Berbagai pengembangan terkini inovasi disruptif telah merubah landskap pembangunan pertanian dunia. Laporan National Geographic September 2017 berjudul The Netherland Feeds The World  menunjukkan The Netherland sebuah negara kecil di Eropa dengan lahan  pertanian hanya sekitar 1 juta hektar  telah menjadi raksasa eksportir pangan kedua dunia.Â
Mengapa ini bisa terjadi? The Netherland telah membangun berbagai inovasi pertanian berbasis Teknologi 4.0 seperti sistem aplikasi, jaringan, mekanisasi yang dikombinasi otomatisasi  dan kecerdasan buatan yang mampu memproduksi berbagai produk agro secara efisien dan memiliki kapasitas produksi sangat besar.
Aplikasi Teknologi 4.0 meruntuhkan teori klasik produksi agro yang mengasumsikan faktor  penentu produksi agro adalah kelimpahan sumber daya alam utamanya luas lahan pertanian.Â
The Netherland telah membuktikan dengan luas lahan pertanian kecil namun dengan penggunaan berbagai  inovasi dan teknologi baru mampu memproduksi agro dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara yang memiliki luas lahan pertanian jauh lebih besar.
Problematika pertanian nasional
Meskipun banyak fakta menunjukkan inovasi disruptif  berbasis Teknologi 4.0 telah menunjukan keberhasilan sangat signifikan, namun inovasi tersebut tidak serta merta dapat diadopsi untuk kondisi pertanian Indonesia yang sangat beragam dan  kompleks.
Kondisi pertanian nasional sangat beragam dengan jumlah petani yang sangat besar sebanyak 26 juta orang. Sebaran wilayah sangat luas dan keragaman infrastruktur pertanian sangat berbeda. Selain itu, Â terdapat keragaman kapasitas sumber daya manusia pelaku dan variasi akses terhadap informasi dan teknologi pertanian.
Pertanian modern berbasia  aplikasi Teknologi 4.0 mulai dikembangkan korporasi agro dan ratusan atau ribuan individu petani muda progresif. Produksi pertanian menjadi sangat efisien dan produktif dengan sedikit penggunaan sumber daya alam misalnya melalui aplikasi sistem sensor untuk monitoring pupuk, air dan serangan hama penyakit tanaman serta penggunaan rumah kaca dan sistem lighting fotosintesis yang memungkinkan produksi tidak tergantung musim dan ketersediaan sinar matahari.Â
Setelah panen, produk agro dipromosikan dan dipasarkan secara online melalui sistem aplikasi sehingga menemukan partner bisnis dengan cepat dan harga produk yang lebih baik. Sistem logistik produk juga sangat berkembang.
Di sisi yang lain, masih sangat banyak petani yang menerapkan pertanian tradisional dengan skala kecil yang relatif boros sumber daya dengan orientasi kecukupan subsisten. Sebagian petani masih mempraktekkan perladangan  berpindah.Â
Bahkan masih ada masyarakat yang belum melakukan praktik budidaya agro, mereka masih meramu hasil agro dari sumberdaya yang tersedia di alam atau hutan.
Solusi dalam keragaman
Banyak kalangan mempercayai aplikasi Teknologi 4.0 di bidang pertanian sangat prospektif dan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Digitalisai informasi berbabagi aspek sektor agro sebagai salah satu wujud inovasi disruptif melalui pemanfaatan internet dan sistem aplikasi dapat mendukung usaha pertanian yang berpotensi meningkatkan perbaikan penghidupan masyarakat.Â
Petani dapat mengaskses berbagai informasi yang dibutuhkan, memperluas interaksi dan pertukaran informasi dengan berbagai pihak  sehingga terjadi transaksi perbaikan produksi dan pemasaran produk pertanian.
Bagaimanapun proses pemanfaatan Teknologi 4.0 tidak sederhana karena pertanian Indonesia sangat kompleks. Ada beberapa masalah mendasar antara lain: literasi terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) masih rendah, ketersediaan peralatan dan aplikasi masih terbatas, elektrifikasi dan jaringan telekomunikasi belum merata di seluruh pelosok pedesaan.
Beberapa solusi atas problematika pemanfaatan internet untuk mendukung pembangunan pertanian mencakup: penguatan literasi TIK, dukungan peralatan yang berkualitas, subsidi pembiayaan akses, perbaikan aplikasi, bimbingan dan monitoring pemanfaatan aplikasi, penyediaan infrastruktur telekomunikasi  seperti pembangunan BTS baru dan jaringan listrik.
Mempertimbangkan kondisi kapasitas ekonomi, sosial-budaya dan ketersediaan  infrastruktur yang beragam, desain pemanfaatan internet untuk mendukung pembangunan pertanian dapat dikelompokkan menjadi dua model.Â
Desain model pertama adalah petani secara individual maupun  melalui kelompok dapat mengakses dan mempertukarkan informasi secara  langsung dengan pusat penyuluhan maupun pihak lain sebagi sumber informasi. Prasyaratnya pendidikan dan kapasitas ekonomi relatif baik, literasi TIK baik, infrastruktur telekomunikasi dan listrik tersedia mamadai.
Sedangkan model kedua, petani difasilitasi oleh kelompok tani atau kelompok masyarakat dalam mengakses TIK. Kondisi ini sesuai untuk masyarakat dengan pendidikan dan kapasitas ekonomi relatif kurang baik, Â literasi masyarakat terhadap TIK kurang baik dan infrastruktur telekomunikasi serta listrik belum tersedia dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H