Dari 72 tiang hanya satu yang tegak lurus dan berada tepat ditengah ruangan lalu dilapisi kain berwarna kuning . Ini adalah tiang pertama yang didirikan saat istana dibangun dan disebut sebagai tonggak tuo. Tiang tersebut sekaligus merupakan simbol peran perempuan sebagai pewaris dan pemelihara harta, itulah juga kenapa singgasana ibu raja berada tepat di tengah ruangan.
Tiang yang lainnya adalah simbol pria, pria sebagai pemimpin dimasyarakat yang akan memperkuat kehidupan dan struktur masyarakat karena memang fungsi asli tiang-tiang yang miring ini adalah untuk memperkokoh struktur bangunan agar tidak rusak atau roboh apabila terjadi gempa bumi. Seperti diketahui bahwa dataran tinggi sumatera dilewati oleh The Great Sumatran Fault, penyebab gempa pun tidak hanya di darat tetapi juga di laut, dengan beradaptasi dengan alam sesuai dengan filosofi hidup alam takambang jadi guru maka terciptalah struktur seperti ini.
Setiap tiang dibangun tanpa paku dan tanpa beton, hanya menggunakan pasak dan ikat saja. Kelebihan lainnya adalah setiap tiang berdiri di atas batu sandi, tidak dikubur didalam tanah sehingga nanti jika terjadi tremor akibat gempa bumi, tidak ada kecenderungan rumah akan roboh ke sisi manapun.
Di dalam ruangan istana terdapat banyak warna yang muncul dari kain/tirai yang menjadi ornamen. Saya sempat bertanya adakah pengaruhnya warna-warna ini terhadap filosofi istana. Wilma menerangkan bahwa memang ada beberapa warna yang memiliki arti khusus yaitu hitam dan kuning. Warna hitam adalah warna yang biasanya digunakan oleh pemuka adat dan bangsawan itulah kenapa warna yang menghiasai anjuang Rajo Babandiang adalah warna hitam.
Tepat di depan anjuang Rajo Babandiang ini terdapat patung yang melambangkan raja, ibunda raja dan datuk atau penghulu yang kesemuanya memakai baju berwarna hitam. Konon salah satu versi mengenai sejarah perang paderi mengatakan bahwa kelompok yang bertikai bukan disebut sebagai kelompok adat dan agama tetapi mereka disebut sebagai orang hitam dan putih. Orang putih adalah orang paderi yang melambangkan diri mereka dengan pakaian serba putih.
Orang hitam mewakili kelompok adat karena mereka mengenakan pakaian serba hitam. Selain hitam ada juga warna kuning yang digunakan untuk anjuang Perak tempat ibuda raja sebagai simbol adat. Warna-warna lain di dalam istana tidak terlalu berpengaruh, justru warna pada bendera yang berkibar di depan istana lah yang berpengaruh.
Menurut cerita turun temurun disebutkan bahwa nenek moyang orang minang adalah 3 orang bersaudara. Saudara tertua adalah Maharaja Ali, yang kedua Maharaja Depang dan yang terakhir Maharaja Diraja. Ketiganya adalah putra dari Sultan Iskandar Zulkarnaen dari daerah yang sangat jauh.
Mereka berlayar dengan tiga kapal, kemudian melihat puncak gunung Marapi yang jika dilihat dari kejauhan ukurannya sebesar telur itik. Ketiganya pun memutuskan menambatkan kapal dan beristirahat di sana. Akan tetapi terjadi sebuah keributan diantara ketiganya, sehingga membuat Maharaja Ali dan Maharaja Depang memutuskan untuk meninggalkan daerah ini, sedangkan Maharaja Diraja tetap tinggal di puncak gunung Marapi.