Mbah Tejo, sapaan akrab dari Sujiwo Tejo. Pada Kamis, 13 Oktober 2022 bertempat di auditorium Abdullah Kahar Muzakkir UII, Mbah Tejo berkesempatan untuk mengisi kuliah umum yang diinisiasi oleh KOMAHI (Korps Mahasiswa Hubungan Internasional) UII. Bertemakan YOUTH EMPOWERMENT POLITICS AND PUBLIC DIPLOMACY diskusi yang diselingi lagu buatan Mbah Tejo berlangsung dengan khidmat, seru, sekaligus merinding.
Tujuan tapi tanpa tahu asal
Mbah Tejo mengawali kuliah dengan iringan lagu yang berjudul Ingsun. Sesuai kebiasaan Mbah Tejo, ketika mengisi seminar-seminar, mbah mengawalinya dengan sebuah lagu yang biasanya juga bersama iringan paduan suara setempat, kata beliau sehari sebelum penampilan mbah datang untuk latihan untuk dibawakan pada keesokan harinya.
Merinding sekaligus kagum, ini pertama kali aku melihat sosok Sujiwo Tejo yang biasanya hanya dapat aku lihat dari layar telepon genggam, namun sekarang ada di depan mata. Musik berputar Mbah Tejo Masuk dengan bernyanyi, dengan khas suara dari Mbah Tejo.
"Kebanyakan dari kita tahu tujuan tapi tidak dengan asal". Begitu ucap Mbah Tejo ketika musik berhenti.Â
Mbah Tejo mengumpamakan demikian dengan pertanyaan yang ditujukan Mbah Tejo ketika ditanya jalan untuk sampai ke UII, Mbah menyampaikan untuk ke UII jelas banyak jalan tapi tergantung kamu dari mana, jika dari Ambarukmo maka Mbah akan bisa menjelaskan secara ringkas mana saja jalan alternatif agar mudah sampai ke UII. Tapi Mbah menggaris bawahi di sini si penanya tidak menjelaskan dari mana ia berasal, maka sontak mungkin jelas akan beda dengan kondisi jika Mbah tahu dari mana asal dari si penanya, bisa jadi jawaban yang diberikan Mbah malah mempersulit untuk ia sampai ke UII. Sama halnya dengan jika pergi ke Jakarta tapi tidak tahu mana asal kita entah itu dari Semarang atau dari Medan, jika dari Semarang maka jalan yang mudah adalah menggunakan tol sedang jika dari medan adalah menggunakan pesawat. "Boleh bertujuan asal kita tahu mana asal kita". Dengan mengetahui asal kita, akan sangat membantu untuk mempermudah mencapai tujuan.
Belum merdeka seutuhnya
Hal ini disampaikan Mbah Tejo, "Kita merdeka secara politik bukan secara kebudayaan". Maksud di sini Mbah menyampaikan memang benar secara garis besar kita telah merdeka penjajahan fisik tapi tidak berarti juga dengan merdeka kebudayaannya. Sangat miris sekali kebudayaan asli kita kalah dengan budaya yang dibawakan barat, padahal kita Indonesia sangat kental dengan kebudayaan. Hal ini dibuktikan dengan contoh yang Mbah sampaikan dengan permisalan tangga nada, yaitu Do Re Mi Fa So La Si Do. Lanjut penyampaian dari Mbah Tejo, lagu-lagu yang ada pada kita iya benar memakai bahasa Indonesia tapi tidak dengan ciri khasnya, padahal Sunda sendiri ada 17 tangga nada dan Jawa dengan 5 nadanya (Slendro).
Terkait juga diplomasi publik yang disampaikan mbah, beliau menyatakan "Aku ini diundang ke luar negeri karena aku membawa lagu ciri khas Indonesia, coba aku bawakan lagu pop yang ada seperti sekarang ya gak mungkin diundang". Begitu guyonan dari Mbah Tejo.
Diplomatis dan Komunikatif
Antara Diplomatis dan Komunikatif, juga dengan antara Gendam dan Komunikatif, diskusi yang dibawakan Mbah Tejo. Berbagai jawaban disampaikan oleh kawan mahasiswa untuk menjawab dari pertanyaan yang Mbah ajukan, apa perbedaan dari keduanya. Diplomatis lebih mengarah ke negosiasi sedang komunikatif lebih ke cara tujuan, ada juga yang berpendapat antara diplomatis dan komunikatif keduanya adalah sama yaitu sama-sama berbentuk sifat, perbedaannya jika diplomatis samar sedang komunikatif menandakan orang tersebut supel atau mudah untuk bergaul.
Selain dari keduanya beliau juga mengangkat paham neoliberalisme, paham yang berarti kemenangan, kepemilikan akan ada pada yang memiliki informasi, beliau memisalkan dengan contoh buah mangga yang dimiliki seseorang, orang tersebut hanya bisa mengambil manfaat dari pohon mangga hanya sebatas buahnya sahaja karena sesuai dengan batas pengetahuannya, berbeda lagi dengan orang yang dapat mengetahui manfaat dari daun, batang, kulit, biji dari si buah maka orang tersebut akan dapat keuntungan secara maksimal dari pohon mangga tersebut. Di sela diskusi beliau juga membawakan salah satu lagunya yang berjudul "Sugih tanpo bondo".
Jadilah Pejabat yang mendukung Kebudayaan
"Apa yang Mbah lihat di masa mendatang tentang kebudayaan kita?". Terlontar pertanyaan dari kawan saya Abraham Kindi untuk Mbah Tejo. Mbah Tejo berpesan kepada kita juga kepada pejabat  untuk ikut menampilkan kebudayaan kita. Hal yang paling mudah adalah melalui industri Film, Mbah Tejo memberikan contoh bagaimana industri perfilman Amerika yang selalu menaruh kebudayaan, ciri khas bahwa itu adalah mereka, yaitu dengan adanya selalu bendera Amerika di setiap film mereka. Industri film mempunyai pengaruh besar untuk mengenalkan kebudayaan sekaligus mengubah persepsi seseorang, hal ini dibuktikan dengan tayangnya film Rambo 'The First Blood' yang menceritakan gagahnya Amerika padahal di kenyataan kalah telak dengan tentara Vietnam.
Mbah Tejo berpesan mungkin bisa disatukan untuk semua perfilman agar menampilkan kebudayaan Indonesia, entah itu dengan makanan khasnya atau bendera merah putih, juga berpesan mendukung bukan ketika film sudah tayang melainkan juga ketika awal pembuatan film tersebut, berikut juga dengan pengawasan, peringanan pajak, dan modal, kata Mbah Tejo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H