Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harmoni Keberagaman Menanam Kebaikan di Lahan Bumi

30 November 2024   23:56 Diperbarui: 30 November 2024   23:56 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang petani tua berdiri di ladang yang hampir kosong. Hujan baru saja mengguyur tanah, membasahi setiap sudut lahan yang penuh harapan. "Cabai ini," gumamnya sambil menggenggam segenggam biji kecil, "akan tumbuh selama aku tidak berhenti menanam." Ia sadar, musim tak selalu berpihak, dan tanah tak selalu subur. Namun, tugasnya adalah terus mencoba, menanam, dan menanti hasil dari ketekunannya.

Seperti petani itu, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk memakmurkan bumi. Dalam perjalanan ini, keberagaman menjadi modal utama untuk bekerja sama, bukan penghalang. Sayangnya, banyak yang lupa bahwa setiap orang memiliki potensi yang sama. Yang membedakan hanyalah bagaimana potensi itu diolah, seperti tanah yang memengaruhi hasil panen.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, manusia sering kali mencari kesamaan sebagai alasan untuk berjalan bersama. Padahal, keberagamanlah yang membuat kehidupan ini lebih kaya. Lihatlah dunia di sekitar: pohon, sungai, gunung, dan manusia hadir dengan bentuk, warna, serta karakter yang berbeda. Jika semuanya seragam, bukankah kehidupan akan kehilangan daya tariknya?

Bumi adalah ruang yang mempersatukan keberagaman. Setiap makhluk, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan, memainkan peran unik dalam menjaga keseimbangan alam. Ketika keberagaman ini dipahami sebagai harmoni, perjalanan menuju tujuan bersama---memakmurkan bumi---akan terasa lebih mudah.

Bayangkan ada dua petani dengan lahan, biji, dan curah hujan yang serupa. Namun, hasil panen mereka berbeda. Apa yang menyebabkan perbedaan itu? Jawabannya terletak pada bagaimana mereka mengelola potensi yang ada.

Setiap manusia lahir dengan potensi yang sama, tetapi cara mereka mengelolanya beragam. Ada yang memilih jalan penuh kerja keras, sementara ada yang menyerah di tengah jalan. Terkadang kegagalan membuat seseorang berhenti mencoba, padahal kegagalan adalah bagian dari proses menuju keberhasilan, seperti musim yang memengaruhi hasil panen.

Potensi yang dimiliki manusia ibarat biji. Jika dikelola dengan baik, biji itu bisa tumbuh menjadi sesuatu yang besar dan bermanfaat. Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa perhatian, ia tidak akan berkembang. Fokuslah pada apa yang bisa dihasilkan dari diri sendiri, tanpa terus membandingkan diri dengan orang lain.

Seorang petani bijak pernah berkata, "Menanam bukan soal hasil panen, tetapi keyakinan bahwa sesuatu yang kecil bisa tumbuh menjadi besar." Pelajaran dari alam mengajarkan kita tentang kesabaran dan ketekunan.

Saat menanam cabai, hasilnya bergantung pada banyak faktor: kualitas tanah, cuaca, dan perawatan. Namun, satu hal yang pasti, tanpa menanam biji, tidak akan ada cabai yang tumbuh. Ini berlaku pula dalam kehidupan. Jika kita tidak memulai langkah pertama, bagaimana kita bisa berharap mendapatkan hasil?

Musim buruk bisa datang kapan saja. Hujan mungkin terlalu deras, atau tanah menjadi terlalu kering. Namun, seperti petani yang tetap menanam meskipun cuaca tidak mendukung, manusia juga harus terus berbuat kebaikan, apa pun situasinya. Ketekunan dan keyakinan untuk terus mencoba adalah kunci menuju hasil yang diinginkan.

Tidak semua perbuatan baik mendapat penghargaan. Ada yang memuji, tetapi ada pula yang mencemooh. Di sinilah pentingnya memahami alasan di balik tindakan kita. Apakah kebaikan dilakukan untuk mendapat pengakuan, atau karena kita yakin itu adalah hal yang benar?

Baca juga: Harmoni Digital

Bumi adalah tempat untuk menanam kebaikan. Setiap perbuatan baik, sekecil apa pun, memiliki dampak positif. Mungkin hasilnya tidak terlihat langsung, tetapi seperti biji yang memerlukan waktu untuk tumbuh, kebaikan pun akan membuahkan hasil pada saatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun