Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pembalap, Pembalak dan Pemalak Liar

16 Juli 2024   23:41 Diperbarui: 16 Juli 2024   23:43 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

"Kata liar, secara etimologis dalam bahasa kita bisa dimaknai sebagai tidak terpelihara dengan baik, tidak teratur, tidak menurut aturan hukum, dan lain sebagainya secara leksikalnya," begitu kata si Jhon mengawali ulasannya kepada sobat karibnya, si Paneri.

"Bila begitu, sudah seharusnya antara makna leksikal akan bergantung pada gramatikalnya, manakala kita menerjemahkan kata liar dimaksud agar tidak terjadi multitafsir yang bermuara pada miskomunikasi ataupun mispersespsi ya, Bro?" Timpal si Paneri.

"Ya, sampeyan benar dan OK sekali dalam menanggapi soal istilah dalam bahasa. Kali ini, mari kita ulas secara komperhensif dan kongkret tentang kata kunci yang terangkai, yakni liar, pemalak, pembalak dan pembalap yang kesemuanya jelas berkonotasi pada hal yang negatif atau keburukan, OK, Bro?" Kata si Jhon menstimulus kepada si Paneri agar tercipta kata berjawab dan gayung pun bersambut dalam cengkerama diskusi kecil-kecilan kali ini.

"Maksud sampeyan itu apa ya, Bro? Kalau boleh saya bertanya sebelum pembicaraan kita ini mengarah pada kedalaman dan bersari pati," kata si Paneri.

"Baiklah, Bro. Mari dikaitkan dengan antara Pembalap Liar, Pembalak Liar dan Pemalak Liar secara kontekstual dalam fakta realita di kehidupan masyarakat yang dinaungi oleh sebuah negara-bangsa. Itulah arah pembicicaraan kita kali ini," jawab si Jhon.

"Lanjutkan, Bro, saya menyimak," sahut si Paneri.

"Balap liar merupakan wujud balapan yang digelar tanpa izin dari pihak berwenang yang dilakukan oleh beberapa kelompok pemilik kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor. Singkatnya, balap liar termasuk kegiatan yang dikategorikan sebagai sebuah kejahatan. Di negeri ini, barang siapa yang melakukan balapan liar akan dikenakan pidana penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal 3 juta rupiah. Sedangkan pembalak liar merupakan pelaku kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Pembalakan liar tersebut juga dikenal sebagai penebangan liar yang dalam bahasa Inggrisnya disebut ilegal logging. Berdasarkan Pasal 83 Ayat 1 Huruf b, UU NRI No 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan, pelakunya diancam pidana penjara 15 tahun dan denda maksimal 100 miliar. Adapun pemalak liar adalah pelaku pungutan liar (pungli) yang merupakan pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Pada umumnya pemalak liar ini merujuk kepada pelaku yang disebut preman. Akan tetapi dalam perkembangannya mengarah juga kepada pejabat atau aparat negara dengan istilahnya, pungli. Ini tergolong ilegal dan termasuk bagian dari tindak kejahatan pidana korupsi sebagaimana yang sering terjadi di negeri ini. Sekalipun pemerintah atau negara telah membangun lembaga anti-rasuah yang bernama KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2002 dengan berlandasankan pada UU NRI No. 30/2022, namun  praktik pemalak atau pungutan liar tak kunjung bebas dan bersih jua dari negeri ini," urai si Jhon.

"Lantas apa relevansinya di antara ketiganya itu, Bro?" Tanya si Paneri tak habis pikir.

"Esensi dan pada prinsipnya, ketiga hal dimaksud, yakni antara pembalap liar, pembalak liar dan pemalak liar, di samping sama-sama liarnya, ketiga-tiganya adalah sama-sama sebagai tindak kejahatan atau pidana, dan apapun itu derajat tindak kejahatan pidananya dan dengan segala sanksi hukumnya. Hanya, justru tindak pidana yang dilakukan oleh aparatur negara atau  dari kalangan penegak hukum, maka sanksi hukumnya seharusnya lebih berat dari yang di luar aparatur maupun penegak hukum, bila memang hendak menerapkan apa yang disebut sebagai efek jera. Begitu seharusnya konstruksi berpikir dan bernalar yang sehat bin waras. Akan tetapi, dalam praktiknya, bukanlah bermuara pada efek jera, malah sebaliknya korupsi sudah menjadi hal yang membiasa dan membudaya di segala segmen kehidupan bangsa-negara, utamanya di kalangan yang memiliki wewenang, posisi dan jabatan dengan segala varian modus, teknik dan cara melakukan tindak kejahatan pidana korupsi," jelas si Jhon.

"Oh, begitu fakta realitanya ya, Bro? Peraturan perundang-undangan dibuat bukan dalam rangka menjaga dan memelihara ketertiban hubungan sosial-ekonomi di masyarakat, justru sebaliknya, pelbagai peraturan perundang-undangan itu dibuat untuk dilanggar dan diterjang. Dan yang paling memprihatinkan adalah yang dilakukan oleh bagian dari penegak hukum itu sendiri.  Apa yang menginspirasi sampeyan sehingga punya tema dan topik cengkerama kali ini yang saya akronimkan sebagai P-3L, yakni Pembalap, Pembalak dan Pemalak Liar, Bro?" Tanya si Paneri di ujung tanggapannya atas penjelasan si Jhon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun