Ketuhanan Yang Maha Esa di Sila pertama harus diobjektifkan dan diimplementasikan, sehingga perlu direvisi di batang tubuh UUD 1945 tentang 'Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR' yang setelah diamandir menjadi 'Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar', sudah seharusnya direvisi menjadi 'Kedaulatan adalah di tangan Tuhan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh setiap warga negara tanpa kecuali menurut ajaran Tuhan yang penuh dengan keseimbangan yang universal'. Begitu seharusnya apabila kita benar-benar bersyukur atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga menjadi negara-bangsa yang berdaulat dan merdeka menuju negara-bangsa yang Adil dan Makmur yang diridhai oleh Tuhan Sang Maha Esa.Â
Selanjutnya, dalam mewujudkan suatu sistem tatanan negara-bangsa atau sistem ketatanegaraan yang ideal sebagaimana tujuan nasional bangsa Indonesia dalam mencapai negara-bangsa  yang berdaulat, adil dan makmur, maka mekanismenya seharusnya dan wajib merujuk kepada Sila ke-4 dari Pancasila yang esensinya adalah Musyawarah-Mufakat yang lebih mengarah pada filosofi efektif dan efisien, tak perlu bertele-tele yang berbanding lurus dengan besarnya anggaran, waktu, tenaga dan pikiran. Sementara, hasil yang dicapai tak sebanding dengan energi yang dicurahkan, tidak seimbang, jauh panggang dari api serta hanya akan menggantang asap mengukir langit," papar si Jhon lebih mendalam.
"Lho, lho, lho ... gak bahaya tah dengan apa yang sampeyan ulas-kupas itu, Bro?" Tanya si Nohes terheran-heran bercampur dengan ketakjuban dari apa yang telah dituturkan oleh si Jhon.
"Why not, Bro? Bukankah 'Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya'? Dan, itu amanah UUD 1945 yang terdapat di dalam Batang Tubuh, lho? Silakan dichek di Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945! Lagian, ini kan sebuah wacana dan wawasan dari hasil kerja analitika dan tiada paksaan, apalagi mengarah kepada hal yang destruktif? Begitu ya, Bro?" Jawab si Jhon tegas, lugas dan simpel.
"Ya, iya laah ... Wong, ini hanyalah membuka wawasan demi pencerahan manakala terjadi kemandekan dan kebuntuan sosial-budaya bangsa di negeri ini, dimana soal keadilan dan kemakmuran bagi keseluruhan tanpa kecuali, koq tak kunjung pucuk dicinta ulam tiba? Kan, begitu ya, Bro?" Timpal si Paneri bernada retoris.
Sang arif bijaksana pernah berujar pada suatu ketika
Bila engkau mengharap lisan kebenaran tanpa syak wasangka
Maka budayakanlah pada ungkapan yang engkau akan merasakan hikmahnya
Yakni, lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang bicara
Dan, katakanlah terus terang walau itu pahit sekalipun
Begitulah ungkapannya ....Â
*****
Kota Malang, Juli di hari kedua puluh, Dua Ribu Dua Puluh Empat.    Â