Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Korupsi Paling Keren di Negeri Korporasi

18 Juli 2024   03:40 Diperbarui: 18 Juli 2024   03:43 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

"Korupsi yang bersinonim dengan kata rasuah, laksana tumor ganas yang bisa menggerogoti dan melumpuhkan segenap jaringan sel dan organ  tubuh manusia, dan berujung pada merusak jaringan otak sehingga merusak mentalitas-integritas manusia yang seharusnya hidup menghamba kepada Tuhan Semesta Alam Yang Universal," kata si Jhon memulai bicaranya dalam suatu cengkerama bersama si Paneri dan si Nohes.

"Wah, nampaknya sampeyan tak kehabisan stok kata dalam beranalogi metafora demi mengkritisi persoalan sosial-budaya yang merupakan bagian dari humaniora yang saat ini real mengalami ketimpangan luar biasa di segala aspek hidup. Bahkan, sudah tak berskala lokal saja, namun sudah mengglobal. Begitu, menurut saya dalam menerjemahkan situasi dan kondisi dunia di bumi tempat kita berpijak, terkait dengan topik yang baru saja sampeyan sentilkan itu ya, Bro? Timpal si Paneri sambil melirik kepada si Nohes yang kali ini turut nimbrung dalam majelis cengkerama atas ajakan si Paneri.

"Fashahatul kalam al-ma'lum dhukir maratan ukhra, sesuatu yang telah dipahami rasanya tak perlulah untuk disebut-sebut lagi. Kira-kira begitu ya, Bro? Oh, ya, selamat bergabung dengan kami, Bro Nohes, semoga tak bosan untuk hadir dalam cengkerama kami bersama Bro Paneri," sambung kata si Jhon menimpali dan sekaligus menyambut kehadiran si Nohes dalam bercengkerama kali ini.

"OK, terima kasih, Bro atas diperkenankannya saya hadir dan nimbrung di majelis cengkerama ini," jawab si Nohes.

"Seperti tak ada habisnya atau berkesudahan manakala kita memperbincangkan soal korupsi, utamanya yang sedang melanda negeri ini. Cobalah kita cermati secara seksama, di usia negara-bangsa merdeka yang dibangun sejak 1945 dalam siklus pemerintahan mulai masa Orde Lama hingga Orde Reformasi yang terkini, soal korupsi selalu bermunculan tiada henti, bahkan kian menjadi-jadi merambah di hampir segmen kehidupan bernegara dan berbangsa di negeri ini. Sejarah telah menorehkan skandal korupsi di era Orde Lama, yakni penyalahgunaan kedudukan dan jabatan dengan cara melakukan tindak pidana korupsi serta melakukan pelanggaran atas perintah Penguasa Perang Daerah Jawa Barat sepanjang 1960 s.d. 1961 yang berakibat kerugian negara mencapai 6 milyar rupiah. Tuntutan hukuman mati terhadap pelaku korupsi saat itu, yakni Kapten Iskandar di Pengadilan Tentara Daerah Militer VI Siliwangi yang pada akhirnya hanya berujung pada putusan 20 tahun penjara. Namun, pada saat banding, Mahkamah Militer Tinggi Jakarta justru meringankan hukuman Iskandar menjadi 7 tahun penjara, dikurangi masa hukuman dan ditambah  dengan dicabut haknya untuk memangku segala jabatan selama sepuluh tahun. Berlanjut di era Orde Baru, terdapat 4 kasus korupsi besar di awal pertumbuhannya (1970-an) yang melibatkan sejumlah institusi dan perusahaan negara, di antaranya adalah Pertamina, Bulog, PN Telekomunikasi (sekarang PT Telkom), dan Yayasan Pers dan Grafika sebagai lembaga negara di bawah Kementerian Penerangan yang mengatur semua perusahaan pers Indonesia. Berikutnya, kasus pembobolan Bank Duta dengan terdakwa Dicky Iskandar Dinata, wakil Dirut Bank Duta, pada 1990-an; Kasus korupsi di lingkaran Bulog yang melibatkan kepala Bulog, Beddu Amang, dan melibatkan PT Goro pada 1995; Pembobolan Bapindo senilai 1,3 trilyun  oleh Eddy Tanzil pada 1996 yang menggegerkan banyak pihak, yang pada akhirnya pun lenyap tanpa jejak hingga saat ini. Dan, hampir semua kasus korupsi itu tidak hanya melibatkan pegawai aparatur negara, namun melibatkan juga para pemakai jasa mereka serta masyarakat luas. Sangat complicated," papar si Jhon tentang sederet kasus korupsi dari era Orla sampai dengan era Orba.

"Ternyata, parah juga ya skandal korupsi yang tercatat dalam sejarah di negeri ini. Itupun belum termasuk kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah-daerah yang pada intinya adalah sama, melibatkan pelbagai pihak, utamanya para aparatur negara," kata si Nohes.

"Lantas, di era Reformasi ini bagaimana, Bro? Maksud saya, situasi dan kondisi negeri ini terhadap korupsi?" Tanya si Paneri lugas kepada si Jhon.

"Runtuhnya Orde Baru pada 1998 yang dilatarbelakangi oleh dorongan kuat dari segenap elemen masyarakat dalam memberangus maraknya budaya korupsi, kolusi dan nepotisme atau KKN yang kemudian memasuki era Orde Reformasi, nampaknya belum bisa mengubah keadaan dalam menyurutkan korupsi. Bahkan sebaliknya, budaya korupsi masih tinggi bertengger walaupun lembaga antirasuah, yakni Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) dibangun pada 2002 dengan dasar hukum sebagai berikut: (1) UU RI No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi; (2) Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; (3) PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ditambah dengan beberapa UU RI, mulai UU RI No. 28 Tahun 1999 sampai dengan UURI No. 25 Tahun  2003, yang kesemuanya adalah payung hukum bagi KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai upaya memberangus korupsi. Namun apa yang terjadi? Perjalanan KPK sejak didirikan hingga saat ini yang sudah memasuki usia 22 tahun, dengan segala romantika dan kemelut di internal KPK itu sendiri nampaknya masih patut dipertanyakan dengan indikator masih tingginya kasus korupsi di negeri ini. Ditambah lagi dengan mencuatnya kasus korupsi terkini yang menimpa sang pimpinan KPK sehingga harus dinonaktifkan setelah ditetapkan sebagai tersangka yang tinggal menunggu proses peradilannya, dan tak kunjung tiba digelar perkaranya di meja hijau, entahlah kenapa koq begitu lamanya," kupas si Jhon.

"Bukankah saat ini sudah jelang berakhir masa bakti kepemimpinan KPK periode 2019-2024 ya, Bro? Lalu, bagaimana selanjutnya? Apakah KPK masih dipertahankan atau bagaimana bila dicermati koq sepertinya masih begitu-begitu saja, dengan kata lain bahwa tingkat korupsi yang masih tinggi, bahkan menimpa petinggi lembaga anti-korupsi itu sendiri? Bagaimana ini, Bro?" Tanya si Paneri.

"Tentunya ya masih dipertahankan sesuai dengan dasar hukumnya di negeri ini. Perkara hasil kinerja yang dinilai belum signifikan dalam upaya memberangus korupsi sesuai dengan yang diharapakan, itu sih sisi lain yang harus dijawab dan dicarikan solusinya agar berdaya guna dan berhasil guna bagi negeri ini yang sudah membangun KPK dengan susah payah," jawab Si Jhon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun