Sebelum membahas apa itu instrumen derivatif,kita perlu mengetahui apa itu derivatif terlebih dahulu.Derivatif adalah suatu kontrak / akad pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga,nilai tukar,komoditi,dan indeks.Dalam pengertian lain derivatif merupakan kontrak finansial dua bahkan lebih guna untuk memenuhi janji untuk membeli / menjual aset atau komoditi yang dijadikan sebagai objek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan kesepakatan bersama antara pihak penjual dan pihak pembeli.
Instrumen derivatif yang sering kita temui salah satunya saham,obligasi,warant,dan option.selanjutnya akan dibahas mengenai macam macam derivatif secara singkat :Derivatif berdasarkan atas forward,opsi, future,swap
1. Derivatif berdasarkan atas forward
Yaitu kontrak pembayaran /penerimaan bayaran,dalam kontrak ini kedua belah pihak sama sama wajib dan berhak menjual/membeli pada saat jatuh tempo dengan harga yang sudah ditetapkan atau sepatikati pada saat kontrak.
2. Derivatif berdasarkan atas Future
Menurut Hull (2008) kontrak futures merupakan sebuah perjanjian untuk membeli atau menjual aset pada suatu periode tertentu di masa yang akan datang dengan kepastian harga yang telah disepakati sebelumnya. Hampir sama dengan forward bedanya forward di perdagangkan di OTC sedangkan future di perdagangkan di bursa.
3. Derivatif berdasarkan atas swap
Perjanjian antara dua pihak untuk saling menukar aliran arus ka secara periodik selama waktu tertentu pada waktu mendatang menurut aturan yang disepkati
4. Derivatif berdasarkan atas option
Pada dasarnya sama seperti forward, bedanya forward itu keharusan untuk menjual atau membeli sedangkan opsion ini sebuah pilihan saja tidak harus untuk menjual atau membeli.pengertian lebih pasti nya. Opsi adalah suatu kontrak derivatif dengan disertai pilihan (hak) untuk menjual atau membeli sesuatu sesuai dengan yang tertera di kontrak tersebut.
pendapat para ahli mengenai instrumen derivatif dalam keuangan syariah
penggunaan instrument derivatif forward, swap, dan option ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama dan pakar ekonomi Islam. Hal ini disebabkan oleh kegiatan ekonomi harus terbebas dari unsur maisir, gharar,dan riba ( magrib ). Dalam pelaksanaanya tidak semua instrumen derivatif sesuai dengan syariah Islam.structured product ini bertujuan untuk mendapatkantambahan income yang dapat mendorong transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif/keuntungan yang juga dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai rupiah.Ajaran Islam tidak melarang seseorang untuk melakukan kesepakatan atau perjanjian dengan siapapun,asalkan mempunyai tujuan yang baik, bersih (terhindar dari riba, maisir, dan gharar) dan sanggup memenuhi syarat dan rukun, misalnya rukun dan syarat jual beli.
Hal ini sesuai dengan firman Allah “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Juga, dalam hadis ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik, beliau menjawab,“Usaha tangan manusia sendiri, dan setiap jual beli yang diberkati/
bersih”. (HR. Ahmad).
Menurut prinsip muamalah, jual beli mata uang (al-sarf) yang disetarakan dengan emas atau dinar dan perak, haruslah dilakukan dengan tunai. Sebagaimana hal ini sudah diterangkan dalam hadis, “Jangan menukarkan emas dengan emas dan perak dengan perak melainkan dengan kuantitas yang sama. Dan tukarkanlah emas dengan perak menurut yang kamu sukai.” (HR. alBukhary).
Dalam prakteknya untuk menghindari penyimpangan syariah, maka kegiatan transaksi dan perdagangan valas harus terbebas dari unsur riba, maisir, dan gharar. Oleh karena itu, jual beli, dalam hal ini adalah bisnis valas, harus dilakukan secara langsung/kontan. Motif pertukarannya pun tidak boleh bersifat spekulatif yang dapat menjurus pada judi (maisir), melainkan untuk membiayai transaksi-transaksi yang dilakukan perusahaan dan pemerintahan guna memenuhi kebutuhan konsumsi, investasi,expor-impor atau komersial, baik berupa barang maupun jasa.
kesimpulannya :
Transaksi derivatif yang dilakukan dengan motif spekulasi hukumnya haram. Namun, jika dilakukan untuk tujuan hedging / lindung nilai, yaitu untuk menghindari resiko kerugian akibat perubahan kurs, maka hukumnya adalah mubah, karena di dalamnya mengandung maslahah bagi kedua belah pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H