Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggantang Asap Mengukir Langit

20 Juli 2024   03:02 Diperbarui: 20 Juli 2024   03:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar: pixabay.com

"Dalam sebuah majas atau mutasyabihat, terbetiklah kalimat Menggantang asap mengukir langit. Gamblang lugasnya adalah melakukan sesuatu yang sia-sia atau tak berhasil guna. Demikianlah, tamsil yang boleh jadi dapat disambungkan dengan perilaku manusia manakala begitu getolnya dan all out berkiprah juang di ranah politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan, kekuasaan, dan kekuasaan," kata si Jhon memantik pembicaraan ketika bercengkerama dengan si Paneri dan si Nohes.

"Dan, ketika kekuasaan telah tergenggam di tangan, maka jangan sekali-kali berpikir bagaimana cara untuk melepaskannya. Berpikirlah, bagaimana cara untuk mempertahankannya dengan segala cara. Misalnya, manakala konstitusi membatasi masa berkuasa hanya 2 periode, lantaran kekuasaan itu menggiurkan akibat syahwat yang membabi buta, maka dicarilah cara lain untuk mempertahankannya. Dus, jelang periode sang penguasa berakhir yang sudah tak memungkinkan untuk kembali bertarung di kancah general election, maka dipersiapkanlah jago andalannya yang dicomot dari sirkelnya, sefrekuensi dengannya untuk ditarungkan dengan pesaing yang sudah menunggu dalam merebut kekuasaan yang sebelumnya tak kesampaian," timpal si Nohes.

"Itu berararti upaya mempertahankan kekuasaan yang telah expired meskipun harus ditempuh dengan cara duduk di belakang layar. Apa begitu maksudnya, Bro?" tanya si Paneri kepada si Nohes.

"Tepat sekali sampeyan menyimpulkan, Bro. Dan, sirkel yang dimaksudkan itu bisa saja dari koncosisme, anak-menantu, sepupu, keponakan, ipar dan lain-lain yang kesemuanya bersifat nepotis-oligarkis," sahut si Nohes menimpali pertanyaan si Paneri.     

"Kali ini, mari kita kupas tentang sistem tatanan negara-bangsa di negeri ini yang dalam praktiknya apakah sudah sejalan dengan konsepsi dasar sebagai komitmen bangsa yang seharusnya dipatuhi dan dijalani. Perlu diketahui bahwa nation building of Indonesia Nusantara ini dibangun di atas pondasi Pancasila beserta UUD 1945. Oleh karenanya, apakah sistem ketatanegaraan yang diterapkan sejak merdeka hingga saat ini sudah pararel dengan pondasinya? Artinya, mekanisme pemilu yang ditempuh guna membentuk pemerintahan sebagai tindak lanjut dari tujuan negara-bangsa yang: (1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darahnya (2) Memajukan kesejahteraan umum (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa (4) Ketertiban perdamaian dunia, dan bertitik tolak dari Pancasila sebagai way of life, maka paraktik pemilu itu apa sudah selaras dengan jiwa bangsa Indonesia Nusantara yang lebih mengedepankan dan menjunjung tinggi musyawarah-mufakat, utamanya merujuk pada Sila ke-4 dari Pancasila, yakni 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'? Mari dicermati secara jujur ilmiah, Bro ..." Ungkap si Jhon.

"Lanjut, Bro ..." Jawab si Nohes yang diamini pula oleh si Paneri.

"OK. Patut untuk dipahami dan disadari, bahwa di dalam Pembukaaan UUD 1945 itu, dimana UUD 1945 sebagai hukum dasar yang menjadi sumber dasar dari seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka  Mukadimah atau Preambule yang dimaksud seharusnya dimaknai sebagai berikut: (1) Sumber motivasi dan perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional (2) Sumber cita hukum dan moral yang ingin ditegakkan (3) Mengandung nilai-nilai universal dan lestari. Poin penting yang terdapat di 4 alinea dari Pembukaan UUD 1945 itu adalah mengungkapkan: I. Dalil objektif bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan; II. Cita-cita nasional bangsa Indonesia, yakni negara Indonesia yang berdaulat adil dan makmur, menunjukkan ketepatan dan ketajaman penilaian; III. Motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas Proklamasi Kemerdekaan, menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; IV. Menegaskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan nasional, menegaskan bahwa bangsa Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuan, menegaskan bahwa negara Indonesia berbentuk Republik, dan menegaskan bahwa negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila. Ini penting sekali, bila kita sebagai anak bangsa dalam menjanjaki antara konsepsi dasar negara-bangsa terhadap realitas yang terjadi hingga saat ini, sudah objektifkah, sudah klopkah aktualisasinya?" Urai si Jhon dengan seksama.

"Lantas, apakah selama ini telah terjadi mala-praktik yang tak disadari jua sehingga mengapa dalam mewujudkan tujuan negara-bangsa yang dicita-idealkan, yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam wajah Indonesia Nusantara yang berdaulat, adil dan makmur  belum menampakkan sebagai nation state yang kokoh tegak berdiri, dan memancarkan sebuah tatanan negara-bangsa yang hamonis penuh dengan keseimbangan di segala aspek kehidupannya, Bro?" Tanya si Paneri .

"OK, Bro ... Satu tanggapan dan penilaian yang tajam dari Bro Paneri yang sekaligus mengandung pertanyaan menggairahkan di edisi cengkerama kali ini. Langsung saja ya, Bro? Pertama, kita telah lupa dan abai bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia Nusantara ini dicapai sebagai berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur. Ini yang harus digarisbawahi dan itu prinsipal, Bro! Artinya, tanpa peran Tuhan Yang Maha Kuasa Maha Segala dari harapan sebuah keinginan luhur, maka dipastikan bahwa kemerdekaan bangsa ini takkan teraih. 

Oleh karenanya, bangsa kita ini harus dan wajib bersyukur, sebab Tuhan telah merahmati dan memberkati keinginan luhur bangsa Indonesia Nusantara untuk menjadi bangsa merdeka yang sebenar-benar merdeka, bukan merdeka semu dan formalitas belaka, istilahnya! Sehingga, mari ditindaknyatakan sebagai satu konsekuensi logisnya! Dengan cara bagaimanakah? Syukur nikmat dan jangan sekali-kali ingkar nikmat terhadap Sang Pencipta Maha Segala! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun