Mohon tunggu...
Subki RAZ
Subki RAZ Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang Blogger yang sehari-hari ngajar anak bangsa menjadi anak yang cinta fisika dan teknologi . Teknologi yang membawa manfaat bukan mudarat. Cerita sekolahnya mirip Laskar Pelangi. Sekolah dari NOL hingga melek internet. Senang menyimak berita Politik, pendidikan, dan teknologi. \r\n\r\nblog: www.subkioke.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Budaya Kita, Tidak Suka Membaca dan Susah Menulis

11 Juni 2012   15:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:06 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar kata "menulis" atau "mengarang" bagi murid-murid di sekolah agaknya masih menakutkan. Tidak jelas mengapa muncul perasaan seperti itu. Pengalaman pahit saya sewaktu di sekolah dasar agaknya mungkin bisa menjadi salah satu alasan mengapa ilmu mengarang atau menulis malah membikin siswa takut dan phobi.

Saya teringat ketika SD dulu. Ketika itu saya duduk di kelas 6 dan diwajibkan untuk mengarang oleh guru saya. Saya mulai mengarang dengan diawali kata "pada suatu hari ....dst". Dalam karangan saya, sangat banyak tanda hubung. Seperti ini kalimatnya, "setelah bangun tidur saya mandi, setelah mandi saya gosok gigi, setelah gosok gigi saya pakai handuk, setelah itu saya pakai baju,......dst". Karena karangan saya ini dinilai jelek oleh guru saya, maka saya pun dimarahi dan dipermalukan oleh wali kelas di depan kelas hari itu. Karena malu, saya tak kuasa menahan tangis waktu itu. Maka, sejak saat itulah, saya paling benci yang namanya pelajaran Bahasa Indonesia. Sejak itu pula "mengarang" adalah kegiatan yang paling tidak saya sukai. Tetapi untunglah, akhirnya saya bisa lulus SD.

Motivasi menulis muncul saat SMA dulu. Ketika kelas 3 saya diwajibkan membuat karya tulis sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Nasional (saat itu namanya EBTANAS = evaluasi belajar tahap akhir nasional). Saya tidak tahu kalau ternyata karya tulis saya dan teman-teman kelas 3 ikut dilombakan untuk tingkat propinsi. Saya baru tahu ketika wali kelas mengumumkan bahwa saya terpilih sebagai Juara III Lomba Menulis Tingkat Propinsi tentang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Saya pun sempat tidak percaya, karena karya tulis itu saya buat seadanya semampu saya dan waktu itu saya harus meminjam mesin ketik kepada teman kos. Tetapi memang karya tulis itu saya susun rapi mengikuti kaidah penulisan yang formal. Saya diuntungkan bisa meminjam banyak buku di perpustakaan sekolah, karena saya termasuk anggota Pustakawan Sekolah di SMA Negeri 1 Mataram. Dengan menjadi juara tingkat propinsi itulah, akhirnya saya bisa mentraktir bakso kepada teman sekelas saya. Dan dengan hadiah itu pula saya bisa melanjutkan kuliah (sebagai biaya awal) ke tanah Jawa. Sejak saat itulah motivasi menulis saya bangkit kembali.

Saya sempat tertegun pada suatu kesempatan. Ketika itu saya sedang di atas kapal dalam perjalanan pulang kampung dari Jawa menuju Lombok. Seperti biasanya, setiap ketemu turis asing dan kiranya bisa diajak ngobrol, saya langsung membuka obrolan dengan turis-turis di atas kapal. Ketika saya tanyakan "what is your job?". Si turis menjawab, "penulis". Ya, baru kali ini saya tanya seseorang lalu dijawab pekerjaannya sebagai penulis atau pengarang. Si turis yang ternyata pintar berbahasa Indonesia ini menceritakan kalau dia sudah 3 tahun berada di Denpasar Bali, dan hari itu dia mau berlibur ke Pulau Lombok.

Seringkali saya perhatikan di atas kapal, kalau bulu-bule itu selalu membawa buku dan bolpoin. Bahkan ada bule perempuan menghabiskan sebungkus rokok sambil asyik membaca di atas kapal yang bergoyang-goyang karena ombak Selat Lombok. Sementara penumpang dari Indonesia asyik tidur dan makan. Sangat kontras melihat pemandangan itu.

Budaya membaca dan menulis bagi warga Indonesia memang masih dikatakan rendah. Budaya menulis masih lebih kecil lagi dari budaya membaca. Ini adalah tantangan berat bagi Indonesia jika ingin maju dan bergaul di kancah Internasional.

Menurut Nasir (www.kabarindonesia.com 7 Januari 2012), Kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30.

Blog Kompasiana sebagai Media Membaca dan Menulis

Rendahnya budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat, khususnya siswa dan guru sebenarnya mudah diatasi untuk saat ini. Kehadiran internet sebagai media digital sangatlah membawa banyak keuntungan. Cukup dngan sekali klik, semua informasi di seluruh penjuru dunia bisa kita baca. Misalnya saja kita buka www.kompas.com, maka segudang berita dan informasi terkini bisa kita dapatkan. Asalkan ada kemauan untuk membaca. Selanjutnya agar terjadi keseimbangan informasi dan memperkaya konten di media digital, maka kita harus bisa memberikan sesuatu dalam bentuk tulisan. Kalau membaca adalah bentuk menerima, maka menulis adalah bentuk memberi.

Media yang paling mudah untuk belajar menulis dan berbagi adalah melalui weblog (blog). Melalui blog kita bisa memberi dan menerima informasi (dua arah). Blog yang paling mudah untuk menyalurkan "hasrat" menulis dan sekaligus sebagai media bersilaturrahmi (connecting) adalah Kompasiana (www.kompasiana.com). Dalam blog kompasiana ini kita bisa belajar berbagai macam menu artikel dan warna dan gaya tulisan. Kita juga bisa memperkaya kosa kata dan memantik ide-ide baru. Melalui blog ini juga kita bisa mengasah kemampuan menulis dengan mengikuti even lomba yang diadakan. Dari pengalaman saya menulis di sini, saya merasakan ada perubahan pada kemampuan saya dalam menulis. Bahkan juga ada tulisan saya "2 ibu, 1 cinta" yang masuk 7 tulisan favorit pada lomba womenfiesta. Mari kita Budayakan Kebiasaan Membaca dan Menulis.

Salam

www.subkioke.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun