Menyimak Berita di semua stasiun TV dan media Kompas Online pada Rabu, 25 April 2012, membuat hati saya panas dan serasa menyakitkan. Betapa tidak, sudah jelas-jelas Malaysia seringkali memancing di air keruh. Harkat dan Martabat bangsa sudah terinjak-injak oleh Malaysia.
Berita terakhir yang saya maksud adalah, tewasnya tiga orang TKI asal Pancor Kopong, Pringgasela Selatan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, bernama Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noon. Mereka tewas ditembak polisi Diraja Malaysia. Malaysia menyebut mereka melakukan penyerangan saat akan ditangkap.
Ketika dipulangkan pada 5 April 2012, pada ketiga jenazah tersebut ditemukan jahitan tidak wajar, yakni di kedua mata, dada, dan perut bagian bawah. Diduga ada organ tubuh yang diambil dari jenazah TKI tersebut. Akhirnya Tiga TKI ini diduga Korban Perdagangan Organ Tubuh di Malaysia.
Atas dasar itu pula, akhirnya hari ini dan besok (Kamis dan Jumat, 26-27 April 2012), mayat ketiga almarhum akan dibongkar untuk diotopsi oleh Tim dari Dinas Kesehatan dan Kepolisian NTB.
Indonesia Sudah diremehkan oleh Malaysia.
Tidak sekali dua kali, Malaysia bikin ulah dengan Indonesia. Mulai dari masalah perbatasan, olahraga, hingga yang paling sering adalah soal TKI dan TKW kita. Para TKW sering diperkosa, dilecehkan, tidak dibayar, hingga kasus banyaknya mayat para TKI/TKW yang dikirim dari Malaysia ke Indonesia.
Kalau dulu di zaman orde lama dan orde baru, Malaysia mengemis tenaga guru dan dosen ke Indonesia. Guru dan Dosen dari Indonesia dibayar mahal untuk mengajar di Malaysia. Itulah cikal bakal Malaysia menjadi "lebih pintar" hingga merasa sombong saat ini.
Namun saat ini, roda memang sudah berputar 180 derajat. Acapkali Malaysia memandang rendah Indonesia. Banyak sekali guru dan dosen kita merasa bangga menimba ilmu ke Malaysia. Sementara Indonesia tidak mampu menyedot orang Malaysia untuk belajar ke Indonesia. Maka pantaslah, kini Malaysia berseloroh bahwa "Malaysia lebih maju dari Indonesia".
Banyaknya TKI dan TKW di Malaysia semakin menguatkan kesombongan Malaysia. Terlebih, tingkat pendidikan para TKI/TKW kita hanyalah tamatan SD. Mereka pergi ke sana tanpa Skill yang memadai. Tentu saja pekerjaan kasar di ladang dan kebun yang paling mudah mereka kerjakan. Tetapi hebatnya, dari penuturan keluarga dan tetangga yang baru pulang dari Malaysia, mereka selalu memuji dan menyanjung Malaysia. Mereka selalu menuturkan kelebihan dan kehebatan Malaysia dibandingkan Malaysia. Dari sini, saya berkesimpulan bahwa Malaysia telah berhasil menyulap negaranya menjadi negara yang semakin maju sehingga mampu menyedot dan menyulap para tenaga kerja asing, baik dari Indonesia, Filipina, Thailand, India, maupun Bangladesh. Cerita ini tentu saja seharusnya membuat malu pemerintah kita.
Beribu-ribu para TKI dan TKW setiap bulannya menyerbu Malaysia. Mereka pun rela pergi tanpa ijin yang resmi. Mereka tidak peduli dengan label ILLEGAL dari Pemerintah Indonesia, atau label PENDATANG HARAM dari Malaysia. Yang lebih penting bagi mereka adalah bisa makan kenyang dan bisa mengirim uang kepada sanak keluarga mereka di kampung. Masalah resiko sudah mereka anggap biasa. Nyawa pun harus dipertahankan demi harapan akan nasib yang lebih baik. Toh juga di Indonesia, mereka hanya bisa tidur saja, tetapi mereka akan kelaparan jika tetap bertahan di kampung. Indonesia hanyalah sarang untuk hidup, sementara rezeki mereka ada di Malaysia. Pepatah yang mengatakan "hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari hujan emas di negeri orang" tidak berlaku buat mereka. Mereka pun tidak bangga mendapat julukan Pahlawan Devisa. Toh juga pemerintah tidak serius mengurus nasib mereka.
Indonesia Lemah Diplomatik
Di ajang internasional, Malaysia seringkali bersengketa dengan Indonesia soal perbatasan. Di bidang olahraga pun, Indonesia kerap dipermalukan oleh Malaysia. Lagi-lagi soal tenaga kerja ini. Indonesia tidak punya daya pressure yang kuat. Pemerintah masih selalu berbasi-basi.
Sebenarnya, kalau saja pemerintah mampu membuat lapangan pekerjaan sebanyak dan sebaik Malaysia, maka rakyat tidak perlu jauh-jauh ke negeri orang. Semua orang pasti lebih memilih tempat yang dekat dengan keluarga mereka asalkan pekerjaan mereka mampu menghidupi mereka dan keluarganya. Pemerintah SBY seharusnya SANGAT MALU melihat fenomena ini. Itu berarti, Indonesia bukanlah negara yang mampu membuat rakyatnya betah dan bisa menjamin hidup mereka.
Karena kelemahan-kelemahan itulah, maka pantaslah Malaysia selalu merasa di atas Indonesia. Pemerintah kita masih belum memikirkan rakyatnya 100%. Mereka lebih memilih kelanggengan partai dan jabatan saja.
Cara Menekan Malaysia
Malaysia saat ini sedang menjalankan visi misi 2020 menuju negara Maju. Hampir semua bidang dibangun olehnya. Karena itulah, Malaysia membutuhkan tenaga kerja kasar di bidang konstruksi secara besar-besaran. Nah, inilah yang diisi oleh tenaga TKI dari Indonesia. Tak heran, sepulang ke Indonesia, rata-rata mantan TKI ini mahir menjadi tukang. Padahal saat pergi dulu mereka tidak punya skill apa-apa.
Untuk mampu menekan Malaysia, pemerintah bisa mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
- Ciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia dalam jumlah banyak. Perintahkan para gubernur dan bupati untuk tujuan itu.
- Sekolahkan anak-anak Indonesia secara Gratis, minimal sampai SMA.
- Lebih banyak membuka sekolah kejuruan untuk membekali para pemuda ketrampilan kerja
- Perbanyak lembaga-lembaga Balai Kerja/Loka Kerja dan gratiskan semuanya.
- Semua Guru dan Dosen Indonesia yang mengajar di Malaysia harus dipulangkan dan beri gaji yang sama seperti di Malaysia.
- Pulangkan semua TKI dan TKW yang ada di Malaysia.
Memang tidak semudah membalik telapak tangan. Tetapi bukankah dulunya Indonesia adalah penguasa ASEAN sejak zaman Majapahit?. Indonesia lebih pantas menjadi negara maju asalkan para pemimpinnya mau dan berani mengambil langkah-langkah jitu dan strategis.
Kapan mau jadi macan kalau jadi kambing saja tidak bisa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H