Mohon tunggu...
Politik

Kecerdasan di Balik Kecerdikan Anies Baswedan

20 Oktober 2017   09:25 Diperbarui: 24 Oktober 2017   12:09 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kecerdikan Anies Baswedan lebih tampak lagi, ketika ternyata sampai akhir pidatonya sama sekali tak dikutipnya pepatah Arab, pepatah India, maupun pepatah Cina atau Tionghoa.

Itu tadi hal-hal yang berkaitan dengan sumber utama pertama, berupa pidato yang disampaikannya pada 16 Oktober 2017. Sumber utama kedua tentu keterangan Anies Baswedan mengenai ucapannya tentang "pribumi" tersebut, sebagaimana dirilis berbagai mediamassa. Anies mengatakan, penyebutan kata "pribumi" itu digunakan lebih menjelaskan era kolonial Belanda.

Begitulah adanya. Oleh karena itu sebenarnya tak perlu dihebohkan. Masing-masing saja bagaimana, berusaha mengedepankan kecerdasan daripada kecerdikan.

Kecerdasan dalam konteks menjelaskan era kolonial Belanda niscaya memandang lebih utama mengingatkan diri akan betapa buruk keadaan pada waktu itu. Bagaimana tidak, sedangkan penduduk dibagi ke dalam tiga kelas. Yaitu kelas satu orang Eropa, kelas dua golongan Timur Asing terdiri orang-orang Arab, India, Cina, dan kelas terendah adalah orang pribumi. Maka, kini sudah merdeka, semua harus bersatu padu serta makin meningkatkan persatuan dan kesatuan. BEGITU.

Jadi kurang bermanfaat, sebenarnya, meributkan soal "pribumi" dalam pidato yang boleh jadi berkonteks spekulasi mengembangkan kecerdikan dalam upaya menempatkan diri demi membangun suatu citra identitas untuk kepentingan tertentu ke depan. Sebab, kalau benar yang dimaksud adalah dalam konteks sejarah era kolonial Belanda, maka oleh karena itu yang diperjuangkannya demi golongan pribumi, hal itu sungguh ibarat mimpi belaka. Bagaimana mungkin akan membangun Jakarta dengan mengutamakan kepentingan golongan non-Arab, non-India, non-Cina atau non-Tionghoa, non-Eropa? Tidak mungkin!!!

Sudahlah, kerja saja, sembari masing-masing siapa pun seluruh komponen anak bangsa makin meningkatkan kecerdasan dalam berbangsa, bernegara, dan juga beragama. Makin saling mengembangkan makna pendidikan yang sesungguhnya, makin peduli untuk saling ingat-mengingatkan pentingnya pendidikan itu tadi, pembelajaran, kedewasaan, dalam menjalani kehidupan.

Coba simak kembali rangkaian dua kalimat dalam pidato Anies Baswedan di atas, yang beginilah adanya: Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Bukankah kedua kalimat tersebut hanya pantas dikumandangkan di tahun 1945 setelah Proklamasi Kemerdekaan, umpamanya oleh Bung Tomo? Tentu tidak pas bila yang menyampaikan, misalnya A.R. Baswedan, mantan anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) wakil dari golongan Arab, meskipun di tahun 1945. Apalagi oleh cucunya, yaitu Anies Baswedan, di tahun 2017. Bahkan pun tak pantas umpama yang menyampaikannya anak atau cucu Bung Tomo di zaman sekarang. Juga oleh siapa pun rakyat kebanyakan bila menyampaikan hal tersebut di masa kini, sungguh tak pantas. (sbr, 20102017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun