Kawan, kembali kucurahkan isi kalbuku kepadamu. Semoga engkau tiada bosan menanggapi tentang apa yang kusampaikan kepadamu untuk kali yang kesekian ...Â
Lantaran jarak yang memisahkan kita, maka jalan inilah satu-satunya yang bisa kutempuh demi terjalinnya persahabatan kita yang sudah seharusnya beradab yang bukan oleh dorongan nafsu yang bersandar di atas materialistis belaka ...
Langsung saja, ya?
Kali ini tentang "Koreksi Pemahahaman Ibadah". Pemahaman masyarakat tentang ibadah pada umumnya adalah sebagai ritual atau aktivitas yang terkait dengan keagamaan. Misal: mengaji, shalat, berdzikir, puasa, zakat, maupun haji. Suatu kekeliruan pemahaman yang fatal, lantaran kegiatan di atas bukanlah esensi dari ibadah, kawan ...
Lantas, bagaimanakah pemahaman yang tepat tentang ibadah itu?
Secara leksikal etimologis, kata ibadah adalah gerak mengabdi kepada Tuhan semesta alam. Kemudian, seperti apakah gerak mengabdi yang dimaksudkan itu?
Tuhan menciptakan alam semesta beserta  isinya senantiasa dalam sistem keseimbangan yang sempurna (lihat, Al-Mulk:3-4), tak terkecuali pada tubuh biologis kita. Tuhan memerintahkan kita agar selalu menjaga keseimbangan ciptaan-Nya (Ar-Rahman:9). Tuhan mengajarkan aturan-aturan atau hukum -hukum adalah untuk menegakkan sistem kehidupan seimbang dan sebagai pagar pelindung terhadap sistem keseimbangan ciptaan-Nya.
Jadi, ibadah adalah gerak sunatullah, yakni bagaimana menjalankan pola hidup seimbang yang meliputi keseimbangan diri, sosial maupun alam.
Bagaimanakah dengan kegiatan mengaji dan ritual keagamaan lainnya?
Mengaji atau mempelajari kitab ataupun ajaran Tuhan secara umum bisa dikategorikan sebagai bagian dari ibadah. Namun lebih tepatnya adalah sebagai "pengantar" untuk ibadah atau hidup seimbang, bukan ibadah yang sebenarnya. Begitu pula dengan shalat dan ritual yang lain, bisa sebagai pengantar ataupun pagar untuk melindungi kegiatan ibadah (aktivitas hidup seimbang) (Al-Ankabut:45; Thaha:14).
Dengan demikian maka,Â
> Syhadat: komitmen untuk menegakkan hidup seimbang
> Shalat: pembinaan untuk mencegah perbuatan merusak keseimbangan
> Puasa: pembinaan perbaikan keseimbangan perilaku dan fisik
> Zakat: pembinaan untuk pembersihan kegiatan ekonomi yang merusak keseimbangan
> Haji: ritual pembinaan untuk menumbuhkan spirit menegakkan sistem keseimbangan dunia.
Tahapan program ibadah sebagaimana pada Hud:2-3 adalah sebagai berikut,Â
>Rehabilitasi diri (taubat)
>Membangun sistem sosial dan lingkungan yang seimbang
> Menegakkan tatanan dunia yang seimbang.
Tahap rehabilitasi diri (taubat), maka proses yang benar sebagaimana yang tersebut di Hud:2 adalah sebagai berikut,
1. Menyadari atas kesalahan hidup dan mohon pembebasan kesalahan (amnesti) kepada Tuhan (komitmen untuk tidak mengulangi  kesalahan
2. Melakukan rehabilitasi diri atas kerusakan yang terjadi dengan penerapan pola hidup seimbang, yang meliputi:
> Rehabilitasi pandangan (keluar dari paradigma dzulumat menuju paradigma yang haq)
> Rehabilitasi fisik (menjadi fisik yang sehat dan tangguh)
> Rehabilitasi ahlak (budi pekerti yang baik-seimbang).
Demikianlah kawan, apa yang bisa kusampaikan kepadamu, curahan kalbuku kepadamu untuk kali ini, dan kutunggu selalu tanggapan balasan darimu. Semoga kita senantiasa masih diberikan kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Segala. Amin ... Â Â
*****
Kota Malang, Oktober di hari ketiga belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H