Mohon tunggu...
Humaniora Artikel Utama

Soal Piramid, Stupa, dan Tumpeng

3 Agustus 2017   21:38 Diperbarui: 4 Agustus 2017   14:01 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantaranya adalah Candi Jago bagi Raja Sri Jaya Wisnuwardhana atau yang juga dikenal sebagai Rangga Wuni yang wafat tahun 1268 M. Candi Jago dibangun pada era Singasari dan Majapahit, nyata-nyata menerapkan (kembali) konsep Punden Berundak, sejalan dengan prinsip-prinsip simbolisme Piramid. Dalam buku "Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II" (R. Soekmono, cetakan ke-3 tahun 1975) pada halaman 64 tertulis begini: "Candi Jago ini menarik perhatian, oleh karena kakinya yang bertingkat tiga dan tersusun berundak-undak dan tubuh candinya yang letaknya di bagian belakang kaki candi, menunjukkan timbulnya kembali unsur-unsur Indonesia (semacam limas berundak-undak)...."

Meski demikian tulisan ini tidak menggarisbwahi kecurigaan atas sebuah bukit di Jawa Barat tadi merupakan Piramid layaknya Piramid Mesir yang tertimbun sebagai kebenaran, tidak. Benar atau tidaknya harus dilakukan penyelidikan dan penggalian yang lebih bersungguh-sungguh, dan apa pun hasilnya tidak berpengaruh terhadap pokok kedalaman uraian tulisan ini. Tulisan ini menekankan, kita mesti fair bahwa Indonesia bukannya tidak mengenal budaya piramid, sebab faktanya justru Budaya Piramid sudah berkembang jauh sebelum Budaya Stupa.

Budaya Piramid pula yang sesungguhnya mempersatukan Bangsa Indonesia, yang kandungan realitas kesejarahannya juga muncul dalam bahasa simbol warna putih-merah-kuning-hitam. Hendaknya hal-hal seperti ini juga dijadikan bahan renungan untuk dikaji lebih mendalam. Di mana-mana adat terkait dengan warna putih-merah-kuning-hitam. Malah di Jawa ada satu warna lagi sebagai pancer atau pusat, warna yang bukan warna apa pun tetapi sebagai pancer, yaitu MANCAWARNA. Bahkan konsep hari yang lima, yaitu legi, pahing, pon, wage, kliwon, itu juga warna-warna dengan warna yang kelima dibahasakan sebagai cinta-kasih. Tepatnya adalah: putih, merah, kuning, hitam, dan kasih (pethak-abrit-jene-cemeng-kasih). Ini kan luar biasa, dan hendaknya BACALAH.

 Oleh karenanya jiwa budaya nasional bangsa Indonesia itu mewadahi dan mengayomi. Itulah pula maka para pendahulu yang luar biasa menemukan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. (sbr, Juli 2017)

Oleh Subekti Budhi R, perajin kata-kata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun