Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Era Ujian Nasional Peluang dan Tantangan

3 Januari 2025   06:10 Diperbarui: 3 Januari 2025   06:10 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia pendidikan Indonesia telah mengalami dua era besar yang berbeda: era dengan Ujian Nasional (UN) dan era tanpa Ujian Nasional. Kedua sistem ini memiliki karakteristik dan dampak yang sangat berbeda bagi siswa, guru, orangtua, dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Setiap era membawa peluang dan tantangan tersendiri. Dalam artikel ini, kita akan mengupas sudut pandang dari berbagai pihak untuk memahami apakah keberadaan atau ketiadaan UN benar-benar membawa perubahan yang signifikan bagi pendidikan di Indonesia

Sebagai sistem evaluasi pendidikan yang diterapkan secara nasional, Ujian Nasional telah lama menjadi tolok ukur keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan. Bagi sebagian orang, UN adalah alat ukur standar yang memberikan gambaran umum mengenai pencapaian siswa. Namun, bagi yang lain, UN dianggap terlalu kaku dan hanya fokus pada hasil akademik, sehingga mengabaikan aspek-aspek penting lainnya seperti kreativitas, moral, dan pengembangan karakter.

Dampak positif dari UN antara lain adalah mendorong siswa untuk belajar lebih serius dan memberikan acuan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya, sebuah studi tahun 2019 dari Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa daerah dengan nilai UN tinggi cenderung memiliki program pembelajaran yang lebih terstruktur, sehingga mendorong peningkatan kualitas pengajaran di tingkat sekolah. Namun, tidak sedikit tantangan yang muncul, seperti tekanan psikologis pada siswa, kebutuhan akan les tambahan, serta ketimpangan fasilitas pendidikan di berbagai daerah. Sebagai contoh, survei tahun 2020 oleh Lembaga Pendidikan Nasional menunjukkan bahwa 65% siswa di daerah terpencil merasa tertekan menjelang UN, dan kurangnya akses fasilitas belajar yang memadai meningkatkan ketimpangan hasil ujian.

 

Opini masyarakat tentang Ujian Nasional beragam. Ada yang setuju bahwa UN penting sebagai alat ukur yang objektif dan terstandarisasi. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa UN terlalu berat dan tidak mencerminkan kemampuan siswa secara menyeluruh.

Bagi pendukung UN, keberadaan sistem ini memberikan kejelasan dalam mengukur capaian akademik siswa. Namun, bagi yang menolak, alasan utamanya adalah bahwa UN lebih sering menjadi beban daripada alat pembelajaran. Dalam banyak kasus, siswa lebih fokus pada hafalan materi untuk lulus UN daripada memahami konsep secara mendalam.

 

Sebagai pihak yang paling terdampak, siswa memiliki pengalaman yang beragam tentang Ujian Nasional. Ketika UN masih diterapkan, banyak siswa merasa tekanan yang luar biasa, baik dari sekolah maupun orangtua. Tekanan ini terkadang mengurangi semangat belajar dan membuat siswa merasa bahwa nilai UN adalah satu-satunya penentu masa depan mereka.

Namun, di sisi lain, beberapa siswa justru merasa termotivasi dengan adanya UN. Mereka menganggap UN sebagai tantangan yang harus ditaklukkan. Misalnya, sebuah survei informal dari salah satu sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa 70% siswa merasa lebih termotivasi belajar menjelang UN karena melihatnya sebagai kesempatan untuk membuktikan kemampuan mereka. Tanpa UN, beberapa siswa merasa kehilangan tolok ukur yang jelas untuk menilai sejauh mana kemampuan mereka dibandingkan dengan siswa lain di tingkat nasional.

Ketika UN ditiadakan, fokus pendidikan berubah menjadi lebih fleksibel. Fleksibilitas ini diwujudkan melalui implementasi penilaian berbasis proyek dan portofolio, yang memberikan ruang bagi siswa untuk menunjukkan pemahaman mereka melalui berbagai bentuk evaluasi. Misalnya, beberapa sekolah di Yogyakarta melaporkan peningkatan partisipasi siswa dalam kegiatan praktikum dan penelitian kecil-kecilan yang lebih relevan dengan kehidupan nyata. Hal ini mencerminkan keberhasilan sistem baru dalam mengakomodasi kebutuhan belajar yang lebih beragam. Penilaian berbasis proyek, portofolio, dan evaluasi lainnya dianggap lebih mencerminkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Namun, ada juga siswa yang merasa kehilangan acuan konkret dalam mengevaluasi diri mereka sendiri.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun