Mohon tunggu...
Udin Suchaini
Udin Suchaini Mohon Tunggu... Penulis - #BelajarDariDesa

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Kemiskinan dari Desa Migran

7 November 2023   15:04 Diperbarui: 7 November 2023   15:16 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Upah minimum kabupaten (UMK) di kabupaten tahun 2023 ini sebesar Rp 2.372.532, sementara saat menjadi PMI di Buruh perkebunan Sawit antara 4 juta hingga 6 juta rupiah. Namun, pilihan menjadi PMI tetap ditempuh, karena peluang kerja yang berkesinambungan cukup terbatas. Apalagi mudahnya menjadi PMI dengan modal yang terbatas.

Modal keberangkatan PMI bisa dilakukan dengan pemotongan gaji oleh Agen. Biasanya, pemotongan modal pemberangkatan dilakukan selama tiga sampai lima bulan, tergantung ongkos pemberangkatan ke negara tujuan. 

Ada dua alasan warga menjadi PMI, yakni memenuhi kebutuhan hidup dan akumulasi aset. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, sebagian PMI merupakan tulang punggung keluarga, memenuhi konsumsi, pendidikan keluarga, hingga pernikahan anak. Sehingga, sepulangnya PMI ke desa, uang yang dikirimkan ke desa sudah habis untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sayangnya, meski PMI sudah tiga tahun bekerja dan kembali ke Desa, mereka akan berupaya kembali menjadi PMI, karena uang yang didapatkan hasil bekerja sudah tak bersisa.

Di sisi lain, ada pula PMI yang berangkat bekerja dalam rangka memenuhi target tertentu, seperti memperbaiki rumah, membeli aset, hingga menyiapkan biaya kuliah. Hal ini searah dengan kondisi Lombok Timur yang didominasi pengangguran usia Produktif dengan lulusan SMA. Setelah dana yang tersimpan mencukupi, PMI biasanya tidak lagi kembali bekerja di luar negeri. Mereka biasanya bekerja di luar negeri sekitar dua sampai empat tahun. Lama waktu kerja ini didasarkan pada izin yang didapatkan untuk bekerja di luar negeri.

Ada beberapa alasan bertahan tidaknya PMI bekerja di luar negeri. Bagi PMI yang bekerja di rumah tangga, biasanya memiliki majikan yang baik. Sementara bagi mereka yang tidak bertahan karena sudah mencapai target yang diperlukan, juga karena sakit. Seperti bekerja di perkebunan sawit memerlukan kondisi fisik yang prima.

Sayangnya, ada banyak PMI tak berizin yang tetap berangkat sejak 2015,  terutama ke kawasan Timur Tengah. Padahal, moratorium dilaksanakan sejak 2015 melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 260/2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Pengiriman PMI dari Desa Anjani tetap berlangsung setelah 2015, meski moratorium tersebut baru dibuka tahun ini.

Sementara, pemerintah desa juga telah berupaya melindungi PMI. Perwujudannya melalui Desa Peraturan Desa No. 6/2019 tentang Perlindungan dan Pembinaan Pekerja Migran Indonesia. Desa melindungi PMI  Sebelum Bekerja; Selama Bekerja; Setelah Bekerja; Perlindungan Keluarga Pekerja Migran Indonesia.

Bentuk usaha yang dikembangkan untuk melindungi PMI dengan mengembangkan usaha berbasis komunitas, supaya PMI tidak kembali ke luar negeri. Usaha yang dikembangkan purna PMI adalah kolam renang dan pengelolaan sampah. Usaha yang sudah berkembang dikelola bersama melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), sebagai tambahan pendapatan. Karena, tidak semua purna PMI memiliki tabungan yang cukup untuk wirausaha.

Upaya pemerintah tak cukup pada bersandar remitansi, dengan mengabaikan perluasan kesempatan kerja berkesinambungan. Pemerintah Daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja dengan meningkatkan investasi pada industri hilir komoditas pertanian di Nusa Tenggara Barat, seperti industri dengan bahan baku tembakau dan jagung. 

Sementara itu, Pemerintah Desa dapat membantu PMI dengan mensosialisasikan hak dan kewajiban PMI, memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggalkan, dan memberikan pelatihan kepada eks-PMI agar bisa mandiri. Karena, instrumen fiskal diatur melalui Peraturan Menteri Desa PDTT No. 8/2022, dengan prioritas Dana Desa berdasarkan data masalah dan potensi Desa.

Jika perluasan kesempatan kerja ini tidak diupayakan, tentu akan menjadi paradoks tak berkesudahan. Sumber daya pertanian yang tidak mensejahterakan, sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun