Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menanti September Ceria

4 September 2024   01:32 Diperbarui: 4 September 2024   01:40 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

Akankah kisah itu berganti untuk kali ini?
Tanya sang muda belia kepada sang begawan nan arif bijaksana
Entahlah, jawab sang begawan singkat

Mengapa begitu jawaban, tuan?
Tak yakinkah tuan pada habis gelap terbitlah terang?
Bukankah itu yang semustinya harus terjadi?

Sang begawan terdiam, tak kuasa menjawab segera
Sebab, sang muda belia pasti butuh jawaban seksama
Agar tak terus membombardir dengan pertanyaan dan pertanyaan
Oleh karena jawaban sekenanya
Tentu bukan itu yang diharapkannya

Menerawanglah jauh alam pikiran sang begawan
Ke masa silam tentang kelamnya sejarah
Yang tak seorangpun kuasa menghapusnya begitu saja
Di bulan September, ya di bulan September!

Tragedi kemanusiaan, kekerasan massal di tahun enam lima
Tragedi Tanjung Priok di tahun delapan empat
Tragedi Semanggi II di tahun sembilan-sembilan
Kematian Munir sang pejuang keadilan  yang diracun, tahun dua ribu empat
Pembunuhan Salim Kancil di tahun dua ribu lima belas
Tragedi korban aksi Reformasi Dikorupsi, tahun dua ribu sembilan belas
Kematian Randi dan Yusuf yang tertembak, tahun dua ribu sembilan belas
Penembakan pendeta Yeremia di tahun dua ribu dua puluh
Adalah deretan dan rentetan sejarah kelam bulan september di negeri ini

September saat ini, akankah berganti menjadi ceria?
Betapa sulit nan peliknya sang begawan harus menjawabnya
Menyaksikan kekeruhan dan kegaduhan yang kian menggejala
Terus menerus melanda, namun selalu diselimuti oleh narasi ilusi
Bahwa kita sedang baik-baik saja ...

Sang muda belia pasti takkan percaya bila aku mengamininya
Kata hati sang begawan, sembari menatap wajah sang muda belia
Yang begitu tenang menunggu jawaban darinya

Maafkan aku, nak ...
Aku tak bisa menjawab seperti apa yang kau harap
Karena aku tahu, engkau butuh jawaban sesuai realitas sejarah
Apakah September yang kelam akan berganti menjadi ceria untuk saat ini
Mari sama-sama kita lihat bagaimana pendulum sejarah ke depan akan menambat 

*****

Kota Malang, September di hari keempat, Dua Ribu Dua Puluh Empat.

 

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun