Mohon tunggu...
Suci Rifani
Suci Rifani Mohon Tunggu... Socmed Officer -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Goa Gajah, destinasi yang wajib masuk dalam bucketlist kamu

7 November 2015   23:54 Diperbarui: 8 November 2015   00:44 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

 

Hari itu saya bangun dengan tergesa-gesa, rasa kantuk sisa semalam nampaknya belum sepenuhnya hilang namun pesan yang masuk ke dalam Ponsel mengisyaratkan saya harus segera beranjak dari kasur. Rasanya baru sejam lalu mata ini terlelap setelah akhirnya dapat menginjakkan kaki di Pulau Bali. Perjalanan Jakarta-Denpasar yang semestinya ditempuh hanya dalam satu jam 45 menit saja berubah menjadi 2 hari dengan seketika takkala Bandara I Gusti Ngurah Rai tak kuasa lagi menghadapi serbuan abu vulkanik yang bersal dari erupsi Gunung Barujari.

Saya bergegas mengemas barang, keluar dari kamar dan turun ke lantai 3 Hotel Courtyard Marriot Seminyak untuk sarapan dan berkenalan dengan anggota tim Blog Trip Kompasiana dan Pesona Indonesia yang lain. Perut terisi, semangat kembali berkibar saatnya memulai perjalanan Pesona Budaya Ubud.

 

 

Mobil yang kami tumpangi berjalan mulus menuju Ubud. Udara cerah cenderung panas menemani perjalanan kami seharian ini. Langit menampakkan kejernihan warna biru tanpa adanya awan yang berarak bahkan anginpun rasanya malas untuk berhembus. Sepanjang perjalanan saya melihat pemandangan khas Ubud, galeri yang berjejer rapi di tepian jalan dengan berbagai benda seni yang diperjualbelikan.

Satu jam perjalanan mobil kami memasuki area parkir. Sebuah patung gajah besar berdiri menyambut para pengunjung sementara para pedagang dengan sigap menawarkan dagangannya ketika kami melewati kios-kios souvenir mereka untuk menuju loket.  Tiket seharga 15.000 rupiah yang harus dibeli baik oleh wisatawan domestik maupun wisatawan asing kali ini saya dapatkan secara cuma – cuma. Pihak Kompasiana dan Kementerian Pariwisata RI memfasilitasi saya dengan segala keistimewaan dalam blog trip kali ini.

 

Selain loket  pembelian tiket, ada pula loket pemeriksaan tiket dimana pengunjung dengan celana/rok pendek diwajibkan untuk menggunakan kain panjang yang telah disiapkan. Ini merupakan salah satu bentuk penghormatan dan kesopanan ketika memasuki sebuah tempat suci. Selain itu terdapat larangan masuk bagi wanita yang sedang dalam masa cuntaka (haid).

 

Sebuah tangga panjang dan menurun dengan pepohonan lebat di samping kanan kirinya harus kami lalui untuk tiba di areal terbuka tempat Goa Gajah berada.  Bapak  Wayan  dengan ramah menyapa kami dan bersiap memberikan penjelasan mengenai area Pura Goa Gajah.

Bapak Wayan memulai ceritanya dengan mengajak kami memasuki mesin waktu dan kembali ke abad 11 dimana Pura Goa Gajah berdiri. Sejak awal pendirian, pura goa gajah ini dipergunakan untuk kegiatan bertapa yang dikenal pula dengan sebutan tapa yoga semedi. Beberapa orang percaya bahwa pendirian Goa Gajah tak luput dari campur tangan sang raja yang saat itu berkuasa yaitu Raja Udayana. Ia menikah dengan Mahendradata dan memiliki 2 sekte kepercayaan yaitu Siwa dan Budha sehingga corak budaya Hindu dan Budha terlihat dengan jelas di area pura Goa Gajah.

Penyebutan Goa Gajah sesungguhnya berasal dari kata Lwa / Lo yang berarti sungai yang merujuk kepada keberadaan sungai Petanu yang letakknya berdekatan dengan Goa, sedangkan Gajah mengacu kepada Patung Dewa Ganesha yang berada di dalam Goa.

Kemasyuran Goa Gajah pun terbingkai dengan apik dalam Kitab Negarakertagama yang saat ini menjadi referensi utama penelitian sejarah mengenai Kerajaan Majapahit. Pada pupuh ke XIV/3 tersebutlah “ Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus”

Adanya penyebutan Lo Gajah dalam kitab Negarakertagama yang di tulis pada tahun 1365 oleh Mpu Tantular membuktikkan bahwa wilayah Goa Gajah yang saat itu menjadi pusat kerajaan Bedahulu berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit dengan didahului oleh perlawanan sengit penguasa kerajaan Bedahulu sebelum akhirnya terkubur akibat gempa bumi hebat tahun 1917.

Sisa-sisa reruntuhan akibat gempa bumi masih bisa kita lihat melalui  batu-batu kuno yang diletakkan saling tumpuk tak jauh dari tangga masuk. Reruntuhan batu tersebut sebetulnya adalah bekas pintu masuk utama ke dalam Pura, kini selain reruntuhan hanya fondasinya saja yang selamat.

 

Sebagai tempat melakukan pertapaan terdapat kolam besar di tengah areal Pura berfungsi untuk mengambil air Suci. Kolam besar tersebut bernama Sapta Ganga, Sapta berati 7 dan gangga adalah sungai suci. 7 Pancuran yang terdapat di dalamnya menggambarkan 7 sungai suci di India yaitu Gangga, Sindhu, Saraswati, Yamuna, Godawari, Serayu dan Narmada dan di selatan Sapta Gangga itulah Goa Gajah berada.

Pada pintu masuk goa terdapat ukiran Bohma yang berarti penjaga Hutan, sementara ornament berbentuk flora dan fauna di samping kana dan kiri ukiran Bohma melambangkan hutan yang di Bali disebut sebagai wana prasta. Wana adalah hutan dan prasta adalah menyepi yang merupakan wujud keinginan seseorang untuk belajar mengani alam smesta. Pada bagian sebelah kiri Bohma terdapat ukiran 5 jari  yang melambangkan Panca sradha ( 5 ajaran dasar agama Hindu ) yaitu   Brahman - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,  Atman ialah percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk, Karma Phala, reinkarnasi dan Moksa. Sedangkan pada sisi sebalah kanan terdapat ukiran tiga buah jari yang disebut Tri Kaya Parisudha yaitu perbuatan, perkataan dan berpikir yang baik.

 

 

Goa Gajah berbentuk seperti huruf T dengan beberapa ceruk yang dipergunakan untuk melakukan tapa dan juga menempatkan beberapa arca. Bentuk huruh T ini merupakan bentuk keseimbangan, 2 sisi yang saling bertolak belakang, sisi baik dan sisi buruk. Dalam huruf T jalan masuk, serta ceruk besar barada di sebelah kanan dan kiri. Dalam agama hindu dikenal dengan konsep Rwa Bhineda. Jalan keluar dan masuk goa ini hanya dapat dilalui oleh satu orang saja.

 

Pada bagian sebelah kiri/ ujung barat goa terdapat ceruk besar untuk menempatkan Arca Dewa Ganesha yang merupakan Dewa Ilmu Pengetahuan. Sementara ujung timur Goa terdapat sebuah ceruk besar tempat 3 buah Lingga yang merupakan perwujudan Siwa sebagai Sang Hyang Tri Pusura.

   

           

                                         

Keluar dari Goa Gajah kita bisa berjalan kea rah sebelah tiimur dimana terletak beberapa buah  bangunan seperti pendopo tempat menaruh sesaji dan aktifitas ritual lainnya. Bangunan tersebut baru saja selesai di renovasi. Sedangkan warna keemasan yang menghiasi banyak sudut pada bangunan ternyata berasal dari emas asli 24 karat sehingga pada saat pengerjaan membutuhkan kehati-hatian.

 

Pura Goa Gajah merupakan sebuah Pesona Budaya yang menjadi akar kuat sejarah kawasan Ubud yang layak kita kunjungi sebagai pejalan. Sayangnya menurut informasi yang saya dapatkan dari loket pembelian tiket, jumlah wisatawan domestik dan asing yang mengunjungi Goa Gajah tidaklah berimbang. Mayoritas atau lebih dari 75% pengunjung adalah warga negara asing. Pengunjung domestik ramai hanya pada saat-saat tertentu saja seperti hari libur nasional dan musimnya liburan sekolah.

Padahal sejatinya mengunjungi Goa Gajah sama saja kita belajar mengenai sejarah dan budaya bangsa Indonesia. Banyak pengetahuan yang bisa kita dapatkan hanya dengan berkunjung saja. Sehingga Goa Gajah adalah destinasi  yang wajib masuk kedalam bucketlist kita.

 

 

 Peta Menuju Goa Gajah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun