barel per hari sedangkan kebutuhan dalam negeri mencapai 1,6 Juta Barel per hari sehingga masih membutuhkan 800 ribu barel minyak per hari untuk memnuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini sangat berbeda dengan dua dekade lalu Indonesia masih merupakan eksportir minyak, sekarang justru menjadi importir.

[caption id="attachment_365687" align="aligncenter" width="300" caption="Profil Produksi migas nasional"][/caption]

Permasalahan dalam Tata Kelola Energi

Saat ini, setidaknya ada  tantangan dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam pengelolaan energi. Pertama, cadangan energi di dalam negeri, terutama energi fosil yang selama ini menjadi tumpuan pembangunan perekonomian mulai berkurang dan laju kecepatan “pengurasan” cadangan tersebut tidak dapat diimbangi dengan laju penambahan volume cadangan

Kedua, keterbatasan infrastruktur e nergi yang mengakibatkan akses masyarakat terhadap energi menjadi terbatas dan menurunkan kemampuan pemerintah untuk menyediakan energi dalam jumlah cukup dan berkualitas bagi masyarakat dan industri.

Permasalahan energi ini kemudian diperparah oleh faktor kepemimpinan, politik, dan birokrasi di Indonesia selama ini. Menurut Marwan Batubara, Direktur Pelaksana Indonesian Resources Studies (IRESS), dalam delapan tahun terakhir  , pemerintah gagal menyelesaikan masalah subsidi BBM, mengembangkan EBT, mengkonversi BBM ke BBG, serta membangun kilang BBM, pipa transmisi/distribusi gas, penerima LNG, dan depot minyak/BBM guna ketahanan energi.

Regulasi yang berubah-ubah setiap ganti pemimpin atau kondisi politik yang kondusif mempengaruhi investasi asing terhadap migas. Para investor juga memperhatikan regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Apakah menguntungkan atau tidak.

Iklim investasi di sektor energi saat ini tidak kondusif karena berbagai faktor, mulai dari tidak adanya kepastian hukum (kurang menghormati kontrak), berbelit-belit dan panjangnya birokrasi, tumpang tindihnya peraturan, tidak rasionalnya beban pajak, tidak menariknya insentif fiskal, adanya persoalan lahan, hingga lambatnya pengambilan keputusan. Di samping itu, pengembangan sumber daya energi juga terkendala oleh keterbatasan finansial dan kemampuan teknologi. Cadangan dan produksi migas menjadi turun karena kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas tak menarik bagi investor.

Kebijakan Pemerintah mengenai Sumber Daya Alam Migas

Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan energi belum mencerminkan semangat nasionalisme. Sebagai contoh, pada 15 Maret 2006, pemerintah telah menandatangani kontrak baru perpanjangan operasi Exxon untuk ladang minyak di Cepu hingga 2030. Sebelumnya, ada PP No.35 Tahun 2004 mengenai Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang menjadi sandungan Exxon untuk menjadi operator Blok Cepu selama 25 tahun mendatang. Namun, pada 10 September 2005, pemerintah mengeluarkan PP No.34 Tahun 2005 untuk mengubah aturan yang sama. Blok Cepu memiliki cadangan minyak minimal 600 juta barel, dengan cadangan gas pasti minimal 2 tmmcf (triliun standar kaki kubik).

Namun, beda dengan sekarang, pemerintah mulai berbenah menunjukkan nasionalisme merujuk berakhirnya Blok Mahakam pada akhir tahun 2017. Dalam diskusi penyelamatan migas yang dilaksanakan kompasiana pada bulan April kemarin, pemerintah melalui kementrian ESDM menyatakan akan menyerahkan blok Mahakam ke pertamina pada tanggal 1 Januari 2018. Dengan adanya pengalihan ini, akan meningkatkan tingkat komponen dalam negeri dari segi ketertaitan BUMN.

Pemerintah juga harus memperhatikan blok lain yang akan berakhir masa kontraknya dengan kontraktor kerja sama (KKS). Ada sekitar 23 blok migas yang akan berakhir masa kontraknya. Untuk itu pemerintah harus segera membuat regulasi secepat mungkin untuk kontrak selanjutnya. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pengalihan kontrak blok migas, yaitu Sumber daya manusia yang dikhawatirkan tak mau dengan kontraktor setelah peralihan. Seperti halnya di Blok Mahakam, Ada kekhawatiran SDM yang sebelumnya bekerja dengan Total Inpex akan ikut pindah dari blok Mahakam. Namun, karena SDM hampir 96 persen merupakan WNI, berharap SDM yang ada tetap di Blok Mahakam.

Selain itu, Indonesia juga belum memiliki cadangan penyangga energi yang dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Di sinilah pentingnya pemerintah membuat kebijakan energi nasional yang dapat memberikan peranan penting dalam mencapai kedaulatan energi. Pemerintah harus kreatif dan adil dalam membuat kebijakan yang menyokong ketahanan energi nasional. Pola-pola kebijakan yang bercorak produksi-konsumsi tidak cocok lagi di tengah sulitnya menjaga ketersediaan energi nasional. Dibutuhkan stimulasi kepada sektor-sektor potensial yang mendukung terciptanya bauran energi dan upaya pencarian (eksplorasi) baru untuk menemukan cadangan baru. Kebijakan energi nasional juga harus pro kepada pendidikan dan

Blok Mahakam dalam Kenangan dan Harapan

Blok Mahakam terletak di Delta Mahakam Kalimantan Timur. Perlu diketahui bahwa Blok Mahakam merupakan salah satu blok penghasil migas terbesar di Indonesia. Cadangan minyak dan gas masih melimpah di sana walaupun sudah berkurang setelah di eksploitasi selama 50 tahun. Namun, ironisnya di wilayah Kalimantan Timur yang kaya akan Sumber daya alam migas ini sering byar pet listriknya.

Informasi Kalimantan Timur masih byar pet ini diungkapkan oleh Gubernur Awang faruk dalam diskusi kompasiana penyelamatan sumber daya migas. Beliau berharap dengan berakhirnya kontrak KKS asing kembali ke pemerintah. Kalimantan tak lagi krisis listrik. Sebaian besar gas alam yang dihasilkan oleh Kalimantan Timur untuk menerangi wilayah Jawa, serta Negara Jepang dan Korea

Blok Mahakam dikelola oleh kotraktor migas Total dan Inpex. Kontrak dimulai dari tahun 1967 dan akan berakhir di tahun 2017. Mereka juga menanamkan investasinya di migas.  Tahun 2015 terjadi masa transisi perpindahan dari kontraktor sebelumnya ke kontraktor selanjutnya. Dalam hal ini kontraktor Total Inpek ke pemerintah.

Wilayah Mahakam merupakan wilayah kerja 1, 5 milyar kaki kubik. Setelah kontrak dengan Total Inpex berakhir, Pertamina otomatis menjadi kontraktor di bulan Januari 2018. Untuk itu Pertamina harus mengupayakan orang-orang yang bekerja dari di blok mahakam tetap mau bekerja di situ. Transfer mereka menjadi pegawai Pertamina sebaiknya dimulai dari sekarang.  Surat pengalihan seharusnya di putuskan segera agar Pertamina dapat menyiapkan produksi di Blok Mahakam. Sehingga produksi yang sudah ada tidak menurun. Proses alih kelola dari kontraktor sebelumnya ke Pertamina juga sebaiknya melibatkan Pemda agar aspirasi Pemda juga di perhatikan.

Harapan untuk Blok Mahakam yaitu Pertamina, sebagai BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah, yang laba usahanya di setorkan kepada pemerintah harus segera mengambil alih kontrak kerja migas yang segera berakhir.  Ada 23 Blok Migas yang segera berkahir, jadi inilah saatnya Pertamina untuk mengambil alih. Yang perlu di ambil oleh pertamina yaitu wilayah kerja yang memiliki cadangan minyak yang besar. Selain itu, Pertamina juga harus berusaha mencari wilayah kerja di luar negeri untuk berkiprah di luar negeri demi ketahanan energi nasional.

Indonesia Krisis Energi 10 Tahun Lagi?

Cadangan minyak terbukti saat ini hanya cukup untuk 10-11 tahun lagi. Lifting minyak saat ini sekitar 800 ribu barel, dan akan habis sepuluh tahun lagi. Kebutuhan sehari-hari Indonesia membutuhkan 1,2 juta barel sehingga kekurangannya pemerintah mengimpor minyak bumi. Jika tidak segera menemukan cadangan minyak Indonesia terancam krisis energi.

Berbeda dengan minyak, gas masih memiliki cadangan yang banyak. Namun sebagian besar gas di ekspor dalam bentuk LNG, kebutuhan dalam negeri akan gas belum signifikan. Agar gas lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia pemerintah membangun jaringan gas.

Indonesia terancam mengalami krisis energi dalam beberapa tahun mendatang. Penyebabnya, terjadi kesenjangan antara permintaan energi yang tinggi dengan pasokan produksi minyak di dalam negeri.

Dikutip di laman Tempo, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Dipnala Tamzil, mengatakan permintaan energi pada 2010 adalah 3,3 juta BOEPD. Permintaan energi itu dalam semua bentuk, seperti minyak, gas, dan batubara. Pada 2025, permintaan energi akan meningkat menjadi 7,7 juta BOEPD. Dari jumlah itu, saat ini proporsi energi dari minyak dan gas sekitar 47 persen.

Krisis energi di Indonesia sudah mulai menunjukan gejalanya. Pada 2015 diperkirakan Indonesia kekurangan pasokan minyak dan gas 2,4-2,5 juta BOEPD. Perkiraan di atas berdasarkan reserve requirement ratio minyak dan gas. Menurut Dipnala yang di kutip di laman Tempo rasio yang ideal seharusnya 100 persen. Artinya 100 persen produksi keluar, 100 persen cadangan baru masuk. "Tapi dengan produksi 47 persen, berarti ini sudah menggerogotireserve. Lama-lama habis," kata Dipnala.

Cadangan migas terbukti hanya cukup untuk beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu kegiatan eksplorasi SDA migas harus di perbanyak agar Indonesia mempunyai cadangan migas terbukti. Dengan penemuan cadangan migas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri untuk jangka waktu yang cukup lama.  Namun masih ada kendala dalam eksplorasi mengenai cadangan minyak bumi di Indonesia banyak di temukan di daerah timur Indonesia yang banyakdi temukan di lepas pantai yang membutuhkan investasi tinggi. Selain itu, tren cadangan migas sekarang tak sama dengan tahun 60-an, sekarang lebih banyak air disbanding migas.

Menyelamatkan Sumber daya alam migas untuk ketahanan energi nasional

Dalam suatu perencanaan energi jangka panjang, peran investasi sangatlah krusial. Penciptaan iklim investasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung terjadinya promosi dan akselerasi dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan suplai energi dan pembangunan infrastruktur yang merata. Birokrasi investasi energi mulai menjadi perhatian utama. Dalam sistem birokrasi satu atap akan terjadi efektivitas dalam investasi, tentu dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Kemandirian dan ketahanan energi nasional dicapai dengan cara mewujudkan: 1) Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi juga sebagai modal pembangunan nasional,  2) Kemandirian pengelolaan energi, 3) Ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri. 4) Pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. 5) Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor.

Pembangunan Kilang Minyak merupakan salah satu penyelamatan SDA migas.

Kilang minyak mempunyai nilai yang sangat strategis, karena: Total kapasitas produksi kilang minyak bumi milik Pertamina dan swasta hanya mencukupi sekitar 50 persen kebutuhan BBM dalam negeri dan Konsumsi BBM di dalam negeri terus meningkat, sementara kapasitas produksi kilang tidak bertambah.

Saat ini, pembangunan kilang baru sudah sangat mendesak. Keberadaan kilang baru dapat menjamin ketahanan energi nasional dalam jangka panjang karena dapat meniadakan ketergantungan pada BBM impor.

Kini Indonesia kembali merencanakan pembangunan dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaitu Kilang Balongan Baru Indramayu yang ditargetkan beroperasi pada 2017 dan Kilang Tuban yang ditargetkan beroperasi pada 2018. Selain dua kilang tersebut, pemerintah juga berencana membangun kilang sendiri dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas 300 MBCD, yang pembangunannya dimulai pada 2012 dan diharapkan dapat beroperasi pada 2019.

Konservasi dan Diversifikasi Energi

Konservasi energi dilakukan, baik dari sisi hulu maupun hilir, meliputi pengelolaan sumber daya energi dan seluruh tahapan eksplorasi, produksi, transportasi, distribusi, serta pemanfaatan energi dan sumber energi. Pengelolaan sumber daya energi diarahkan untuk menjamin agar penyediaan dan pemanfaatannya tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya energi tersebut.

Konservasi sumber daya energi dilaksanakan dengan pendekatan lintas sektor, antara lain penyesuaian dengan tata ruang nasional dan daya dukung lingkungan. Produsen dan konsumen energi wajib melakukan konservasi dan efisiensi pengelolaan sumber daya energi untuk menjamin ketersediaan energi dalam jangka panjang. Di sektor industri, konservasi dilakukan dengan mempertimbangkan daya saing. Penyediaan energi mengutamakan sumber daya energi yang lebih lestari.

Mengoptimalkan Penggunaan Gas Alam dalam Negeri

Sementara dalam jangka panjang, lanjut Aussie dalam majalah BUMI, SKK Migas perlu terus mendorong kegiatan eksplorasi, baik untuk migas konvensional maupun non konvensional. Percepatan pengembangan migas non konvensional. Indonesia sangat berpeluang mengembangkan migas non konvensional, seperti gas metana batubara dan shale gas. Bahkan upaya pengembangan gas metana batubara di Indonesia sudah dimulai pada 2008. Hanya saja, hingga saat ini pengembangan gas metana batubara di Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Sumber daya alam gas bumi makin dilirik sebagaI sumber energi utama seiring makin menurunnya cadangan dan produksi minyak. Kian besarnya penemuan cadangan baru untuk gas memungkinkan terpenuhinya pasokan gas untuk kebutuhan domestik. Namun untuk bisa melakukannya, perlu adanya tata kelola yang tepat dan benar agar pemanfaatan gas bisa maksimal dan alokasi yangtersedia dapat terserap secara optimal.

Agar cadangan dan produksi gas bisa dikelola dengan benar dan tepat, perlu ada kesiapan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur memegang peranan yang krusial karena proses pemanfaatan gas lebih kompleks disbanding minyak bumi. Penyaluran gas dari lapangan produksi hingga ke konsumen membutuhkan jaringan pipa yang terbangun dan tertata dengan baik. Infrastruktur berupa pipa jaringan mutlak diperlukan karena gas yang sudah diambil harus segera disalurkan ke pengguna.

Alternatif lain apabila pembangunan jaringanpipa tidak mungkin dilakukan adalah dengan mencairkan gas hingga menjadi gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) sebelum diangkutke tempat tujuan. Di lokasi tujuan, LNG diuba lagi menjadi gas sebelum dimanfaatkan oleh pengguna akhir. Namun alternatif ini tetap membutuhkan ketersediaan fasilitas pengubah gas bumi menjadi LNG dan sebaliknya, baik di lapangan pengeboran maupun di lokasi tujuan penyaluran gas.

Dukungan infrastruktur berupa jaringan pipa gas tidak hanya memudahkan sektor industri dalam memperoleh pasokan gas. Sektor rumah tangga juga bisa menikmati alokasi gas melalui pipa sehingga konsumsi LNG bisa dikurangi. Langkah tersebut sudah dilakukan pemerintah dengan membangun jaringan pipa gas untuk rumah tangga.Mulai 2009 hingga 2013, jaringan gas kota telah terbangun di 20 lokasi yang tersebar di Sumatera Selatan, Jawa Timur, Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jambi, Papua, dan Jawa Tengah. Jaringan ini telah dinikmati 72 ribu rumah tangga yang berada di wilayah tersebut.

Dengan adanya beberapa langkah tersebut diharap dapat menjadikan Indonesia mampu mencapai ketahanan energi Nasional. Selain menyelamatkan SDA migas, saatnya pemerintah memikirkan sumber daya alam terbarukan. Beberapa langkah pemerintah yaitu mulai mengurangi SDA migas pada tahun-tahun yang mendatang.

[caption id="attachment_365684" align="aligncenter" width="300" caption="Menuju Energi Nasional 2050"]

14314863621864741197
14314863621864741197
[/caption]

Sumber Bacaan

Das Bin. 2014. Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025 Tantangan dan Harapan. Jakarta : Rumah Buku

Herry Margono. (2015). Pengelolaan Rantai Suply Hulu Migas Kompasiana Nangkring 31 Maret 2015

Rudianto Rimbono. (2015). Industri Hulu Migas Kompasiana Nangkring Jakarta.

Majalah Bumi SKK Migas 2014

Majalah PGN Edsi 59

http://www.tempo.co/read/news/2015/05/05/090663691/Krisis-Energi-Ancam-Indonesia-Ini-Yang-Harus-Dilakukan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun