Mohon tunggu...
Politik

Kecerdasan di Balik Kecerdikan Anies Baswedan

20 Oktober 2017   09:25 Diperbarui: 24 Oktober 2017   12:09 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Subekti Budhi R,perajin kata-kata

Pidato Anies Baswedan yang menandai dirinya dan Sandiaga Uno resmi menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI, dipastikan digarapnya dengan cermat. Direncanakan, dirancangkan, distrategikan, direnung-renungkan, dipikir-pikirkan ulang, disempurnakan lagi dengan mungkin berkali-kali, sampai diputuskan dengan ketetapan hati yang bulat, untuk kemudian disampaikannya kepada publik. Jika tak ada informasi akurat mengenai hal ini, dasarnya adalah anggapan, tak mungkin orang sehebat Anies Rasyid Baswedan bila mengerjakan sesuatu tidak dengan penghayatan yang luas dan mendasar.

Niscaya demikian, meskipun makna luas dan mendasar juga bisa dihayati secara subyektif. Penafsiran pun bisa bermacam-macam. Lebih-lebih lagi bila sumber rujukannya berlain-lainan. Oleh karena itu narasumber pertama sangat penting sebagai sumber rujukan utama.

Menyikapi isi pidato Anies Baswedan pada 16 Oktober 2017 itu, hendaklah menjadikan apa-apa yang disampaikan oleh yang bersangkutan sendiri, sebagai rujukan utama. Silahkan membaca naskah pidato dimaksud, dan hendaknya bukan hanya sekali saja, melainkan berkali-kali membacanya. Terasa sekali semangat juangnya sangat tinggi. Anies Baswedan mengungkapkan nilai-nilai Perjuangan Kemerdekaan. Juga memaparkan butir-butir Pancasila secara utuh, dan menekankan pentingnya mengutamakan keadilan sosial dalam membangun Jakarta.

Di awal pidatonya Anies sudah menekankan tentang Keadilan bagi Semua. Kemudian mengenai kasih-sayang, dengan mengutip pepatah Batak. Anies Baswedan lalu membawa pemikiran masuk ke dalam konteks sejarah. Setiap titik Jakarta menyimpan lapisan kisah sejarah yang dilalui selama ribuan tahun.

Ditegaskannya bahwa Jakarta juga memiliki makna penting dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia.

Demikianlah gambaran semangat juangnya yang tinggi. Setelah itu Anies menyebut kata "pribumi", yang ternyata memicu polemik. Diutarakannya, bahwa: Jakarta adalah satu dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya  penjajah dalam kehidupan sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Itulah tampaknya bagian yang lalu menimbulkan kehebohan. Ada yang sangat menarik pada rangkaian dua kalimat terakhir. Pada kalimat pertama berbicara dan menyebut kata pribumi, tetapi penekanannya pada kalimat kedua dengan kata kita. Konsistensinya, niscaya seharusnya ditulis: "Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme.Kini telah merdeka, saatnya pribumi jadi tuan rumah di negeri sendiri. Tetapi Anies menulis: "...saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri. Tampaknya Anies Baswedan yang jelas memiliki kecerdasan sangat prima tengah mengelola kecerdikan yang sangat tinggi.

Hal itu juga didukung dengan pengutipan pepatah Madura mengenai itik yang bertelur ayam yang mengerami, seseorang yang bekerja keras hasilnya dinikmati orang lain.

Anies Baswedan pun menegaskan kehadirannya berdua (dengan Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI) memperjuangkan keberpihakan yang tegas kepada mereka yang selama ini terlewat dalam merasakan keadilan sosial, membantu mengangkat mereka yang terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri, serta membela mereka yang terugikan dan tak mampu membela diri.

Dilanjut dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam kaitan dengan pengelolaan pembangunan di DKI Jakarta. Dikutipnya pula sebuah pepatah Aceh terkait dengan persatuan dan keguyuban. Juga tentang filosofi tuah sakato dari Minangkabau. Pepatah Banjar pun dikutipnya berkaitan dengan makna hubungan antar elemen masyarakat yang erat, saling setia dan mendukung satu sama lain. Ditambah lagi dengan pepatah Minahasa yang menyatakan, manusia hidup untuk menghidupi orang lain, membawa berkah bagi sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun