Mohon tunggu...
Money

Pertimbangan Riwayat Peristiwa Geologis dalam Pembangunan Infrastruktur

2 November 2017   19:45 Diperbarui: 2 November 2017   20:15 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandangan awam tak tahu banyak disiplin spesialisasi dan tak banyak tahu lika-liku birokrasi, tetapi optimistis sistem informasi data yang makin maju akan dapat makin mendekatkan mimpi itu, jika pun dikatakan mimpi, ke arah kenyataan. Dalam arti, seiring dengan kian berkembangnya semangat saling mendukung bukan hanya demi konstruktifnya istilah koordinasi, tetapi juga kerjasama antarbidang antarsektor.

Lagipula masalahnya sangat sederhana, hanya soal mengakrabi kesemestian. Kalaupun belum dipandang begitu juga tak mengapa. Tetapi yang pasti, hanya mengenai riwayat peristiwa geologis kawasan hendaknya bisa dijadikan pertimbangan yang penting dalam pembangunan infrastruktur, yaitu bukan hanya pada titik lokasi penempatannya, melainkan dalam konteks kawasan. Semua itu demi kemanfaatan yang maksimal dan meluas. 

Contoh yang lebih spesifik lagi terkait dengan pembangunan Waduk Bajul Mati di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Ternyata ada bagian dasar cekungan yang bakal jadi daerah genangan adalah bekas jurang teramat dahsyat, luas, dan dalamnya mencapai puluhan meter, yang tertimbun material letusan Gunung Ijen di masa lalu. Tentu terdiri atas bebatuan serta pasir dan bersifat sangat meresapkan air.

Perihal tersebut sudah terjadi, dan sudah diatasi. Tentu sempat merepotkan. Maka lalu diperlukan perubahan desain guna penanganan khusus bagian lahan bakal calon dasar waduk tadi, dengan mengatasi sifatnya yang sangat meresapkan air tersebut.

Pandangan awam meyakini, kira-kira dengan bayangan, niscaya di dasar timbunan material letusan gunung berapi tersebut terdapat alur badan air semacam sungai purba. Diantaranya pada sebelah hilir tentu terdapat bagian dengan lebar relatif tak seberapa. Tak berlebihan bila pandangan awam pun bertanya, mengapa di tempat tersebut tidak dibuat bangunan bendung sebegitu rupa, yang menancap hingga 40 meter ke dalam tanah, sehingga berdampak pula menopang ketersediaan air tanah dangkal bagi warga?

Kemudian juga, terkait dengan realitas warga kesulitan air bila musim kemarau dan karakter banjir sungai yang bila terjadi hujan cepat meluap tetapi juga cepat surutnya. Pada masa belakangan, kondisi sungainya niscaya relatif dangkal. Hal semacam itu kiranya dapat dijumpai di banyak tempat, khususnya di Pulau Jawa.  

Dapat dipastikan sungai yang demikian aslinya berbentuk jurang teramat dalam dan merupakan sungai lahar gunung berapi. Wujudnya yang sekarang, dasar sungai yang relatif dangkal itu tak lain bagian permukaan timbunan material letusan atau lahar gunung berapi, yang juga bersifat relatif mudah meresapkan air. Sementara dapat dipastikan pula, dari hulu mengarah ke hilir terdapat pergerakan air di dasar timbunan lahar tersebut, yang dalamnya mungkin mencapai puluhan meter.

Dua sisi mata uang "daya rusak" air adalah banjir dan kekeringan. Degradasi lingkungan yang antara lain akibat desakan demografi, telah menimbulkan kenyataan terjadinya kekeringan di musim kemarau bahkan sumur-sumur warga tak lagi dapat ditimba, dan banjir di musim penghujan, yang terkesan kian mencolok. Tiap musim terjadi, dan selalu berulang tiap tahun.  

Pertimbangan riwayat peristiwa geologis seperti tergambarkan di atas, bila diterapkan sebagai terobosan, sangat mungkin dapat diraih solusi yang relatif permanen pada sisi kekeringannya. Untuk sungai-sungai yang punya riwayat sebagai sungai lahar, dibuat bendung pada badan sungai yang sesungguhnya, menembus ke dalam tanah sampai ke dasar sungai aslinya sebelum tertimbun material letusan gunung berapi di masa lalu.

Sekedar mimpi? Mungkin, yang pasti tetap perlu diwacanakan. Untuk apa? Barangkali bisa dijadikan pijakan untuk mimpi-mimpi yang lebih besar. Boleh jadi jurus-jurus solusi menyeluruh dan pengoptimalan kemudahan-kemudahan menjalani kehidupan bisa muncul rangkai-berangkai, kelihatan jelas dalam suatu simulasi tertentu, umpamanya. Dampaknya pun bisa membesarkan kemungkinan terjadinya keintegrasian yang efisien, dan efektif, secara antarbidang antarsektor yang ada.

Tetapi bila demikian apakah tidak lalu timbul masalah banjir yang makin menggila? Ya, silahkan dihitung luasan "longstorage" dalam bentuk timbunan material lahar itu, kaitannya dengan rata-rata curah hujan setempat, bagaimana? Tetapi kan yang pasti masalah kekeringan pada bagian tertentu daerah aliran sungai tersebut teratasi secara relatif permanen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun