Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Ruginya Orang yang Tidak Mampu Mengendalikan Diri

16 April 2016   14:10 Diperbarui: 16 April 2016   14:13 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda termasuk orang yang latah? Latah yang dimaksud di sini adalah ketika Anda tidak mampu mengendalikan diri dalam melakukan atau mendapatkan suatu hal. Misalnya, ketika ada teman Anda yang merekomendasikan tempat tongkrogan atau cafe baru yang belum pernah Anda ketahui atau belum pernah Anda datangi, Anda langsung berambisi untuk sessegera mungkin mengunjunginya. Atau bisa juga ketika Anda melihat fashion terupdate saat ini, Anda langsung mencari barang-barangnya untuk dapat segera mengikutinya. Padahal jika diingat-ingat lagi, baru sebulan yang lalu Anda membeli barang-barang terbaru. Inilah salah satu tindakan  tidak mampunya seseorang dalam mengendalikan dirinya. Menurut Logue, A.W. dalam Nurihsan (2005:69) Self control as the choice of the large, more delayed outcome. Mengendalikan diri merupakan pilihan tindakan yang akan memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih luas dengan cara menunda kepuasan sesaat.

Menurut seorang ahli dan peneliti tentang kecerdasan emosi, Daniel Goleman menuliskan bahwa ketika satu persatu anak-anak usia 4 tahun di TK Stanford diminta masuk ke sebuah ruangan mereka disediakan sepotong  marsmallow(manisan putih yang empuk) pada sebuah meja.Setiap anak diperbolehkan memakannya jika mau. Tetapi, akan mendapat bonus sepotong  manisan lagi jika anak memakannya sekembalinya peneliti ke ruangan itu.

Sekitar 14 tahun kemudian, ketika anak-anak TK ini telah lulus SMA, anak yang dulunya tidak mampu menahan memakan manisan cenderung tidak tahan menghadapi stres, tersinggung, mudah berkelahi, dan kurang uji tahan dalam mengejar cita-citanya. Sebaliknya, anak yang saat itu mampu mengendalikan dirimemakan manisan memperoleh nilai lebih tinggi dalam ujian masuk perguruan tinggi.

Selanjutnya, ketika anak-anak tersebut memasuki dunia kerja, perbedaan di antara mereka semakin terlihat mencolok. Mereka yang lolos uji manisan tergolong orang yang yang sangat cerdas, berminat tinggi, dan lebih mampu berkonsentrasi. Mereka juga lebih mampu mengembangkan hubungan yang tulus dan akrab dengan orang lain. Lebih handal dan lebih bertanggungjawab dan pengendaliannya lebih baik saat menghadapi frustasi. Sedangkan mereka yang tidak lulus uji manisan, kemampuan kognitifnya kurang dan kecakapan emosinya sangat lebih rendah dibanding mereka yang tahan uji manisan. Mereka lebih sering kesepian, kurang dapat diandalkan, lebih mudah kehilangan konsentrasi dan tidak sabar menunda kepuasan. Ketika menghadapi stres hampir tidak mempunyai pengendalian diri. Mereka tidak luwes dalam menghadapi tekanan, bahkan sering mudah meledak.

Cerita anak dan manisan ini mengandung makna tentang kerugian akibat ketidakmampuan mengendalikan diri. Kemampuan mengendalikan diri ini adalah salah satu keterampilan dalam kecerdasan emosional. Dapat dipahami pula, ketika seseorang memiliki kecerdasan emosi diperkirakan  akan mampu menghadapi tantangan, godaan, dan rintangan. Selain itu, diperkirakan juga akan mampu berkonsentrasi kerja, bertanggungjawab dan pengendalian dirinya lebih baik dalam menghadapi frustasi.

 

Semoga bermanfaat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun