Seantero penjuru pesantren tahu bahwa Alina Suhita sudah dijodohkan dengan Gus Birru, anak kandung Pak Yai dan Bu Nyai. Semua orang sepakat bahwa dirinya sempurna untuk disandingkan dengan Gus Birru. Sosok Alina yang cantik, kalem, dan mempunyai 30 juz hafalan Al-Qur'an membuat siapa saja tertarik padanya.
Nyatanya tak begitu, setelah ijab Kabul yang disaksikan oleh banyak pihak, Gus Birru tidak pernah sekalipun menyentuhnya. Tak ada malam pertama. Tak ada kata-kata romantic keluar dari mulut Gus Birru. Jangankan itu, tidur pun selalu terpisah. Alina tidur di kasur, sedangkan Gus Birru tidur di atas sofa.
Kehidupan keduanya diselimuti oleh kepura-puraan. Saling diam ketika berdua, tetapi berlagak manis ketika di hadapan orang tua. Keadaan seperti ini  berlangsung selama 7 bulan lamanya.
Alina selalu tegar menghadapi kelakuan suaminya itu. Pernah suatu kali ia sudah berdandan rapi, dengan harapan hal itu bisa menarik perhatian suaminya. Nyatanya tidak, Gus Birru menolaknya secara terus terang. Mana ada wanita yang tak sakit hati menerima perlakuan suaminya seperti itu.
Konflik yang dialami Alina sangat ketar ketir. Ditambah Alina melihat kontak yang bernama Rengganis menelepon Gus Birru sering kali. Mereka berteleponan. Gus Birru tersenyum sendiri setelah mengangkat telepon darinya.
Hal itu membuat pikiran Alina sangat terusik. Ia seorang istri yang sah diperlakukan bak orang asing di kamarnya sendiri. Sedangkan Gus Birru di luar selalu menghadirkan komuikasi yang asyik bersama teman-temannya, termasuk Rengganis, sosok yang Alina curigai sebagai dambaan hati suaminya.
Hatinya hancur berkeping-keping. Ia tak sanggup menaggung beban ini semua. Ia tumpahkan isi hatinya di hadapan makam ulama. Ia sudah diberi beban untuk mengurus pesantren Pak Kiai, Gus Birru seharusnya berada di sampingnya untuk mendukung apa yang dia lakukan. Tapi nyatanya itu tidak. .
Di dalam hatinya, Gus Birru memang mengakui bahwa Rengganis masih terbayang-bayang di dalam benaknya. Masa kuliah ia habiskan dengannya, berdiskusi, jalan-jalan ke tempat sana sini, dan menyatukan visi misi. Keduanya bermimpi untuk menjalin hubungan sampai suami istri.
Harapan itu kandas. Gus Birru yang terlahir sebagai seorang putra kyai satu-satunya dijodohkan dengan seorang ning yang dianggap bisa meneruskan perjuangan di pesantren. Dia adalah Alina Suhita, seorang perempuan hafizah yang mempunyai orang tua kiai juga.
Setelah ijab kabul di antara keduanya, hubungan Gus Birru dengan Rengganis semakin renggang. Rengganis tentu saja menjaga jarak, begitu pun dengan Gus Birru. Namun, hati keduanya masih terikat antara satu dengan yang lainnya. Perasaan ini membuat Gus Birru diambang kegelisahan. Di hadapannya ada seorang istri yang bernama Suhita, tetapi hatinya masih ada bayangan cantic Rengganis.