"Ya, repot pula kalau sudah seperti itu ya, Bro? Pagar makan tanaman, buah segar mumpung berkesempatan, begitu ya kira-kira situasi dan kondisi alam dunia pendidikan kita dari SD hingga perguruan tinggi. Kian tinggi jenjang pendidikannya, kian tinggi selangit pula biayanya. Apalagi, antara input sangat tidak seimbang dengan output-nya. Coba, cermati dengan seksama, sudah berapa juta sarjana  yang terlahir dari sistem pendidikan nasional di negeri ini? Mulai dari yang S1, S2, S3 hingga Profesor yang dikenal sebagai guru besar? Toch, ujung akhirnya, upaya dan pencapaian dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, hanyalah slogan dan misi kata-kata belaka yang tak sampai pada tujuan utamanya. Tingginya biaya pendidikan di perguruan tinggi, setinggi itu pula para lulusannya yang terlibat di kasus-kasus korupsi di negeri ini. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, semakin tinggi pula teknik, modus dan cara berkorupsi agar tak gampang terdeteksi. Amit-amit lah, Bro?" Sambung kata si Jhon melengkapi ulasan si Paneri.Â
"Memang serba repot, Bro! Karena kata repot sudah bergeser maknanya menjadi: 'matane korep, boll-e arep cepot', Bro! Pun demikian dengan lulusan S1, S2 maupun S3, bukan jaminan terhadap soal integritas. Mendingan lulusan S-teler yang sama-sama S-nya walaupun non titel ataupun non gelar ya, Bro?" Kata si Paneri bergurau sekenanya.Â
"Lho, lho, lho ... Bro, sampeyan gak apa-apa, ya? Terus, terkait dengan penyelenggaraan pendidikan  yang katanya menjunjung tinggi nilai agama itu bagaimana fakta realitanya menurut sampeyan? Jangan mblakrak lho, Bro?" Kata si Jhon terheran-heran dengan gurauan sekenanya si Paneri yang baru saja diceploskan itu.
"Ampun, Bro kalau sudah nyerempet-nyerempet soal agama yang sangat sensitif itu. Saya agak sedikit traumatis tingkat madya, takut terjerat oleh Undang-Undang  ITE pasal penistaan ataupun pasal ujaran kebencian. Maaf ya, Bro! No comment ..." Kata si Paneri sembari menutupi keningnya dengan telapak tangan kanannya.
"Waduh, sampeyan ini bagaimana, toch? Wong, diajak berdiskusi, koq malah berakhir begini dan seperti ini?" Kata si Jhon menahan geli menghadapi sikap si Paneri yang di ujung cengkeramanya sudah tak bernyali dan tak serius lagi.
Si Jhon pun memaklumi dan tak memaksa diri terhadap si Paneri ....
*****
Kota Malang, Juli di hari kedua belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
  Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H