Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mungkinkah Pemilu Ulang Tanpa Paslon 02?

27 Maret 2024   05:49 Diperbarui: 28 Maret 2024   11:19 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: dokpri.com

Pemilu 2024 di negeri ini, secara de facto maupun de jure usailah sudah. Bahkan, KPU sebagai lembaga yang berwenang telah memutuskan dan menetapkan hasilnya pada 20 Maret 2024 dengan surat keputusannya, yakni "Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024".

Namun, apakah dengan penetapan hasil Pemilu oleh KPU tersebut berarti benar-benar telah final, utamanya terhadap hasil Pemilu Presiden yang menetapkan pasangan 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan pemenang Pilpres 2024 dengan raupan suara 58,58% dari total suara sah nasional?

Ternyata, tidak berhenti sampai di sini. Sebab, kemenangan paslon 02 itu masih dipersoalkan, menuai kontroversi, dan masih belum bisa dipastikan akan berjalan mulus menuju pelantikan yang telah diagendakan pada 20 Oktober 2024.

Gelagat penolakan terhadap hasil Pemilu-Pilpres 2024 ini sudah nampak jauh sebelum penetapan hasil Pemilu oleh KPU (sejak hasil pengumuman Quick Count) . Mulai dari bergulirnya isu dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pelaksanaan pemungungatan suara, isu proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Parabowo Subianto yang ditengarai menabrak konstitusi serta terindikasi melanggar hukum dan etika sebagaimana putusan yang disampaikan Majelis Kehormatan MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, aksi demonstrasi dari sebagian elemen masyarakat yang menolak proses pelaksanaan dan hasil Pemilu 2024, Usulan Hak Angket, hingga pada gugatan sengketa pilpres ke Mahkamah Konstitusi oleh paslon 01 dan paslon 03. Dimana kesemuanya, intinya adalah upaya untuk menolak keabsahan proses pelaksanaan dan hasil Pemilu 2024 dimaksud.

Kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM)

Isu telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam pelaksanaan Pemilu-Pilpres 2024 ini, lebih banyak dihembuskan oleh para pihak yang kalah dalam pertarungan, dan tidak siapnya para pihak untuk menerima kekalahannya dalam konteks pertarungan Pemilu-Pilpres. Apalagi kemenangan yang dicapai oleh pemenang itu sangat signifikan alias cukup telak dalam angka perolehan suara yang 58,58%, sekaligus sebagai hal mencengangkan bagi siapapun yang menyaksikan hasilnya.

Akan tetapi, benar tidaknya terjadinya kecurangan sebagai isu, hanya akan terjawab dalam persidangan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara pengawal konstituusi, dan yang berkompeten menangani gugatan sengketa Pemilu di negeri ini.

Menabarak Konstitusi

Istilah "Menabrak Konstitusi" yang ditujukan terhadap cawapres paslon 02 adalah lebih disebabkan dan dipicu oleh adanya klausul dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pada pasal 169 huruf q yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' sebagai syarat batas usia minimum yang harus dipenuhi bagi capres/cawapres yang hendak berkontestasi dalam Pemilu-Pilipres 2024. Sedangkan, cawapres paslon 02 masih berusia 36 (tiga puluh enam) tahun pada saat mendaftarkan diri berpasangan dengan capres Prabowo Subianto yang tidak ada masalah dari segi usia minimum sebagaimana yang tersebut di pasal Undang-Undang Pemilu 2017 dimaksud.

Sementara, putusan MK yang dibacakan pada 16 Oktober 2023 menyatakan bahwa syarat usia minimum paling rendah 40 tahun bagi capres-cawapres sebagaimana pada pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu 2017, pada prinsipnya bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun