Mohon tunggu...
Subejo PhD
Subejo PhD Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi dan Peneliti

Dosen dan Peneliti Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika dan Alternatif Strategi Sistem Zonasi PPDB

5 Juli 2019   19:56 Diperbarui: 6 Juli 2019   16:30 2461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu dua minggu terakhir, hiruk pikuk dan keriuhan pemberitaan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi topik utama di media sosial maupun pemberitaan media utama nasional. 

Berita yang cukup mencuat antara lain berbagai protes orang tua calon siswa tentang pengaturan cakupan zonasi, perimbangan proporsi siswa berdasar jalur penerimaan, proporsi jalur prestasi yang rendah, problem sinkronisasi peraturan di tingkat kementerian dengan pemerintah daerah serta teknis pendaftaran dan prosedur seleksi.

Berita tentang orangtua calon siswa yang rela menginap di sekolah sejak sore hari sebelum dimulainya pendaftaran supaya memperoleh nomor urut paling awal melalui jalur zona utama, berita tentang calon siswa yang rumahnya berseberangan dengan sekolah namun tidak diterima menjadi siswa di sekolah di dekatnya karena berbeda zona juga menjadi berita yang menarik perhatian publik.

Introduksi Zonasi PPDB

Secara historis, penerimaan peserta didik baru sekolah di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem dan mekanisme antara lain tes tertulis oleh masing-masing sekolah, seleksi mengunakan  Nilai EBTANAS Murni (NEM), seleksi mengunakan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) serta yang terkahir seleksi berdasar zonasi yang dikombinasi dengan nilai UAN. 

Pada model yang terakhir, selain model kompetisi nilai ujian, dalam penerimaan siswa baru juga mulai dikenalkan sistem prioritas dan quota bagi siswa dari dalam wilayah kabupaten atau kota lokasi sekolah.

Sistem zonasi penerimaan calon peserta didik baru  mulai dikenalkan sejak  tahun 2017. Sistem baru PPDB berbasis zonasi cukup  kotraversial bagi berbagai kalangan terkait. 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang PPDB berbasis zonasi prinsipnya mengatur penerimaan calon peserta didik baru dengan mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai daya tampung  berdasarkan zona yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Pada awalnya zona berdasarkan jarak tempat tinggal ke sekolah misalnya zona 1 dengan radius 5 km, zona 2 dengan radius 5-10 km dan zona 3 dengan radius lebih dari 10 km. 

Pada PPDB tingkat SMA tahun ini jarak masih menjadi pertimbangan, namun bukan berdasarkan murni radius, zona diatur oleh pemerintah daerah berdasar desa dan kecamatan yang dekat dengan lokasi sekolah. 

Misalnya di Yogyakarta,  setiap desa diplot masuk zonasi 1 pada 2 sekolah yang relatif dekat (tidak lagi sepenuhnya berdasarkan radius jarak dari sekolah seperti tahun sebelumnya. Kriteria ploting  desa ke dalam sekolah tertentu juga masih menjadi pertanyaan publik.

Pada tahun sebelumnya, jika dalam radius 5 km terdapat banyak sekolah, calon siswa dalam zona tersebut memiliki banyak alternatif  sekolah yang dapat dipilih. Namun pada tahun ini, alternatif sekolah berbasis zonasi yang dapat dipilih semakin terbatas menjadi 2 atau 3 sekolah yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pilihan masih terbuka jika menggunakan jalur prestasi yang proporsinya berkisar 5-15  persen dari total calon siswa yang diterima. Di beberapa provinsi atau kota cukup ketat, kuota PPDB SMA hanya memberi porsi 5 persen untuk jalur prestasi seperti yang diterapkan di Yogyakarta.

Problematika yang mengemuka

Pertimbangan penerapan model zonasi yang kerap menjadi diskusi di ruang publik bertujuan untuk pemerataan dan peningkatan kualitas sekolah sehingga tidak ada lagi sekolah favorit dan non-favorit. Selain itu, juga untuk mengatasi problem transportasi dan mengurangi kerepotan orang tua mengantar putra-putrinya ke sekolah yang jauh dari tempat tinggal. Banyak negara telah terbukti cukup sukses menerapkan model zonasi dalam penerimaan siswa baru.

Tujuan pemerataan dan peningkatan kualitas  pendidikan sangat baik dan ideal sepanjang kesiapan semua aspek  telah tertata dengan matap dan terstruktur. 

Fakta di lapangan menunjukkan guru-guru yang baik dan profesional, infrastruktur, sarana-prasarana  serta manajemen sekolah yang baik belum merata di semua sekolah sehingga penerapan model zonasi PPDB yang serta merta tanpa transisi  berpotensi menimbulkan masalah kompleks.

Sudah menjadi rahasia umum, selama ini cukup banyak orang tua siswa di luar kabupaten/kota secara administratif  menitipkan  nama putra-putrinya  menjadi anggota keluarga atau kerabat bahkan teman yang ada di kota atau kabupaten dimana sekolah yang dituju berlokasi. Calon siswa yang memiliki status sebagai  anggota keluarga (KK) warga kota atau kabupaten lokasi sekolah  mendapatkan prioritas dan  kuota besar karena secara administratif tercatat sebagai warga kabupaten atau kota. Kondisi ini memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena para orang tua menginginkan anaknya memperoleh akses pendidikan yang terbaik. Namun ditinjau dari aspek fairness,  jelas hal ini telah menganggu sistem  kompetisi  PPDB.

Fenomena perpindahan domisili  orang tua juga sangat mungkin masih terjadi dengan model zonasi PPDB dimana orang tua akan berpindah administrasi domisili (KTP) yang masuk area zonasi 1 dari sekolah yang dituju. Kalau hal  ini masih terjadi, semangat untuk pemerataan kualitas input calon siswa dan mutu sekolah juga tetap sulit dicapai.

Pada jenjang SD dan SMP dimana sumber pembiayaan sekolah berasal dari APBD kabupaten atau kota, pemberian prioritas dan kuota yang besar untuk warga kabupaten atau kota dalam perspektif kebijakan publik merupakan hal yang logis sebagai bentuk insentif bagi warganya.

Dalam konteks PPDB tingkat SMA dan SMK dimana pembiayaan sekolah sebagian besar berasal dari APBD provinsi,  mestinya juga memberikan insentif yang relatif setara  bagi seluruh warga provinsi sebagai bentuk insentif bagi warga provinsi. Kebijakan pemberian insentif bagi kelompok publik yang relevan juga sejalan dengan gagasan Burgess dan Ratto (2003).

Alternatif Strategi

Sebagai sebuah kebijakan publik, model zonasi PPDB mestinya melalui proses transisi yang sistematis. Misalnya selama 3-5 tahun dapat disiapkan dengan serius pemerataan kualitas guru, infrastruktur, sarana-prasarana dan manajemen sekolah yang standar untuk seluruh sekolah dalam provinsi dan kabupaten atau kota sehingga akhirnya kualitas sekolah yang ada di seluruh propinsi dan kabupaten hampir merata. Bahkan dalam jangka panjang, kualitas sekolah di tingkat nasional akan semakin baik dan merata dengan kualitas input yang juga semakin baik.

Implementasi yang agak tergesa-gesa dan belum diikuti dengan kesiapan prasyaratnya akan menimbukan kekacauan dan goncangan. Melalui pemberitaan yang masif  tentang prioritas utama untuk warga dalam zonasi 1 menyebabkan terjadinya demotivasi belajar bagi sebagian besar siswa yang tengah menyiapkan UN yang berdomisili di luar zonasi 1.

Jika kualitas dan manajemen sekolah pada berbagai level dan lokasi sudah relatif merata dan baik, warga masyarakat juga akan memilih menyekolahkan putra-putrinya di sekolah terdekat dari tempat tinggal dengan jaminan sekolah juga akan memberikan layanan dan kulitas yang terbaik.

Guru-guru terbaik, sistem administrasi dan manajemen yang terbaik yang selama ini cenderung mengelompok di sekolah-sekolah tertentu di pusat kota atau kabupaten perlu didistribusikan secara merata pada seluruh wilayah provinsi atau kabupaten atau kota melalui model rotasi  penugasan tertentu misalnya 3-5 tahun dan diberikan insentif, kompensasi serta model promosi yang memadai.

Selain itu, hal yang juga sangat penting dan strategis sehingga perlu menjadi prioritas perencana kebijakan dan pelaksana program pendidikan adalah strandarisasi  infrastruktur  dan manajemen sekolah. Semua sekolah harus memenuhi standar minimum misalnya mencakup sarana-prasana seperti laboratorium  komputer, laboratorium bahasa, fasilitas olahraga, fasilitas pengembangan seni-budaya serta minat-bakat juga harus tersedia dengan jumlah dan kualitas yang relatif sama.

Teknis sistem online PPDB yang sejak beberapa tahun terakhir telah berhasil diadopsi pada sebagian besar daerah  yang dilakukan dengan memanfaatkan sistem informasi dengan pola Real Time Online (RTO). Hal ini  merupakan inovasi yang baik  untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pada publik atas proses seleksi. Selain itu, juga dapat meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas proses registrasi dimana pendaftaran online bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja sesuai rentang waktu masa registrasi. 

Penyempurnaan teknis seleksi dengan memanfaatkan sistem informasi perlu terus dilakukan sehingga dapat menjamin ketepatan dan kecepatan rangkaian proses seleksi calon siswa. Pengadaan infrastruktur telekomunikasi, jaringan listrik dan peralatan teknologi informasi juga perlu terus diupayakan untuk daerah-daerah yang selama ini belum dapat mengakses teknologi informasi dan komunikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun