Meskipun Ahok kini telah menyandang status sebagai tersangka, peluang Ahok untuk menang Pilkada DKI Jakarta masih tetap terbuka lebar. Sehingga Kita tidak boleh patah arang. Harus tetap optimis dan yakin dapat memperluas dukungan beriringan dengan hasil-hasil survei yang menempatkan Ahok-Djarot sebagai pemenang.
Mengapa demikian?. Mari kita urai rillis survei yang ada saat ini.
Pertama, Apabila kita perhatikan yang terjadi saat ini, berbagai lembaga survey akan mulai mengeluarkan temuannya masing-masing sebagai basis argumentasi dari opini yang sedang dibangun. Ambil contoh, survei yang satu akan mendorong survei yang lain untuk membantahnya.
Yang terakhir adalah rilis survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI/ LSI Lembaga) milik Burhanudin Muhtadi yang menyatakan bahwa meski pasangan Ahok-Djarot tidak disukai mayoritas pemilih, tapi pasangan nomor urut 2 ini akan menang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti.
Kedua, meski kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok telah memasuki masa persidangan, belum tentu sanggup menggerus elektabilitasnya. Menurut Mahfud MD, proses persidangan hingga keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap bisa berlangsung selama 2 tahun. Kalaupun proses persidangan dapat dipercepat, keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht) akan terjadi paska pilkada berlangsung pada 15 Februari 2017.
Ketiga, meski ada survei yang menyatakan bahwa elektabilitas pasangan Agus-Sylvi yang berada di puncak tetapi itu akan hancur dengan adanya rumor kesaksian Antasari Azhar dan dua mantan anggota Partai Demokrat yang terjerat korupsi (Angelina Sondakh dan Nazaruddin). Rumor tentang kesaksian ketiga orang ini akan dipakai untuk menggerus kerja penggalangan dukungan pasangan Agus-Sylvi. Tak dapat dipungkiri jika dukungan terhadapan pasangan Agus-Sylvi ini tidak bisa lepas dari pengaruh politik SBY yang selama berkuasa 10 tahun justru mengirim banyak kader dalam pusaran korupsi.
Keempat, dominasi kampanye pasangan Ahok-Djarot di media sosial akan terus ditingkatkan. Penguasaan lini media sosial oleh para pendukung Ahok-Djarot ini tak dapat dianggap remeh. Mereka akan selalu menjadi garda terdepan dalam membangun persepsi publik yang positif bagi Ahok-Djarot. Secara bersamaan, pendukung Ahok-Djarot di sosial media akan semakin massif untuk menyerang pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi.
Kelima, persoalan DPT ganda yang sempat dikemukakan oleh Bawaslu pada September lalu hingga sekarang belum jelas. Tidak tanggung-tanggung, Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti menyatakan bahwa ada 650.000 lebih DPT ganda yang ditemukan lembaganya. Jika diprosentase, 650.000 pemilih tersebut setara dengan 8,7 persen dari total DPT DKI Jakarta yang jumlahnya 7,5 juta.
Muncul pertanyaan terhadap hasil survei ini: kok bisa, calon yang tidak disukai bisa tetap akan dipilih oleh publik dan bisa menang Pilkada?
Sesungguhnya logikanya sederhana, ketika dalam hasil survei LSI Burhanudin Muhtadi menyatakan bahwa Ahok hanya memperoleh angka kemenangan 32,8 persen, masih ada undecided voters sebesar 18,8 persen. Hasil survei pemilih yang akan memilih pasangan Ahok-Djarot sebesar 32,8 persen, jika ditambah dengan undiceded voters (18,8 persen) dan daftar pemilih ganda (8,7 persen), maka target mereka adalah dapat menang 1 putaran.
Lalu bagaimana kalau ada yang bertanya seperti ini: bagaimana mungkin seorang yang sudah menyandang status tersangka tetap bisa terpilih?.
Tentu kita bisa mengutarakan bahwa status tersangka masih memungkinkan bisa bebas dari tuntutan hukum karena tuntutan jaksa kan masih sangat lemah. Jadi, selain bebas dari tuntutan hukum, calon kita sekaligus akan dapat memperoleh kemenangan di Pilkada DKI pada 15 Februari 2017.
Penjelasan ini perlu kita sebarluaskan agar anggapan bahwa PDI Perjuangan tidak memperdulikan status hukum Ahok tidak lagi berkembang.
Kesan dari PDI Perjuangan untuk seolah-olah mengesampingkan status hukum Ahok ini muncul karena ketika menang di Pilkada DKI nanti akhirnya Ahok ditetapkan bersalah, Djarot lah yang akan tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Pandangan ini jelas salah, karena ketika Ahok tetap menang justru segala upaya untuk menganulir kemenangan itu akan dapat dipukul balik sebagai pihak yang tidak puas dan tidak mau legowo saja dengan hasil pilkada.
Stigma sebagai pihak yang tidak puas dan tidak legowo ini akan mudah untuk dipukul balik apabila akan melakukan protes. Apalagi protes dengan memobilisasi massa. Sudah pasti akan dapat dengan mudah dipukul balik dengan segenap aparat yang tinggal diperintahkan. Karena ketika kekuasaan didapat, legitimasi untuk memerintah sudah ditangan.
Oleh karenanya, kita tak boleh patah arang. Kita akan terus memperkuat penjelasan kita bahwa peluang calon kita, Ahok dan Djarot menang sangat besar. ini harus kita perluas penjelasannya media massa dan sosial media.
Dengan segala daya dan upaya dalam waktu yang tersisa,kita dapat kembali hantarkan Ahok dan Djarot untuk mengisi kekuasaannya.
Apalagi masih ada pandangan kuat bahwa program pemerintahan Jokowi akan terganggung jika bukan Ahok yang terpilih sebagai Gubernur DKI. Meskipun kita ketahui, tidak semua partai politik pendukung Jokowi di Kabinet adalah pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta.
Kita harus yakin, banyak pihak yang telah merasakan 'nikmat' kebijakan Ahok selama menjadi Gubernur.
Jadi kita tidak perlu kawatir. Hingga Februari 2017 nanti akan terus ada survei-survei yang terus menempatkan calon kita, Ahok-Djarot sebagai pemenang.
Tetap Semangat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H