Kegiatan tahunan seperti Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sering kali meninggalkan masalah lingkungan berupa sampah banner. Fenomena ini terus berulang tanpa solusi signifikan dari pemerintah, pasangan calon (paslon), maupun masyarakat. Tahun 2024 menjadi tonggak sejarah dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak secara nasional. Pemilu dijadwalkan pada 14 Februari, diikuti Pilkada pada 27 November.
Penggabungan jadwal ini didasarkan pada UU No. 10 Tahun 2016 yang menunda Pilkada 2022 dan 2023, dengan harapan penghematan anggaran hingga 60%, sebagaimana terjadi pada Pilkada Sumatera Barat 2011 dan Pilkada Aceh 2012. Namun, masalah lingkungan akibat alat peraga kampanye (APK) tetap menjadi perhatian utama.
Indonesia Darurat Sampah
Menurut data dari Kompas dan laporan Lawrance, Indonesia adalah salah satu penghasil sampah plastik terbesar dunia, meskipun peringkatnya menurun dari kedua ke kelima antara 2018 dan 2023. Kampanye Pemilu 2024 memperburuk situasi ini, menghasilkan puluhan ton sampah banner di wilayah seperti Jakarta, sebagaimana diungkap oleh Stuffo Labs Gudrnd dalam liputan DW.
Bahan baku APK seperti flexi (PVC) bersifat tidak terurai secara alami, yang membuat pengelolaan sampah ini sangat menantang. Flexi merupakan kombinasi material polyvinyl chloride (PVC), jenis plastik yang sulit terurai dan dapat bertahan hingga ratusan tahun di lingkungan. Jika dibakar, bahan ini menghasilkan emisi beracun yang berisiko terhadap kesehatan manusia, termasuk memicu kanker dan kemandulan.
Selain itu, sering ditemukan pemasangan APK yang melanggar aturan, seperti dipaku di pohon atau dipasang di lokasi yang tidak sesuai. Praktik ini merusak ekosistem, estetika kota, dan etika lingkungan.
Pencemaran visual dari APK sering kali mengurangi kualitas hidup masyarakat, terutama di ruang publik. Baliho yang dipasang sembarangan mengganggu estetika kota dan merusak karakter unik suatu wilayah. Selain itu, sampah dari kampanye politik, yang sulit terurai, menambah beban TPA tanpa ada upaya signifikan untuk mendaur ulang. Data lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan jumlah APK yang diproduksi, tetapi pengelolaan sampahnya masih sangat lemah.
Beberapa daerah, seperti Bali, telah memulai program "Green Election" yang membatasi penggunaan APK fisik dan beralih ke kampanye digital. Langkah ini menjadi solusi untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus menekan biaya kampanye.
Evaluasi Regulasi APK
Konten pada APK juga sering kali tidak berkualitas, lebih menonjolkan wajah dan nomor urut paslon dibandingkan visi dan misi. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi masyarakat untuk lebih mengutamakan kualitas kandidat berdasarkan program yang ditawarkan daripada citra visual semata.
Regulasi mengenai APK sebenarnya sudah diatur dalam PKPU No. 32 Tahun 2018 dan PKPU No. 15 Tahun 2023, yang mencakup ukuran, bahan ramah lingkungan, dan lokasi pemasangan. Namun, penegakan hukum terhadap pelanggaran masih lemah. Mencontoh Jepang, pemilu diatur ketat melalui UU Pemilihan Jabatan Umum No. 100 Tahun 1950, yang membatasi lokasi dan jenis APK. Pelanggaran dapat langsung dikenakan sanksi tegas, seperti pencopotan alat peraga.
Solusi Sampah Kampanye
Beberapa komunitas kreatif telah memanfaatkan bahan PVC dari banner untuk diolah menjadi produk bernilai ekonomi seperti tas belanja dan kerajinan tangan. Langkah ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga mendorong ekonomi sirkular.
Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pemasangan APK, memperketat sanksi, dan mengedukasi paslon serta masyarakat. Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan komunitas kreatif dapat menjadi solusi untuk mengurangi volume sampah kampanye.
Tanggung jawab atas sampah kampanye bukan hanya milik pemerintah dan paslon, tetapi juga masyarakat. Edukasi, regulasi yang tegas, dan inovasi dalam pengelolaan limbah adalah kunci untuk meminimalkan dampak lingkungan Pemilu serentak 2024. Sebagaimana dikatakan Bakti Setiawan, Dosen Fakultas Teknik UGM, evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan kampanye dan peraturan APK harus dilakukan agar sampah visual tidak lagi dinormalisasi. Dukungan dari semua pihak sangat penting untuk mewujudkan pemilu yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI