Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Intervensi Seleksi Capim KPK?

2 Agustus 2024   01:00 Diperbarui: 2 Agustus 2024   15:32 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Astrotalk

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara yang dibangun sejak 2002  adalah bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.

Sebagai lembaga antirasuah yang independen sebagaimana hakikat makna kata independen secara kontekstual, maka KPK sudah seharusnya terbebas dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Selanjutnya, apakah independensi KPK dalam perjalanannya hingga saat ini benar-benar bisa real dibuktikan apabila ditolok ukur dari hasil kinerja yang telah dicapai? Sudah 22 tahun usia KPK dan sudah 6 kali pengurusnya bergulir secara periodik dan melewati 3 periode masa pemerintahan kepresidenan (Megawati, SBY dan Jokowi), maka indikator apakah yang patut ditunjukkan bahwa KPK adalah lembaga negara antirasuah yang nyata independen? 

KPK pada periode kepemimpinan Antasari Azhar (2007-2009) sempat berhenti di tengah jalan, akibat statusnya yang disangkakan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, sehingga membuat Presiden SBY memberhentikan jabatan seorang Antasari Azhar dari ketua KPK pada 4 Mei 2009, yang kemudian jabatannya di-Plt-kan kepada Tumpak Hatorangan Pangabean (2009-2010). 

Apakah yang demikian itu bisa disebut independen? Walaupun pada akhirnya putusan 18 tahun penjara bagi Antasari Azhar mendapatkan Pembebasan Bersyarat pada 16 November 2016, dan berujung pada grasi dari Presiden Jokowi, 25 Januari 2017, yang berarti dengan grasi itu Antasari tak perlu menjalani sisa masa pembebasan bersyaratnya selama 6 tahun (BBC News Indonesia, 14 Februari 2017).

Tak berhenti hanya sampai di sini persoalan yang melilit tubuh KPK terkait dengan tujuannya dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini. Sekalipun banyak pula kasus-kasus korupsi yang berhasil diungkap yang melibatkan pelaku korupsi mulai dari kalangan eksekutif, legislatif, judikatif maupaun dari kalangan pengusaha. Namun, semua itu belum mampu menghentikan tindak pidana korupsi di negeri ini sepanjang perjalanan KPK yang dibangun sejak 2002. Tubuh KPK selalu dirundung persoalan. 

Sebut saja dimulai dari masa kepemimpinan Antasari Azhar, Busyro Muqoddas (2010-2011) yang sampai harus "turun pangkat", yakni dari yang semula menjabat sebagai ketua, turun menjadi wakil ketua? Lalu, perjalanan KPK memasuki pada masa Abraham Samad (2011-2015) sebagai pelanjut dari kepemimpinan Busyro Muqqodas yang harus turun pangkat, masa kepemimpinan Agus Rahardjo (2015-2019), sebagai satu-satunya ketua KPK yang bukan berlatarkan pendidikan formal hukum, yakni seorang teknolog, hingga sampai pada kepemimpinan Firli Bahuri (2019-sekarang) yang dililit kasus pidana korupsi pula, yakni menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan atau gratifikasi atau suap terkait dengan penanganan permasalah hukum di Kementan RI sepanjang 2020-2023, sekaligus menyeret mantan Mentan RI, Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka korupsi (koruptor), kian menambah deretan panjang persoalan di tubuh KPK yang seharusnya adalah independen dan kredibel (news.detik.com, 14 Mei 2024).

Periode kepemimpinan KPK, Firli Bahuri (FB) yang berlatar belakang purnawirawan komisaris jendral polisi pada akhirnya pun harus di-Plt-kan kepada Nawawi Pomolango akibat dari status FB sebagai tersangka tindak pidana korupsi, dan sudah jelang berakhir pada tahun 2024 ini. Oleh karenanya KPK sudah semustinya segera melaksanakan reformasi kepengurusan pimpinan maupun dewan pengawasnya dengan melaksanakan seleksi rekrutmen Capim dan Dewas KPK yang baru untuk masa bakti 2024-2029.

Mensesneg, Pratikno, baru-baru ini menyatakan bahwa proses seleksi Capim dan Dewas KPK periode 2024-2029 merupakan kewenangan panitia seleksi (pansel), dan Presiden Jokowi tidak akan ikut campur (intervensi) dalam hal seleksi dimaksud. Kapasitas Presiden Jokowi hanya akan menerima laporan terkait dengan daftar nama yang muncul dan membuat surat presiden (surpres) yang ditujukan kepada DPR (inews.id.com, 1 Agustus 2024). 

Sebagai pemerhati, tentunya sudah pada proporsinya bila sang Presiden Jokowi untuk bersikap tegas dan menyatakan haram perihal intervensi kekuasaan apapun terhadap KPK yang wajib bersifat independen. Justru akan menjadi preseden buruk bila ada gejala intervensi sang Presiden terhadap upaya intervensi yang tak diharapkan terhadap keberadaan dan keberlanjutan KPK sebagai lembaga negara antirasuah yang pada prinsipnya berpijak pada upaya memberantas korupsi yang sudah berlevel stadium akut dan emergency di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun