Mohon tunggu...
Subki RAZ
Subki RAZ Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang Blogger yang sehari-hari ngajar anak bangsa menjadi anak yang cinta fisika dan teknologi . Teknologi yang membawa manfaat bukan mudarat. Cerita sekolahnya mirip Laskar Pelangi. Sekolah dari NOL hingga melek internet. Senang menyimak berita Politik, pendidikan, dan teknologi. \r\n\r\nblog: www.subkioke.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Bakso Kepala Sapi VS Bakso Biasa, Apa Bedanya ya?

15 Januari 2012   14:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:51 5764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326636810909029045

Sore hari ini saya sempatkan jalan-jalan keluar rumah di kota kecil Pancor Lombok Timur NTB. Karena seharian tidak keluar rumah kecuali hanya memanjakan si kecil yang baru berumur 11 bulan. Entah kenapa saya teringat pada brosur yang sempat saya baca, ya ada brosur tentang bakso "bakso kepala sapi". Nama ini baru saya dengar, maklum saja kalo urusan bakso saya termasuk penggemarnya. Apa mungkin karena ada keluarga saya yang jadi penjual bakso ya sehingga jadi hobi makan bakso. he he. Saya pun kemudian jalan-jalan ke taman kota Selong Lombok Timur dan melintas di depan toko Bakso Kepala Sapi itu. Rasa penasaran membuat saya ingin segera mencobanya. Terpampang di depan toko tulisan "Bakso Kepala Sapi". Saya pun kemudian masuk dan melihat desain dominan warna "kuning dan hijau" yang khas . Ya maklum saja karena bakso ini adalah jenis usaha yang di-Franchise-kan alias membuka banyak cabang di seluruh Indonesia layaknya McDonald atau KFC yang ada dimana-mana. Sehingga semua desain ruang dan segala perlengkapannya harus satu merek dari pusatnya di Surabaya. Lihat webnya di sini: www.baksokepalasapi.co.id Pramusaji kemudian mendekat ke saya dan menyodorkan pilihan menu bakso dan minumannya. Ternyata baksonya ada beberapa menu, yang sebelumnya saya kira hanya ada satu menu saja. Saya pilih menu paling murah, karena saya pikir ini baru mencoba, nanti kalo ketagihan dan enak saya akan coba menu yang lainnya. Saya pilih menu bakso biasa yang harganya Rp. 6.000,-. plus minum Teh Botol Sosro. Rp. 3.000,- Saya pun makan baksonya dengan pelan-pelan sambil menikmatinya, kayak mas Bondan di TransTV yang mencicipi aneka masakan khas Nusantara. Setelah habis mas bondan bilang "mak nyuuuus". Baru kali saya makan bakso dengan penuh hati-hati dan memang mak nyuuus. Tidak rugilah saya mencobanya. Bahkan sampai rumah rasanya masih terbayang saja. Apa bedanya ya dengan bakso biasa? Bedanya memang pada bola daging baksonya (pentol kalo bahasa sasaknya). Bakso lain yang saya coba baksonya agak liat, dan banyak uratnya, yang terkadang urat dagingnya melekat di gigi kita. Kalau bakso kepala sapi ini bola baksonya agak renyah di mulut (bahasa sasaknya ngerot-ngerot maiq). Saya teringat kepada tulisan ahli pemasaran ternama asia, Bapak Hermawan Kartajaya, bahwa suatu produk haruslah memiliki keunikan tersendiri jika ingin bersaing di pasaran. Paling tidak ada dua hal yang harus kuat pada produk itu. Pertama adalah Branded, alias Merek. Bakso kepala sapi sudah kuat sekali brand-nya. Bisa kita lihat pada logo kepala sapi yang ada di outletnya. Kedua, pangsa pasar harus jelas . Yang namanya bakso hampir semua orang suka, dan tidak ada orang ber-hutang saat makan bakso. Malu dong ya?.  Ini merupakan pasar yang sangat potensial. Tidak heranlah kalo pemilik merek bakso kepala sapi memasang tarif yang lumayan tinggi jika ingin membuka cabang dengan sistem franchise ini, dengan rentangan 49 juta untuk daerah Jawa sampai dengan 61 juta untuk daerah sulawesi. Patut menjadi contoh bagi para usahawan yang sudah lama bergelut di bidang usaha bakso. Terkadang sudah puluhan tahun berjualan tetapi ekonomi keluarga juga tidak malah meningkat, justru menambah utang keluarga saja. Padahal menurut beberapa informasi di website bakso kepala sapi ini, usaha bakso ini akan BEP (balik modal) hanya dalam waktu 1 bulan. Fantastis bukan? Tulisan ini bukan bermaksud untuk promosi, tetapi dapat dijadikan sebagai barometer bagi usaha lainnya. Atau mungkin termasuk saya yang bisanya hanya jadi konsumen. Maklum saja seharian saya bergelut dengan kertas dan tinta, silabus dan RPP di sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun