Judul Buku : Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah
Pengarang : M. Quraish Shihab
Penerbit : Lentera Hati
Tahun terbit : 2018
Jilbab tidaklah wajib bagi seorang wanita muslimah. Kiranya ini yang penulis dengar dari  masyarakat bahwa Abi Quraish Shihab mengemukakan pendapat seperti itu. Cibiran miringpun berdatangan mengkritik Abi Quraish karena beliau yang merupakan ulama terkemuka di Indonesia tetapi tidak mewajibkan jilbab.
Berangkat dari rasa penasaran, akhirnya penulis membaca buku Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah dengan seksama. Apakah benar jika pendapat itu datang dari beliau sendiri atau beliau hanya mengemukakan pendapat ulama yang tidak mewajibkan jilbab.
Berbicara tentang jilbab, Abi Quraish mengatakan bahwa tidak ada dalil qoth'i tentang kewajiban berjilbab ataupun batasan-batasan aurat perempuan. Tentunya hal ini mengakibatkan perbedaan ulama tentang hal itu, karena beberapa sebab, seperti kosa kata yang memiliki beberapa makna, Â perbedaan pengambilan jalur riwayat, dan perbedaan dalam kaidah-kaidah Ushul Fiqh.
Yang jelas, kita sepakat bahwa pakaian --termasuk juga jilbab- merupakan kebutuhan manusia dengan memiliki fungsi yang beraneka ragam, misalnya dari segi keamanan. Bahkan, menutup aurat dengan pakaian merupakan fitrah manusia dan bukti awal lahirnya peradaban manusia. Walaupun, pakaian tertutup tidak serta merta merupakan budaya orang Arab tetapi ada sejak sebelum itu.
Sebelum beranjak ke pembahasan inti tentang interpretasi dalil tentang aurat wanita, Abi Quraish mengajak pembaca untuk menelaah arti aurat dari sudut pandang Al-Qur'an dan beberapa kamus. Kemudian barulah memaparkan perbedaan ulama tentang batasan aurat dari ayat, hadis, dan pandangan ulama kontemperer. Namun, beliau menegaskan sedari awal tidak ada dalil yang secara pasti mengatakan batasan aurat wanita itu. Hanya saja, secara garis besar ada dua kelompok besar masa lampau yang membahas tentang ini. Yang pertama mengatakan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat, tanpa terkecuali. Sedangkan kelompok kedua mengecualikan wajah dan telapak tangan.
Kemudian beliau menampilkan surat A-Ahzab ayat 53 dengan menitikberatkan penafsiran lafadz hijab pada ayat tersebut. Apakah khitob tersebut tertuju untuk istri nabi Muhammad saw saja atau untuk keseluruhan muslimah.
Ulama sepakat mengatakan bahwa ayat tersebut menjadi landasan diwajibkannya memakai jilbab dan berlaku sejak zaman nabi sampai sekarang. Namun, sebagian ulama kontemporer mengatakan hal itu hanya berlaku ketika zaman nabi yang kala itu jilbab digunakan untuk membedakan antara wanita merdeka dan budak.