Seiring isu pemecahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian terpisah, muncul berbagai pertanyaan yang menyentuh lapisan masyarakat, terutama terkait masa depan pendidikan, kebudayaan, dan riset teknologi. Pemisahan ini memicu kekhawatiran bagi masyarakat yang terlibat dalam dunia pendidikan, khususnya soal Kurikulum Merdeka. Apakah kurikulum ini masih relevan dalam struktur baru? Di sisi lain, urgensi pemisahan kementerian membuka peluang bagi setiap bidang untuk berkembang lebih fokus dan efisien.
Artikel ini menyajikan pembahasan mengenai isu-isu utama dari perubahan tersebut.
Pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian---Kementerian Pendidikan, Kementerian Kebudayaan, dan Kementerian Riset dan Teknologi---didorong oleh keinginan agar setiap sektor dapat terkelola lebih efektif. Saat berada dalam satu kementerian yang luas, kebijakan sering kali menjadi tumpang tindih dan kurang fokus, sementara ketiga sektor ini masing-masing membutuhkan pendekatan kebijakan yang sangat spesifik.
Dalam struktur terpisah, setiap kementerian dapat memprioritaskan isu sektoral dengan lebih tajam. Misalnya, Kementerian Pendidikan dapat lebih fokus pada perbaikan sistem pendidikan, peningkatan kualitas tenaga pendidik, dan pengembangan kurikulum tanpa terganggu oleh sektor riset dan kebudayaan. Sementara itu, kementerian yang khusus menangani kebudayaan dapat mengembangkan kebijakan pelestarian dan promosi budaya tanpa tekanan kebijakan pendidikan atau riset.
Pemecahan ini juga memungkinkan kementerian masing-masing untuk mengelola anggaran dan sumber daya manusia secara lebih efisien, karena target kerja dan prioritasnya akan lebih jelas. Di samping itu, pembagian fokus ini diharapkan meminimalisasi konflik kebijakan antar sektor, menciptakan ruang yang lebih luas bagi setiap sektor untuk berkembang sesuai kebutuhan masyarakat.
Kurikulum Merdeka, yang lahir dari semangat untuk menghadirkan pendidikan adaptif dan kreatif, telah diadopsi oleh sejumlah sekolah di Indonesia. Kurikulum ini dirancang untuk mendorong kreativitas, kemampuan kritis, dan keterampilan siswa yang relevan di abad ke-21.
Namun, dengan adanya pemisahan kementerian, muncul kekhawatiran apakah Kurikulum Merdeka dapat terus relevan dan terlaksana dengan baik dalam struktur baru ini. Ada kekhawatiran bahwa perubahan struktural ini akan mengganggu fokus pada kurikulum yang tengah berjalan, dan mungkin mengharuskan adaptasi baru pada pihak sekolah dan tenaga pengajar. Di sisi lain, kementerian pendidikan yang lebih terfokus diharapkan dapat memberikan perhatian khusus pada keberlanjutan kurikulum ini, dengan melakukan evaluasi mendalam terhadap efektivitasnya sejauh ini.
Apabila Kurikulum Merdeka dinilai berhasil, evaluasi yang baik dapat membantu pemerintah mengidentifikasi hambatan, seperti kurangnya dukungan sumber daya atau pelatihan untuk tenaga pendidik. Ini akan membuka peluang bagi Kementerian Pendidikan untuk melakukan pembaruan yang lebih terarah sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Pemisahan kementerian ini membawa keuntungan serta tantangan yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah dan masyarakat.
Keuntungan Pemecahan Kementerian
- Fokus yang Lebih Spesifik: Dengan struktur yang terpisah, setiap kementerian dapat lebih fokus dalam menetapkan kebijakan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sektor masing-masing. Sebagai contoh, sektor pendidikan dapat memprioritaskan isu-isu seperti akses pendidikan merata dan peningkatan mutu kurikulum.
- Pengembangan Program Sesuai Sektor: Setiap sektor dapat mengelola program secara mandiri dan menjalankan kebijakan yang tidak bercabang sehingga lebih efektif dan berdampak nyata bagi masyarakat.
- Efisiensi Sumber Daya: Dengan target yang lebih spesifik, setiap kementerian diharapkan dapat menggunakan sumber daya manusia, anggaran, dan fasilitas yang ada untuk kebutuhan yang lebih terarah.
Tantangan yang Dihadapi dalam Pemecahan Kementerian
- Potensi Tumpang Tindih Kebijakan: Kebutuhan akan koordinasi antar sektor menjadi tantangan baru, terutama di bidang yang saling terkait seperti pendidikan dan riset.
- Koordinasi Antar-Kementerian: Kebijakan yang tumpang tindih dapat mengakibatkan kebijakan yang tidak selaras, terutama ketika harus ada kerja sama yang erat, misalnya dalam riset yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan.
- Keterbatasan Anggaran: Dengan adanya tiga kementerian, anggaran negara mungkin perlu dibagi lebih terperinci, sehingga bisa mengakibatkan keterbatasan dana pada salah satu sektor jika tidak diatur dengan baik.
Dalam jangka panjang, dampak pemisahan ini diharapkan membawa perubahan positif bagi masa depan pendidikan, kebudayaan, dan riset teknologi. Pemecahan ini diyakini dapat mendorong masing-masing sektor untuk melakukan inovasi lebih besar, sesuai dengan fokus yang diberikan kepada mereka.
Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan dapat memberikan perhatian lebih besar pada kualitas tenaga pendidik dan penyempurnaan kurikulum yang adaptif seperti Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini, yang dirancang untuk menumbuhkan kemandirian belajar, dapat dijalankan dengan lebih optimal karena kementerian memiliki ruang lingkup yang lebih jelas dalam pengembangannya.
Bagi sektor kebudayaan, kementerian khusus diharapkan mampu memperkuat kebijakan perlindungan, pelestarian, dan promosi budaya, baik secara nasional maupun internasional. Sedangkan untuk riset teknologi, adanya kementerian mandiri memungkinkan pengembangan inovasi yang lebih mendalam dan relevan untuk tantangan modern, termasuk kolaborasi penelitian dan pengembangan teknologi dengan sektor pendidikan dan industri.
Implementasi Kurikulum Merdeka sejauh ini telah menunjukkan beberapa keberhasilan, meskipun masih menghadapi tantangan yang memerlukan perhatian serius. Dalam kurikulum ini, siswa didorong untuk lebih aktif dalam proses belajar-mengajar, sementara guru berperan sebagai fasilitator. Namun, beberapa pihak masih mempertanyakan efektivitas kurikulum ini, terutama dalam hal ketersediaan sumber daya dan dukungan pelatihan bagi guru.
Evaluasi terhadap kurikulum ini perlu dilakukan secara komprehensif oleh Kementerian Pendidikan yang lebih terfokus, dengan melibatkan umpan balik dari sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Evaluasi yang menyeluruh ini diharapkan dapat memastikan bahwa Kurikulum Merdeka tidak hanya menghasilkan lulusan yang cakap secara akademik, tetapi juga mampu beradaptasi dan relevan dalam menghadapi tantangan masa depan. Dengan begitu, keputusan untuk melanjutkan atau menyesuaikan kurikulum ini dapat dilakukan secara tepat dan tidak terburu-buru.
Melihat kompleksitas dan beragamnya tantangan yang ada, langkah pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian merupakan kebijakan yang bisa membawa dampak positif apabila direncanakan dengan matang dan dilaksanakan dengan koordinasi yang baik. Penting bagi setiap kementerian untuk memiliki visi yang sinergis, sehingga program dan kebijakan yang dijalankan tetap saling mendukung demi mencapai tujuan bersama.
Opini pribadi saya, perubahan ini perlu diiringi dengan upaya untuk menjaga kesinambungan kebijakan, terutama dalam pendidikan dan kurikulum yang sudah berjalan. Kurikulum Merdeka adalah proyek yang potensial untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan kelanjutannya perlu mendapat dukungan penuh tanpa terganggu oleh perubahan struktur kementerian. Sebagai masyarakat, kita dapat mendukung pemisahan ini dengan mengikuti perkembangan kebijakan dan memberikan masukan di ruang-ruang diskusi publik, seperti di Kompasiana, agar suara masyarakat turut diperhitungkan.
Dengan struktur kementerian yang lebih fokus, kita bisa berharap masa depan pendidikan, kebudayaan, dan riset teknologi Indonesia semakin maju dan terarah. Mari dukung perubahan ini dengan harapan bahwa setiap sektor dapat berkembang optimal dan membawa dampak nyata bagi bangsa kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI