Mohon tunggu...
Anusapati Cannabis
Anusapati Cannabis Mohon Tunggu... -

Pernah Kuliah di Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Efisiensi Infus #Serial Ayah 2

3 Juli 2015   08:17 Diperbarui: 3 Juli 2015   08:17 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah sebuah keajaiban hasil kolaborasi ayahku dengan pedagang majalah bekas yang berjualan di pasar satu-satunya di desaku. Pasar kilat yang dibuka subuh buta dan ditutup pukul 11siang itu benar-benar menuntut kedisiplinan ekstra. Terlambat sedikit, stok cabe atau bawang atau beras selama seminggu pun karam. Oleh karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, ayahku harus bersedia mengantarkan ibu ke pasar karena jika tidak ancamannya mungkin bukan perceraian, melainkan hal yang lebih mengerikan daripada itu: tidak makan selama seminggu. Maka wajarlah bila penduduk kampungku dan yang lain rela berjalan kaki 2-3 kilo menembus jalan setapak demi mencapai pasar.

 

Masalahnya, menunggui ibu yang khusuk belanja dalam pasar di lahan parkiran tentulah membosankan. Belum lagi wajah orang-orang yang berada di parkiran selalu sama setiap minggu. Bahkan sebagian besar adalah tetangga sendiri. Oleh karena itu, kedatangan pedagang majalah bekas amat sangat disambut baik oleh ayahku.

 

Dan entah mengapa pula ayahku hanya tertarik mmembeli novel serial Wiro Sableng karya Bastian Tito dan majalah Trubus yang berisi segala jenis hewan dan tumbuhan. Apa hutan di belakang rumah yang setiap pagi mengirimkan suara cengkrama beruk-beruk itu belum cukup?

 

Ternyata ayahku tertarik dengan teknik-teknik menanam di majalah itu. Mulai dari teknik membuat bonsai, menstek bunga, hingga bercocok tanam hidroponik. Maka mulailah ayahku menyiksa-nyiksa pepohonan demi mempraktikkan teknik membuat bonsai. Tak tanggung-tanggung, bibit pohon dibeli ayah saat diutus dinas keluar kota. Pohon beringin pilihan dan sebuah pohon lagi yang aku tidak kenal. Pokoknya seandainya pohon itu melompat dari potnya, mereka pasti mampu mencapai tinggi 5-10 meter.

 

Berdasarkan teknik bonsai, kedua pohon itu harus berada di pot. Unsur hara diatur sedemikian rupa. Isi pot kebanyakan kerikil dan batu. Belum cukup di situ, batang pohon pun dilengkungkan ke sana ke mari dan diilat dengan kabel. Sebagian ranting dililit kuat agar menimbulkan bekas pada kulit kayu. Bekas-bekas lilitan kayu tersebut kelak akan membentuk pola seperti yang telah direncanakan ayahku. Menurut artikel Trubus, pola-pola tersebut adalah seni. Andai pohon itu manusia, ia pasti sudah mati karena tercekik. Sebagian kulit pohon di dahan yang lain pun tak lepas dari mutilasi ayahku. Sebagian dikelupas secara serampangan sebagian dibiarkan tetap natural. Menurut majalah Trubus ini namanya eksotis dan manis. Entah otak belahan mana yang dipakai oleh penulis artikel tentang bonsai itu.

 

Maha karya ayahku yang ditaruh di teras rumah tentunya telah mengundang ribuan mata tetangga. Sebagian besar berkesimpulan ayahku sinting karena di hutan rimba yang jaraknya hanya sejengkal dari rumah kami ada ratusan pohon bewarna hijau. Apa bedamya dengan pohon di pot ayahku yang juga hijau? Sebagian lagi mengangguk-angguk kagum setelah mereka mendapat penjelasan mengenai bonsai yang merupakan tanaman seni tinggi. Ayahku tak lupa menunjukkan foto bonsai seharga 20 juta di majalah Trubus kepada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun