Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bias Samudra Kehidupan (Kedua)

15 Maret 2024   07:31 Diperbarui: 16 Maret 2024   04:52 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokpri.com

"OK, langsung saja, ya? Bagiku, Ang ... agama apapun, kepercayaan apapun pasti mengarahkan kepada pengikutnya untuk hidup menuju surga, dan menghindari neraka. Tinggal bagaimanakah cara atau jalan yang tepat menuju surga. Itu yang penting dan utama. Sebab, yang demikian itu masih menjadi polemik yang tidak pernah ada ujungnya di antara umat beragama. Dan, fakta realitanya memang begitu, tak terbantahkan. Masing-masing penganut  agama mengklaim bahwa kelompoknyalah yang paling benar, agamanyalah yang bisa menghantar menuju ke surga, mereka menganggap kelompok yang lain salah, agama yang lain dianggap sesat, kafir dan akan terjerumus ke neraka. Padahal, Tuhannya sama, namun kenapa umat manusia jadi beda-beda dalam menerima dan menanggapi ajaran Tuhannya?" ulas Alex menanggapi persoalan yang dilemparkan Anggoro.

"Aku sendiri pun begitu, Al. Terkadang terbit suatu kebimbangan, apakah agama yang kupilih sudah tepat? Apakah ibadah yang kujalankan sudah benar? Apakah pahala-pahala yang sudah kukumpulkan, bila itu memang dikategorikan sebagai pahala, bisa menjadi tiket menuju ke surga? Manusiawi, kan bila aku sampai berpikir seperti itu?" timpal Anggoro.

"Ya, manusiawilah, Kawan, sebelum kita mendapatkan satu jawaban kepastian yang objektif ilmiah. Bukan serangkaian jawaban naratif-retorik belaka, jauh dari hal-hal yang logis-rasional. Sebab, bukankah kepastian alam semesta ini sejalan dengan akal sehat, dan tak ada kepastian alam semesta yang tak sejalan dengan akal sehat bagi sosial budaya manusia? Dengan kata lain, bisa dinyatakan dan dibuktikan secara empiris," sahut Alex dengan dasar logika-rasionalitasnya.

"Kalau begitu, apa yang telah kau pahami tentang surga, Kawan?" tanya Anggoro.

"Surga, adalah suatu kondisi kehidupan yang ideal, seimbang dengan segala aspek yang terlingkup di dalamnya. Surga kehidupan yang dimaksudkan di sini adalah gambaran kehidupan yang dikehendaki Tuhan. Sebuah kehidupan yang adil, sejahtera, penuh kebaikan dan kedamaian dalam balutan lingkungan yang bersih, indah dan terjaga keseimbangannya. Hal itu akan tercipta sebagai akibat proses pemahaman yang tepat pada diri manusia  terhadap ajaran Tuhan yang universal. Semua ajaran Tuhan berisi nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai yang berlandaskan keseimbangan, nilai-nilai kebajikan bersifat universal. Artinya, semua agama atau aliran kepercayaan apapun akan mempunyai pandangan atau pemahaman yang sama terhadap nilai-nilai kebajikan. Nilai-nilai kebajikan merupakan nilai-nilai positif, antara lain: saling tolong-menolong dalam kebajikan, saling menghargai dan menghormati, membantu yang lemah, berbuat adil, tidak merusak diri, tidak merugikan sesama, tidak menyakiti yang lain, tidak menghambur-hamburkan harta, tidak merusak alam, selalu menjaga kebersihan, rajin, profesional, produktif, tidak berlebih-lebihan, dan berbagai nilai-nilai positif lainnya," ulas Alex dengan seksama, menjawab pertanyaaan yang diajukan Anggoro.   

"Lantas, muaranya bagaimana, Al?" tanya Anggoro dengan antusiasnya.

"Semua nilai-nilai positif atau perbuatan-perbuatan baik itu harus dirangkai menjadi aturan-aturan yang mengikat, menjadi sistem kehidupan yang ideal. Sistem yang tidak memberikan ruang sama sekali terhadap perilaku-perilaku yang negatif, perbuatan-perbuatan buruk yang tercela.  Maka itulah kehidupan yang ideal menurut maunya Tuhan, dan menjelmalah sebagai surga kehidupan yang real dan nyata, bukan fatamorgana ..." tandas Alex dalam mengemukakan pemahamannya tentang surga kepada Anggoro.

"Siap, Kawan, terima kasih atas kupasanmu soal surga yang begitu gamblang untuk dicerna dan yang seharusnya bisa ditindaknyatakan dalam praktik hidup di kehidupan ini," kata Anggoro menanggapi apa yang telah diulas Alex.

"Sama-sama, Kawan. Puji Tuhan, Alhamdulillah, Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara ..." uluk salam Alex kepada Anggoro, begitu terdengar suara azan Maghrib.

"Selalu Seimbang, Kawan ..." jawab Anggoro terhadap uluk salam dari Alex, menutup bincang cengkeramanya, dan isyarat untuk beranjak pulang ke rumah seiring dengan saat Maghrib telah tiba.

*****

Kota Malang, Maret di hari kelima belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.

       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun