Mohon tunggu...
Subejo PhD
Subejo PhD Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi dan Peneliti

Dosen dan Peneliti Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Quo Vadis Budaya dan Modernisasi Transportasi Indonesia

15 Juni 2019   15:45 Diperbarui: 15 Juni 2019   16:15 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memutar kembali rekaman peristiwa beberapa waktu yang lalu saat dalam sambutan peresmian MRT di Jakarta, Presiden Joko Widodo berpesan bahwa MRT akan menjadi budaya baru transportasi di Indonesia.  Budaya baru transportasi menuntut perilaku dan mentalitas masyarakat berdisiplinan, menghargai  pentingnya proses dan hak orang lain.  

Membentuk budaya baru  bukanlah perkara yang  mudah.  Antropolog legendaris Koentjaraningrat dalam bukunya "Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan" memberikan pesan moral bahwa  masyarakat Indonesia masih memiliki cukup banyak budaya dan mentalitas negatif yang menghambat pembangunan nasional. Mentalitas menerabas identik dengan mengambil jalan pintas oleh seseorang guna mencapai tujuan secara instan serta perilaku kurang disiplin merupakan contoh nyata dalam masyarakat.

Mentalitas Menerabas

Beberapa indikasi  masih melekatnya mentalitas menerabas, tidak disiplin dan kurang menghargai hak orang lain terlihat dari beberapa kejadian yang sempat viral di media sosial pasca peresmian MRT di Jakarta.  Sekelompok orang membawa makanan dan menikmati makanan di lorong jalur kereta, seseorang yang berdiri sambil menaruh kaki bersepatu di tempat duduk kereta dan seseorang yang bergelantungan bermain dalam  kereta.

Selain itu, persoalan kemauan masyarakat antri  dengan tertib menunggu giliran masuk kereta juga masih menjadi masalah yang cukup serius. Ini juga menandakan kita masih menghadapi masalah kedisiplinan dan belum menghargai pentingnya proses.

Contoh modernisasi dan kemajuan teknologi transportasi yang sangat pesat seperti MRT yang belum diimbangi dengan kecepatan perubahan budaya masyarakat dalam bertransportasi modern nampaknya sejalan dengan fenomena yang dikemukakan Sosiolog William Ogburn dengan teori perubahan sosial fungsionalis. Perbedaan kecepatan adopsi teknologi dan perubahan budaya akan menyebakan terjadinya  kesenjangan dan kejutan budaya (cultural lag).

Pentingnya Edukasi Publik

Koentjaraningrat menyarankan masyarakat Indonesia perlu belajar dan meniru mentalitas dan budaya masyarakat Jepang yang sangat kondusif mendukung keberhasilan pembangunan. Perubahan budaya dan mentalitas masyarakat memerlukan edukasi dan sosialisasi publik secara  sistematis. 

Mentalitas dan budaya masyarakat Jepang telah tumbuh ratusan tahun yang berakar dari  budaya agraris dimana solidaritas dan  modal sosial  sangat mewarnai keseharian masyarakat (Subejo, 2011). Kedisiplinan, solidaritas, tepo sliro dan penghargaan pentingnya proses dan hak orang lain menjadi bukti atas keberhasilan mereka dalam efektivitas pemanfaatan transportasi modern, efektivitas  penanganan bencana dan  pengelolaan sampah dan lingkungan yang baik.

Perilaku bertransportasi modern yang baik misalnya ketertiban antrian, tidak menduduki priority seat (kursi untuk anak kecil, orang tua, ibu hamil dan  difabel), tidak melakukan pembicaan dengan telpun, tidak  bercakap keras, tidak membuang sampah dalam kereta, tidak makan dalam kereta dan tidak merokok.

Pada puncak kesibukan (rush hour) dimana ribuan orang berangkat dan pulang beraktivitas, namun mereka tetap bersedia antri dengan baik menjadi pemandangan keseharian di stasiun kawasan bisnis seperti Tokyo, Shinjuku, Shibuya dan  Akihabara.

Di dalam kereta yang penuh sesak  sangat jarang terjadi keributan karena sesama penumpang menghargai hak orang lain. Penumpang beraktivitas yang tidak merugikan orang lain seperti tidur, membaca atau  mendengarkan musik dengan headphone.

Edukasi pada publik dapat dilakukan dengan pemasangan tanda-tanda di sekitar stasiun dan dalam kereta, penayangan informasi-informasi melalui layar monitor dalam kereta, pengumuman melalui mikropon oleh petugas dan juga pengecekan secara regular oleh petugas.

Edukasi yang efektif perlu didukung  penyediaan fasilitas yang memadai seperti tempat pembuangan sampah di stasiun, petugas kebersihan yang sigap, layanan informasi penumpang, layanan pengambilan barang tertinggal, penyediaan alat pemadam kebakaran dan  petunjuk penggunaanya.

Kedisiplinan dan kepastian jadwal kereta juga merupakan salah satu kunci keberhasilan mewujudkan sistem dan budaya transportasi publik yang baik. Bagaimanapun masyarakat membutuhkan adanya kepastian waktu  sehingga bisa mengatur aktivitasnya dan juga akan berdampak pada kedisplinan pada kegiatan yang lainnya. Efektivitas transportasi modern sangat membantu proses mobilitas orang dan barang.

Selama ini, kemacetan lalu lintas dan ketidakpastian layanan transportasi telah berdampak signifikan pada penurunan aktivitas ekonomi.  Budaya dan efektivitas transportasi modern diharapkan dapat mendorong percepatan dan produktivitas ekonomi masyarakat.

Waktu yang akan menguji apakah kita berhasil merintis sistem dan budaya transportasi modern dengan inisiasi beroperasinya MRT dan LRT serta moda transportasi lainnya ataukah kita tetap bertahan dengan mentalitas dan budaya transportasi yang lama sehingga kehadiran sistem transportasi yang baru tidak berdampak signifikan pada perubahan mentalitas dan budaya masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun