Mohon tunggu...
Udin Suchaini
Udin Suchaini Mohon Tunggu... Penulis - #BelajarDariDesa

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Kemiskinan dari Desa Migran

7 November 2023   15:04 Diperbarui: 7 November 2023   15:16 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kantong pekerja migran merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Paradoksnya, wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang kaya akan hasil pertanian, justru penduduknya mencari kesejahteraan di perkebunan di negara seberang. Parahnya lagi, keahlian yang diperoleh selama bekerja tidak bisa dimanfaatkan di kampung halaman. 

Sorotan masalah ini disampaikan Ateng Hartono, Deputi Bidang Statistik Sosial, Badan Pusat Statistik (BPS), pada Focus Group Discussion (FGD) Satu Data Migrasi Internasional (SDMI) di Lombok Timur (13/10/2023) perlu disampaikan ke publik supaya kemiskinan dapat terurai dari kantong migran. 

Kondisi Kantong Migran

Melihat wilayah kantong migran, publik perlu tahu bahwa pilihan menjadi PMI tak merubah wajah kesejahteraan. Sejauh ini, angka kemiskinan makro  BPS yang tidak banyak berubah di wilayah kantong PMI. Sebagai gambaran, kemiskinan di Lombok Timur Maret 2022 mencatatkan jumlah penduduk miskin ranking 22 nasional. BPS mencatat kemiskinan di Lombok Timur mencapai 15,14% atau 189,64 ribu jiwa.  

Sementara itu, rendahnya tingkat pengangguran Lombok Timur karena kurangnya kesempatan kerja. Data BPS menunjukkan pada Agustus 2022, tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 1,51% yang didominasi oleh usia produktif antara 15 hingga 29 tahun dengan pendidikan SMA. 

Pada FGD yang dihadiri oleh Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah, BRIN, BP2MI, dan lembaga terkait lain, terungkap bahwa pilihan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dibatasi waktu oleh target pemenuhan kebutuhan hidup masing-masing PMI. Kebutuhan hidup warganya sulit diperoleh dari tempat asal, karena terbatasnya peluang kerja. 

Kayanya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan hasil pertanian, bukan cerminan kesejahteraan penduduknya. Sebagai penghasil komoditas tembakau, dan jagung, komoditas ini ternyata menjadi sumber bahan baku industri di Jawa, terutama untuk industri rokok dan pakan ternak. Parahnya, warganya menjadi PMI di perkebunan negara orang, terutama penduduk yang tinggal di Desa Anjani, NTB.

Informasi PMI dari Desa Anjani

Selama ini, PMI kurang terwakili dalam pasar tenaga kerja lokal. Sebagai gambaran awal pada tahun 2021, desa Anjani terdapat 509 warga yang menjadi PMI, 82% laki-laki, 76% bekerja di sektor perkebunan, 6 dari 10 PMI bekerja di Malaysia, terutama di kebun sawit. 

Pendapatan yang diperoleh saat menjadi pekerja di perkebunan juga tidak cukup mensejahterakan, karena selisih Upah minimum kabupaten (UMK) daerah asal dengan pendapatan saat menjadi PMI juga tidak signifikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun