Mohon tunggu...
Subejo PhD
Subejo PhD Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi dan Peneliti

Dosen dan Peneliti Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mungkinkah Pangan Murah Sekaligus Petani Sejahtera?

9 Juni 2019   14:35 Diperbarui: 11 Juni 2019   08:12 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu tentang pentingnya pangan masih menjadi tema sentral tidak hanya pada tataran nasional, namun juga pada skala global. The Guardian (2015) melaporkan salah satu tantangan global terbesar untuk mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) adalah penanggulangan kemiskinan dan problematika kelaparan dengan upaya untuk menjamin ketahanan pangan (food security) yang berkelanjutan.

Pangan juga telah menjadi salah satu fokus penting dalam kampanye dan debat calon presiden-wakil presiden dan juga calon anggota legislatif tahun 2019.

Jargon pangan murah dan peningkatan kesejahteraan petani menjadi tema yang hiruk pikuk diperdebatkan ditawarkan pada publik dan mewarnai masa kampanye. Pangan murah dan petani sejahtera diperdebatkan baik dalam dunia nyata maupun di berbagai jaringan media sosial pada setiap kesempatan, namun sayangnya masih minim alternatif strategi kebijakan yang komprehensif dan operasional.

Terjebak dalam Single Policy
Produksi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu selalu menjadi tema kampanye nasional dan lokal yang sangat penting karena pangan secara langsung menentukan eksistensi suatu bangsa.

Produksi pangan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan dan harga pangan yang tidak terjangkau masyarakat memiliki risiko yang sangat tinggi serta dapat memicu kerawanan dan konflik sosial masyarakat.

Kadang-kadang publik terbawa oleh jargon kampanye tim politik yang dimana-mana dan pada berbagai kesempatan menjanjikan pangan murah sekaligus akan meningkatkan kesejahteraan petani. Daya kritis dan logika publik terkubur dengan hiruk-pikuk janji kampanye yang cukup emosional dan provokatif.

Publik tidak mendapatkan informasi yang komprehensif tentang desain kebijakan yang logis yang seperti apa yang ditawarkan yang dapat memperbaiki kondisi produsen dan konsumen pangan nasional.

Menciptakan situasi pangan murah sekaligus dalam waktu yang bersamaan juga meningkatkan kesejahteraan petani hanya dengan satu kebijakan (single policy) nampaknya tidak akan pernah terwujud karena memiliki logika dan mekanisme yang berlawanan.

Jika harga pangan murah akan menguntungkan konsumen pembeli produk, namun pada sisi yang lain akan menekan produsen (petani) sebagai penghasil produk yang pendapatannya tergantung pada harga produk. Jika harga pangan mahal, yang terjadi sebaliknya, akan menekan atau merugikan konsumen yang membeli produk, namun di sisi yang lain akan menguntukan produsen penghasil produk.

Diperlukan inovasi kebijakan dan program yang bersifat multi dan beragam yang didesain secara terintegrasi untuk produsen pangan (petani) dan konsumen pangan. 

Kehijakan harga pangan dapat didesain dalam status yang wajar (reasonable price) dimana tetap dapat menguntungkan bagi produsen, namun juga tidak terlalu membebani konsumen. Dalam konteks Indonesia, produsen pangan kadang-kadang juga akan menjadi konsumen misalnya saat musim paceklik atau gagal panen.

Kebijakan untuk Produsen
Kebijakan untuk produsen pangan didesain dengan tujuan untuk meningkatkan harga pangan yang reasonable karena usahatani masih menjadi sumber utama pendapatan keluarga petani.

Harga pangan menjadi insentif dan instrumen yang sangat penting bagi petani dalam menjalankan bisnis pertaniannya. Jika harga bahan pangan produk pertanian murah bisa dipastikan pendapatan petani turun dan akan berdampak pada status kehidupan keluarga petani yang memiliki risiko tinggi terhadap kemiskinan.

Terkait dengan pentingnya kontribusi pendapatan usaha pertanian di pedesaan dapat dilihat dari komparasi Sensus Pertanian 2003 dan 2013 yang menunjukkan bisnis pertanian masih menjadi sumber utama pendapatan keluarga petani.

Sensus Pertanian 2013 menunjukan kontribusi pendapatan usaha tani sebesar 46,6 persen mengalami kenaikan dibanding Sensus Pertanian 2003 dimana kontribusinya sebesar 44,1 persen. Sumber pendapatan lain yang penting bagi kelurga tani adalah tenaga kerja non-pertanian dan usaha non-pertanian.

Selain kebijakan yang diarahkan supaya harga pangan reasonable, kebijakan dan program untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan juga sangat penting karena jika kuantitas meningkat dengan kenaikan harga yang reasonable berpotensi besar meningkatkan pendapatan secara signifikan.

Kebijakan harga dasar (floor price) yang tidak merugikaan produsen tetap perlu didesain dengan mekanisme yang lebih baik sehingga tidak merugikan produsen ketika terjadi over supply.

Program peningkatan skala usaha pertanian, intensifikasi, pemanfaatan teknologi dan inovasi produksi, peningkatan kapasitas SDM melalui penyuluhan pertanian, pengurangan risiko kegagalan panen akibat perubahan iklim, peningkatan akses pembiayaan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk perluasan jaringan usaha merupakan program-program strategis yang dapat dirancang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.

Program lain untuk petani produsen adalah upaya penguatan diversifikasi pendapatan melalui industri pedesaan. Produk-produk pertanian mestinya tidak semua dipasarkan dalam bentuk segar dan bahan mentah (raw material), namun perlu ada program yang serius untuk pengembangan industri pedesaan antara lain dengan mengolah berbagai produk pertanian menjadi produk olahan dan juga pengembangan jasa wisata agro. Program-program ini dapat menjadi sumber pendapatan penting bagi keluarga tani selain dari pendapatan usahaninya.

Kebijakan untuk Konsumen
Kebijakan untuk konsumen didesain dengan tujuan untuk menjamin harga pangan yang reasonable yang tidak terlalu membebani pengeluaran rumah tangga konsumen.

Pengeluaran untuk pangan merupakan jenis pengeluaran dengan proporsi yang tinggi bagi rumah tangga, sehingga jika terjadi kenaikan harga pangan maka dapat dipastikan akan semakin membebani konsumen. Kebijakan harga tertinggi (ceiling price) yang mempertimbangkan kemampuan konsumen tetap perlu didesain dengan mekanisme yang lebih baik sehingga tidak merugikan konsumen ketika terjadi kelangkaan supply pangan.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2016 melaporkan kontribusi pengeluaran untuk pangan/makanan terhadap total pengeluaraan keluarga sebesar secara nasional sebesar 48,68 persen dimana untuk masyarakat pedesaan, pengeluaran untuk pangan lebih tinggi dengan proporsi 55,83 persen dibanding di perkotaan dengan proporsi 44,57 persen.

Hal ini menunjukkan kenaikan harga pangan akan sangat menentukan pengeluaran yang harus ditanggung keluarga dan dalam jangka panjang akan menentukan status ekonomi masyarakaat yang memiliki resiko tinggi terhadap kemiskinan.

Program-program khusus untuk konsumen kelompok marginal dapat dipertahankan dan diperbaiki mekanismenya sehingga lebih efektif misalanya program subsidi harga pangan untuk kelompok masyarakat yang rawan miskin dan program bantuan pangan gratis untuk kelompok masyarakat miskin yang tidak mampu membeli pangan.

Mekanisme dan kriteria yang tepat dalam penentuan kelompok masyarakat yang berhak mendapat subsidi harga dan bantuan bahan pangan gratis menjadi isu strategis lain yang cukup penting untuk dirancang dan diimplementasikan pada masa-masa mendatang.

Program diversifikasi produksi dan komsumsi pangan juga menjadi isu yang strategis yang perlu ditawarkan oleh para kandidat presiden dan legislatif pada berbagai level.

Diversifikasi produksi pangan sangat potensial sejalan dengan keragaman sumberdaya yang ada di pedesaan Indonesia. Produk pangan yang beragam juga berarti keragaman pendapatan dan juga penguragan resiko terhadap kegagalan panen jika hanya menguasahan jenis produk pangan tertentu.

Bagi konsumen, keragaman konsumsi pangan juga berarti kesempatan membelanjakan untuk berbagai bahan pangan dengan harga yang bervariasi menyesuaikan dengan kondisi keuangan rumah tangga. Mereka tidak hanya tergantung pada komoditas pangan tertentu yang memiliki risiko sangat tinggi jika terjadi kenaikan harga signifikan pada komoditas tersebut.

Bagaimanapun publik sedang menunggu tawaran dan desain kebijakan serta inovasi program baru yang bersifat multi dan beragam bersifat integratif untuk produsen pangan (petani) dan konsumen pangan.

Harapan besar, kebijakan dan program baru mampu menciptakan kondisi dimana tidak ada pihak yang dikorbankan dan tetap dapat memberikan insentif pada semua pihak yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun